MODEL - MODEL PEMBELAJARAN
Disarikan oleh: Sri Hendrawati
A.
Pengertian Model Pembelajaran
Model
Pembelajaran ialah suatu
kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran
tertentu. Model pembelajaran biasanya digunakan sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dalam merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran.
Sehingga dengan demikian kegiatan/proses pembelajaran yang dilakukan baik di
sekolah maupun di luar sekolah, benar-benar merupakan suatu kegiatan bertujuan
yang tertata secara sistematis. Model pembelajaran merupakan suatu rencana atau
pola yang bisa dipergunakan dalam pengembangan kurikulum, merancang materi
pembelajaran, dan membimbing pembelajaran. Model-model pembelajaran biasanya
disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori belajar atau pengetahuan. Joyce
& Weil (1986) mengemukakan model-model pembelajaran berdasarkan teori
belajar yang dikelompokkam menjadi empat kelompok model. Model pembelajaran
merupakan pola umum prilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi atau tujuan
pembelajaran yang diharapkan. Model pembelajaran itu dapat dijadikan pola
pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan
efesien untuk mencapai tujuan pembelajarannya.
B.
Dasar Pengelompokkan Model Pembelajaran
Supaya
model-model pembelajaran dapat dipahami secara baik dan cermat, sehingga dapat
diimplementasikan secara baik, maka diadakan pengklasifikasian model pembelajaran
secara umum. Upaya pengklasifikasian secara umum dan pokok ini, didasarkan pada
beberapa pertimbangan. Beberapa yang menjadi dasar pertimbangan menurut Mulyani
Sumantri ( 2001) diantaranya ialah pengaturan pendidik dan peserta didik,
struktur peristiwa pembelajaran, peranan peserta didik dan pendidik, proses
pengolahan pesan, tujuan pembelajaran.
Berikut penulis uraikan secara pokok dasar pertimbangan tersebut.
a. Pengaturan pendidik dan peserta didik
Apakah pendidik yang menyampaikan
dan mengorganisasi pembelajaran itu adalah guru kelas atau guru bidang studi,
apakah pendidik tersebut merupakan guru tim atau perorangan. Apakah hubungan
pendidik-peserta didik terjadi secara tatap muka atau dengan perantara media. Apakah
sistem belajarnya secara klasikal, kelompok atau perorangan. Itu semuanya akan
menentukan termasuk jenis kelompok model mana suatu model pembelajaran atau
bahkan dapat menentukan jenis model pembelajaran yang mana yang akan
dipergunakan atau dilaksanakan.
b. Struktur peristiwa pembelajaran
Struktur peristiwa pembelajaran dapat
terjadi secara tertutup dan/atau terbuka. Peristiwa pembelajaran yang tertutup
desainnya telah ditentukan dan digariskan secara baku dan guru tidak mau
menyimpang dari rencana. Sedangkan struktur peristiwa pembelajaran yang
bersifat terbuka, maka tujuan khususnya, materinya, serta prosedur yang
ditempuh untuk mencapainya ditentukan pada waktu kegiatan pembelajaran
berlangsung. Terbuka dan tertutupnya struktur pembelajaran akan menentukan
penggunaan suatu model pembelajaran.
c. Peranan peserta
didik dan pendidik dalam mengolah pesan
Pesan atau isi pembelajaran yang akan disampaikan
dan/atau diterapkan pendidik kepada peserta didiknya, dapat diolah secara
tuntas oleh pendidik itu sendiri sebelum pembelajaran atau akan dicari
bersama-sama dengan peserta didik ketika pembelajaran berlangsung. Pesan atau
isi pembelajaran yang diolah tuntas oleh pendidik bersifat ekspositorik,
biasanya digunakan metode ceramah. Sedangkan pesan atau isi pembelajaran yang
dikompromikan dengan peserta didik disebut pesan heuristik atau hipotetik yang
biasanya digunakan metode discovery dan inquiry.
d. Proses
pengolahan pesan/isi pembelajaran
Proses pengolahan pesan/isi
pembelajaran, dapat bertolak dari contoh-contoh sampai kepada kesimpulan, atau
dapat pula bertolak dari gambaran umum yang kemudian sampai kepada
contoh-contoh. Pengolahan dari contoh
yang bersifat kongkrit kepada penemuan/kesimpulan atau bergerak dari cara
berpikir khusus ke umum, strategi pembelajaran ini dinamakan strategi
pembelajaran dengan induktif, atau dapat juga yang bersifat sebaliknya yakni
deduktif.
e.
Tujuan-tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai, apakah bersifat intelektual strategi kognitif, informasi verbal,
keterampilan motorik, sikap dan nilai, atau gabungan dari semuanya. Gambaran
tujuan ini akan menentukan model pembelajaran apa yang sesuai, serta menentukan
juga berada pada kelompokmodel pembelajaran apa sebuah model pembelajaran yang
digunakan tersebut.
C.
Model-model Pembelajaran
Dalam rangka pengenalan dan pemanfaatan model
pembelajaran ini, Bruce Joyce dan Marsha Weil (1986) telah menyajikan berbagai
model pembelajaran yang telah dikembangkan oleh para pakar pendidikan. Walaupun
judul bukunya adalah “Model of Teaching” ternyata isi dari uraiannya secara
pokok bukan semata-mata membahas kegiatan pendidik mengajar, tetapi justru lebih menitikberatkan pada
ativitas pembelajaran terdidik. Sehingga penulis menyesuaikan istilahnya
menjadi model pembelajaran, hal ini agar arah proses aktivitas terlihat jelas
berfokus terhadap peserta didik sebagai peserta didik sesuai dengan arah
kebijakan pendidikan jaman sekarang.
Hasil kajian terhadap berbagai
model pembelajaran yang telah dikembangkan oleh para pakar pendidikan di
bidangnya, maka Joyce dan Weil (1986)
mengelompokkan model-model pembelajaran tersebut ke dalam empat kelompok
model, yaitu 1) kelompok model pengolahan informasi, 2) kelompok model personal, 3) kelompok model sosial, dan 4) kelompok model sistem prilaku. Berikut
akan penulis jelaskan secara ringkas masing-masing kelompok model tersebut.
a.
Kelompok Model Pengolahan Informasi (The Information Processing Family)
Model pembelajaran kelompok ini berorientasi
kepada kecakapan terdidik dalam memproses informasi dan cara-cara mereka dapat
memperbaiki kecakapan untuk menguasai informasi. Ali, M. (2007) menyatakan
bahwa model ini berdasarkan pada teori belajar kognitif (Piaget) dan
berorientasi pada kemampuan peserta didik dalam memproses informasi untuk memperbaiki
kemampuannya. Pemprosesan informasi
mengacu kepada cara orang menangani rangsangan dari lingkungan, mengorganisasi
data, mengembangkan konsep dan memecahkan masalah, serta menggunakan lambang
verbal dan non verbal. Teori pemrosesan informasi/kognitif dipelopori oleh
Robert Gagne (1985). Asumsinya adalah pembelajaran merupakan faktor yang sangat
penting dalam perkembangan individu. Perekembangan merupakan hasil komulatif
dari pembelajaran, di mana dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan
informasi yang kemudian diolah sehingga menghasilkan output dalam bentuk hasil
belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi interaksi antara kondisi internal
dan kondisi eksternal individu dan interaksi antar keduanya sehingga
menghasilkan hasil belajar. Pembelajaran merupakan keluaran dari pemprosesan
informasi yang berupa kecakapan manusia (human capitalities), yakni :(1)
informasi verbal, (2) kecakapan
intelektual, (3) strategi kognitif, (4) sikap,
dan (5) kecakapan motorik.
Beberapa
model ini menekankan pada asfek kecakapan terdidik untuk memecahkan masalah dan
asfek berpikir yang berproduktif, sedangkan beberapa yang lainnya lebih
menekankan kecakapan intelektual umum. Secara umum banyak dari model pengolahan
informasi ini yang dapat diterapkan kepada sasaran terdidik dari berbagai usia.
Tugas guru dalam penerapan model ini adalah bagaimana meningkatkan kemampuan
terdidik dalam memproses informasi. Guru yang menganut model ini juga akan
menaruh perhatian pada pengembangan kecakapan murid untuk mengatasi persoalan
dan menggunakan pendekatan problem solving sebagai strategi mengajar (Mulyani
Sumantri, 2001).
Model-model pembelajaran yang
tergolong kepada kelompok ini ialah model Pencapaian Konsep (Concept
Attainment), model Berpikir Induktif (Inductive Thinking), model
Latihan Penelitian (Inquiry Training), model Pemandu awal (Advance
Organizer), model Memorisasi (Memorization), model Pengembangan
Intelek (Developing Intellect), dan model Penelitian Ilmiah (Scientific
Inquiry). Berikut penulis berikan sebuah contoh gambaran dari model
pembelajaran tersebut. Gambaran model pembelajaran dari kelompok pengolahan
informasi ini, secara garis besar tujuan dan tokohnya untuk tiap model tergambar dalam tabel 1. berikut di bawah
ini yang diadaptasi dari Moh.Surya (2004).
TABEL 1
KELOMPOK MODEL PEMROSESAN INFORMASI
MODEL
|
TOKOH
|
TUJUAN
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
Model Penemuan Konsep
|
Jerome Brunner
|
Dirancang terutama untuk mengembangkan penalaran induktif, tetapi untuk
perkembangan dan analisis konsep.
|
Model Berfikir Induktif
|
Hilda Taba (1966)
|
Dirancang untuk pengembangan proses mental induktif dan penalaran
akademik atau pembentukan teori.
|
Model Latihan Inquiry
|
Richard Suchman
|
Dirancang untuk membelajarkan murid dalam menghadapi penalaran kausal,
dan untuk lebih pasih dan tepat dalam mengajukan pertanyaan,membentuk konsep
dan hipotesis. Model ini pad mulanya digunakan dalan Sains, tetapi
kemampuan-kemampuan ini berguna untuk tujuan-tujuan pribadi dan sosial.
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
Inquiry Ilmiah
|
Joseph J. Schwab
|
Dirancang untuk pembelajaran sistem penelitian dari suatu disiplin,
tetapi juga diharapkan untuk memiliki efek dalam kawasan lain (metode-metode
sosial mungkin diajarkan dalam upaya meningkatkan pemahaman sosial dan
pemecahan sosial).
|
Pengembangan Intelek
|
Jean Piaget
Irving Sigel
Edmund Sulivand,dkk
|
Dirancang untuk meningkatkan perkembangan intelektual, terutama penalaran
logis, tetapi dapat diterapkan pada perkembangan sosial.
|
Model Penata Lanjutan
|
David Ausubel
|
Dirancang untuk meningkatkan efisiensi kemampuan pemrosesan informasi
untuk menyerap dan mengaitkan bidang-bidang pengetahuan.
|
Model Memorisasi
|
Harry Lorayne
Jerry Lucas
|
Dirancang untuk meningkatkan kemampuan pengingatan peserta didik
|
b.
Kelompok Model Personal (The Personal Family)
Model pembelajaran kelompok personal
ini bertitik tolak dari teori Humanistik, yaitu berorientasi terhadap
pengembangan diri individu. Serta dapat dikatakan bahwa model ini juga beranjak
dari pandangan kedirian atau “selfhood”
dari individu. Tokoh Humanistik adalah Abraham Maslow (1962), R.Rogers,
C. Buhler dan Arthur Comb. Menurut teori ini guru harus berupaya menciptakan
kondisi kelas yang kondusif, agar peserta didik merasa bebas dalam belajar dan
mengembangkan dirinya baik emosional maupun intelektual. Proses pembelajaran
sengaja diupayakan untuk memungkinkan dapat memahami diri sendiri dengan baik,
memikul tanggung jawab untuk pembelajaran, dan lebih kreatif untuk mencapai
kualitas hidup yang lebih baik. Kelompok ini menekankan proses di mana individu
membentuk dan menata realitas keunikannya. Perhatian banyak diberikan kepada
kehidupan emosional. Melakukan pembelajaran ini lebih banyak memusatkan pada
upaya membantu individu untuk mengembangkan suatu hubungan yang produktif
dengan lingkungannya dan memandang dirinya sebagai pribadi yang cakap,
sehinggamampu memperkayahubungan antara pribadi dan lebih mampu dalam
pemprosesan informasinya secara lebih efektif.
Model-model penbelajaran yang
tergolong dalam kelompok ini beserta tokohnya dapat dilihat dalam tabel 2
berikut ini yang diadaptasi dari Moh. Surya (2004).
TABEL 2
KELOMPOK MODEL PERSONAL
MODEL
|
TOKOH
|
TUJUAN
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
Model Pengajaran Non Direktif
|
Carl Rogers
|
Memberi tekanan
pada pembentukan kemampuan dalam perkembangan pribadi dalam arti kesadaran
diri, pemahaman diri, kemandirian dan mengenai konsep diri.
|
Latihan Kesadaran
|
Fritz Perls
William Scuhtz
|
Meningkatkan
kemampuan individu peserta didik untuk mengeksplorasi diri dan kesadaran
diri. Banyak menekankan pada perkembangan kesadaran dan pemahaman antar
pribadi.
|
Sinektik
|
William Gordon
|
Model ini
menekankan pada perkembangan pribadi dalam kreatifitas dan pemecahan masalah
kreatif.
|
Sistem-sistem Konseptual
|
David Hunt
|
Dirancang untuk
meningkatkan kekomplekskan dan keluwesan pribadi
|
Pertemuan Kelas
|
William Glasser
|
Model ini
menekankan pada perkembangan pemahaman diri dan tanggung jawab kepada diri
sendiri dan kelompok sosial.
|
c.
Kelompok Model Sosial (The Social Family)
Kelompok model pembelajaran ini didasari oleh
teori belajar Gestalt (Field-theory) yang menitik beratkan hubungan yang
harmonis antara individu dengan masyarakat (learning to life together). Teori
ini dirintis oleh Max Wertheimer (1912) bersama dengan Kurt Koffka dan W.
Kohler yang berpandangan bahwa objek atau peristiwa tertentu akan dipandang
sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasikan. Sehingga implikasi dari teori
ini bahwa pembelajaran akan lebih bermakna bila materi diberikan secara utuh
bukan bagian-bagian. Model ini juga berlandaskan pemikiran bahwa kerja sama
merupakan salah satu fenomena kehidupan masyarakat yang sangat penting.
Kelompok model ini menekankan pada hubungan individu dengan orang lain atau
masyarakat. Kelompok ini memusatkan pada proses di mana kenyataan ditawarkan
secara sosial. Sebagai konsekuensinya, model –model yang berorientasi sosial
tersebut di atas, memberikan prioritas untuk memperbaiki kecakapan individu
untuk berhubungan dengan orang lain, untuk bertindak dalam proses yang
demokratis, dan untuk bekerja secara produktif dalam masyarakat. Meskipun
kelompok model ini lebih menekankan hubungan sosial dibandingkan dengan asfek
lainnya, para tokoh dalam kelompok ini juga menekankan pada perkembangan
kesadaran study yang bersifat akademik. Model-model pembelajaran yang tergolong
kelompok ini beserta tokohnya tergambar pada tabel 3. berikut di bawah ini
yang diadaptasi dari Moh Surya (2004).
TABEL 3
KELOMPOK MODEL INTERAKSI SOSIAL
MODEL
|
TOKOH
|
TUJUAN
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
Investigasi Kelompok
|
Herbert Telen
John Dewey
|
Perkembangan keterampilan untuk partisipasi dalam proses sosial yang
demokratis melalui penekanan yang dikombinasikan pada keterampilan antar
pribadi (kelompok) dan ketrampilan-keterampilan penentuan akademik. Asfek
perkembangan pribadi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam model ini.
|
Inquiry Sosial
|
Byron Massiales
Benjamin Cox
|
Model ini menekankan pada pemecahan masalah sosial, terutama melalui
penemuan, sosial, dan penalaran logis.
|
Latihan Laboratoris
|
Bethel Maine
|
Model ini menekankan pada perkembangan keterampilan antar pribadi dan
kelompok melalui kesadaran dan keluwesan pribadi.
|
Penelitian Yurisprudensial
|
Donald Olever
James P. Shaver
|
Model ini dirancang untuk pembelajaran kerangka acuan jurisprudensial
sebagai cara berpikir dan penyelesaian isu-isu sosial.
|
Bermain Peran
|
Fainie Shafel
George Fhafel
|
Modelpembelajaran ini dirancang untukmempengaruhi peserta didik agar
menemukan nilai-nilai pribadi dan sosial. Prilaku dan nilai-nilainya
diharapkan peserta didik menjadi sumber peneluan berikutnya.
|
Simulasi Sosial
|
Sarene Bookock
Harold
|
Model ini dirancang untuk membantu peserta didik agar mengalami
bermacam0macam proses dan kenyataan sosial, dan untuk menguji reaksi peserta
didik serta untuk memperoleh konsep keterampilan perbuatan dan keputusan.
|
d.
Kelompok Model Sistem Prilaku (The Behavioral System Family)
Dasar teoritik dari kelompok model pembelajaran
ini ialah teori-teori belajar Behavioristik, yaitu bertujuan mengembangkan
sistem yang efisien untuk mengurutkan tugas-tugas belajar dengan cara memanipulasi
penguatan (reinforcement). Model ini dikenal juga sebagai model
modifikasi prilaku atau “Behavioral Modifications” . Semua model
pembelajaran ini bersumber dari kerangka teori behavioral. Istilah-istolah lain
yang sejenis dan dipergunakan adalah teori belajar, teori belajar sosial,
modifikasi prilaku, dan terafi prilaku. Kelompok model ini lebih menekankan
pada asfek perubahan prilaku psikologis dan prilaku yang tidak ddapat diamati.
Model-model prilaku mempunyai penerapan yang cukup luas dan diarahkan kepada
bermacam-macam tujuan pendidikan, latihan prilaku antar pribadi, dan terapi.
Berdasarkan pada pengendalian stimulus dan penguatan, model-model behavior
(prilaku) dan kondisi-kondisi antara, baik secara idividual maupun secara
kelompok, telah banyak penelitian yang dilakuan untuk mengkaji model-model ini.
Salah satu dari karakteristik umum
pada model pembelajaran prilaku, adalah dalam prihal penjabaran yang harus
dipelajari peserta didik, yaitu penjabaran tugas-tugas yang harus dipelajari
menjadi serangkaian prilaku dalam bentuk yang lebih kecil dan berurutan. Pada
umumnya, pengendalian prilaku terletak pada pihak guru/pendidik, meskipun peserta
didik mempunyai kesempatan untuk mengendalikan prilakunya. Model-model
pembelajaran beserta tokohnya tergambar pada tabel 4. berikut di bawah ini
yang diadaptasi dari Moh Surya (2004).
TABEL 4.
KELOMPOK MODEL BEHAVIORAL
MODEL
|
TOKOH
|
TUJUAN
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
Managemen Kontingensi
|
B.F. Skinner (1953)
|
Model pembelajaran ini menekankan pada kemampuan memahami fakta-fakta,
konsep, dan keterampilan.
|
Kontrol diri
|
B.F. Skinner (1953)
|
Model pembelajaran ini menekankan pada pengendalian prilaku dan
keterampilan sosial dalam mengontrol dirinya.
|
Relaksasi (Santai)
|
Rimm & Masters wolfe
|
Model pembelajaran ini menekankan pada tujuan pribadi (mengurangi
ketegangan dan kecemasan).
|
Pengurangan Ketegangan
|
Rimm & Masters wolfe
|
Model pembelajaran ini menitik beratkan pada pengalihan pada kesantaian
dari kecemasan dalam situasi sosial
|
Latihan Asertif Desensitas
|
Wolfe, Lazarus, Salter Wolfe
|
Pembelajaran ini berorientasi pada ekspresi perasaan secara langsung dan
spontan dalan situasi sosial.
|
Latihan Langsung
|
Gagne,
Smith dan Smith
|
Pembelajaran ini menekankan pada pola-pola prilaku dan keterampilan pada diri peserta didik.
|
D. Karakteristik Umum Model Pembelajaran
Sebagaimana penjelasan yang dikemukakan oleh Joyce
dan Weill (1986), bahwa setiap model pembelajaran memiliki karakteristik umum
masing-masing, yang dibedakan menurut unsur-unsur, yakni sebagai berikut :
a. Sintakmatik,
b. Sistem Sosial dan Prinsip Reaksi,
c. Sistem Pendukung,
d. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring.
Sintakmatik ialah tahap-tahap
kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran menurut model tertentu. Sistem
sosial yang dimaksudkan ialah siatuasi atau suasana dan norma yang berlaku
dalam model tersebut. Prinsip reaksi ialah pola kegiatan yang menggambarkan
bagaimana guru seharusnