Laman

08 Februari 2012

What is Paedagogik?


PENGERTIAN, OBJEK, DAN RUANG LINGKUP  PEDAGOGIK

Pengertian Pedagogik

Ada dua istilah yang hampir sama bentuknya, tetapi berbeda artinya, yaitu pedagogik (paedagogiek) dan pedagogi (paedagogie). Pedagogik artinya ilmu mendidik atau ilmu pendidikan, sedangkan pedagogi berarti pendidikan. Pedagogik berasal dari kata Yunani paedagogiek, kata turunan dari perkataan paedagogia  yang berarti “pergaulan dengan anak-anak”. Paedagogia berasal dari kata  “paedos/paes”,yang berarti anak, dan  “agogos/ago”, yang berarti mengantar atau membimbing. Paedagogos, berarti “seorang pelayan atau bujang pada zaman Yunani Kuno yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak ke dan dari sekolah”. Dari kata paedagogos lahir kata paedagoog (bahasa belanda), yang artinya pendidik atau ahli didik. Jadi secara harfiah pedagogik itu berarti  “pembantu laki-laki yg pekerjaannya mengantar anak majikannya ke sekolah”. Secara kiasan pedagogik diartikan sebagai “seorang ahli yang membimbing anak ke arah tujuan hidup tertentu”.
Secara istilah pedagogik itu adalah ilmu pendidikan atau ilmu mendidik, yang berarti ilmu pengetahuan yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik (Ngalim Purwanto, 2004 : 3).  Menurut J. Hoogveld “pedagogik adalah Ilmu yang mempelajari masalah membimbing anak ke arah tujuan tertentu, yaitu  mampu secara mandiri menyelesaikan tugas hidupnya”.
M.J. Langeveld (1955, dalam Depdikbud 1984) mengemukakan bahwa pedagogik (ilmu mendidik atau ilmu pendidikan) adalah “suatu ilmu yang bukan saja menelaah objeknya untuk mengetahui betapa keadaan atau hakiki objek itu, melainkan mempelajari pula bagaimana seharusnya bertindak”. Oleh karena itu ilmu ini juga disebut ilmu praktis. Namun demikian, dapat dibedakan antara ilmu mendidik teoritis dan ilmu mendidik praktis. Untuk hal yang pertama, pemikiran tertuju (a) pada penyusunan persoalan dan pengetahuan sekitar pendidikan secara ilmiah, dan (b) dari praktek ke arah penyusunan suatu sistem teori pendidikan.  Sedangkan untuk hal yang kedua pemikiran tertuju  pada cara-cara bertindak, dan pelaksanaan perwujudan dari apa yang diidealkan dalam ilmu mendidik teoritis. Sekalipun secara keseluruhan ilmu mendidik itu merupakan “ilmu praktis (applied science)”, namun terdapat aspek-aspek yang bersifat teori di dalamnya.
Bilamanakah pemikiran tentang mendidik menjadi pemikiran ilmiah? Driyakara (1980) mengemukakan tiga syarat, yaitu krisis, metodis, dan sistematis. Berfikir krisis, berarti orang tidak menerima saja apa yang ditangkap dari kenyataan atau yang muncul dalam benaknya. Barang siapa bersikap kritis, tentu ingin mengerti betul-betul, ingin menyelami sesuatu dengan segala seluk beluknya dan dasar-dasarnya. Metode, berarti bahwa dalam proses berfikir dan menyelidiki itu orang menggunakan cara tertentu. Cara yang serampangan, berjalan tanpa logika, tanpa keteraturan, semuanya bertentangan dengan cara berfikir ilmiah. Sistematis, berarti bahwa si pemikir dalam proses berpikirnya itu dijiwai oleh suatu cita (idea) yang menyeluruh dan menyatukan, sehingga pikiran-pikiranya dan pendapat-pendapatnya itu tidak saling bertentangan, melainkan saling bersangkut-paut, serasi, dan merupakan suatu kesatuan.
Demikianlah, pemikiran ilmiah tentang pendidikan harus dilakukan secara kritis, metodis, dan sistematis. Pemikiran ilmiah (teoritis) tentang pendidikan tidak hanya menambah pengertian, tetapi juga berguna untuk praktek. Tidak mungkinlah seseorang mengerti kesalahan-kesalahannya secara ilmiah jika tidak didasarkan atas pengertian ilmiah. Pengertian ilmiah membuka jalan untuk kritik, dan dengan demikian untuk hanya perbaikan-perbaikan dan penyempurnaan. Perbaikan dan penyempurnaan ini tidak hanya mengenai cara-cara pelaksanaan pendidikan atau pengajaran, melainkan juga melibatkan renungan tentang diri sendiri. Oleh karena itu renungan tentang pendidikan juga melibatkan renungan tentang diri sendiri. Dalam kaitan ini semua terbukalah kemungkinan bagaimana pendidik mempertanggung jawabkan usaha-usahanya.
Dari uraian-uraian itu dapatlah diambil kesimpulan bahwa ilmu pendidikan merupakan ilmu yang empiris, rohaniah, normatif, dan praktis.
a.  Ilmu ini merupakan ilmu empiris karena obyeknya (yaitu fenomena atau suasana pendidikan) dijumpai di dunia pengalaman.
b.  Ilmu pendidikan merupakan ilmu rohaniah karena suasana pendidikan itu didasarkan pada hasrat manusia untuk menafsirkan hakekat peserta didik secara tepat, yaitu bukan semata-mata obyek alam, dan untuk tidak membiarkan peserta didik pada nasibnya menurut alam, melainkan sebanyak-banyaknya sebagai hasil kegiatan rohaniah manusia. Hal inilah yang menjadikan pendidikan tergolong ke dalam usaha kebudayaan.
c.  Ilmu pendidikan bersifat normatif karena didasarkan pada pemilihan antara yang benar dan salah, atau baik dan tidak baik untuk peserta didik dan untuk manusia pada umumnya.
d.   Ilmu ini juga bersifat praktis karena ia memahami dan meneladani tindakan (proses) pendidikan serta pengarahan yang perlu ada di dalam usaha pendidikan itu.
  
Objek Pedagogik 

Objek Ilmu Pendidikan
Objek ilmu pendidikan dapat dibedakan antara objek material dan objek formal. Objek material ilmu pendidikan adalah peserta didik, sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang yang membutuhkan bimbingan dari orang dewasa sebagai pendidik. Sedangkan objek formal ilmu pendidikan adalah perbuatan (tindakan) mendidik orang dewasa sebagai pendidik yang ditujukan kepada peserta didik agar mencapai tujuan pendidikan.
Langeveld dan Driyakarya sepakat, bahwa objek pedagogi atau ilmu pendidikan, ialah fenomena pendidikan, yaitu gejala yang tampak, dihayati, dirasakan, diekspresikan, atau mengekpresikan diri dalam kehidupan manusia sehari-hari. Dalam kaitan ini tersirat bahwa tugas ilmu pendidikan merupakan analisis ilmiah terhadap suasana pendidikan (fenomena pendidikan), dan sekaligus merupakan analisis ilmiah terhadap keterlaksanaan pembentukan dan pemberian arah kepada suasana itu.
Menurut Jusuf Djajadisastra dan Sutarja (1983) suasana atau situasi pendidikan adalah “situasi pergaulan yang diciptakan dengan sengaja karena ada satu tujuan pendidikan yang hendak dicapai, yaitu suatu nilai yang hendak disampaikan kepada anak sebagai anak didik dari orang dewasa (mungkin orang tua, guru) sebagai pendidik”.
Situasi pendidikan meliputi berbagai tindakan, aktivitas atau sikap dan perlakuan orang dewasa sebagai pendidik yang sengaja ditampilkan dalam rangka membimbing, atau memimpin anak ke arah tujuan yang diharapkan. Oleh karena situasi pendidikan itu terdiri atas tindakan-tindakan, maka Jusuf Djajadisastra dan Sutarja berpendapat bahwa yang menjadi objek ilmu pendidikan itu adalah “tindakan pendidikan”, yaitu “suatu tindakan yang diciptakan dengan sengaja oleh orang dewasa sebagai pendidik dan dilancarkan terhadap anak sebagai anak didik, dengan maksud agar dapat dicapai suatu tujuan pendidikan tertentu”.
Tindakan pendidikan adalah berbagai kegiatan atau upaya yang dilakukan oleh guru dalam upaya memfasilitasi atau memimpin peserta didik untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Tindakan pendidikan yang dilakukan guru  dalam proses pembelajaran (khususnya di sekolah) adalah membimbing, mengajar, dan/atau melatih.
  
Ruang Lingkup Ilmu Pendidikan

Ruang lingkup ilmu pendidikan atau aspek-aspek yang dikaji dalam ilmu pendidikan meliputi hal-hal berikut.
  1. Hakikat Pendidikan, yaitu sebagai proses memanusiakan manusia.
  2. Dasar dan Tujuan Pendidikan, yaitu terkait dengan landasan religius atau filosofis yang dijunjung tinggi masyarakat atau bangsa suatu negara, dan harapan-harapan yang terkait dengan perkembangan potensi, kemampuan, dan kepribadian peserta didik.
  3. Perbuatan (tindakan) mendidik, yaitu seluruh kegiatan, tindakan, perbuatan, perlakuan, dan sikap yang ditampilkan oleh pendidikan pada saat berinteraksi dengan peserta didik. Dapat juga diartikan sebagai kegiatan guru dalam mendidik peserta didik, yang meliputi bimbingan, pengajaran, dan/atau pelatihan.
  4. Pendidik, yaitu seseorang yang melaksanakan perbuatan mendidik, baik orang tua, guru, ustadz, kyai, ataupun orang dewasa lainnya yang memiliki komitmen untuk mendewasakan anak.
  5. Peserta Didik, yaitu seorang individu yang belum dewasa, yang sedang berada dalam proses berkembang ke arah kedewasaan.
  6. Materi Pendidikan, yaitu menyangkut berbagai aspek kehidupan yang disampaikan kepada peserta didik, agar mereka memiliki pengetahuan, wawasan, dan keterampilan yang berguna bagi kehidupannya.
  7. Metode Pendidikan, yaitu berbagai cara atau upaya yang digunakan untuk menyampaikan materi kepada peserta didik.
  8. Evaluasi Pendidikan, yaitu kegiatan pengumpulan informasi tentang proses atau hasil belajar peserta didik, dalam rangka pengambilan keputusan.
  9. Fasilitas Pendidikan, yaitu menyangkut sarana-prasarana yang mendukung terselenggaranya  proses pendidikan.
  10. Lingkungan Pendidikan, yaitu tempat (wilayah) terselenggaranya pendidikan,yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Lingkungan pendidikan diartikan juga sebagai keadaan atau suasana yang dipandang berpengaruh kepada  proses atau hasil pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar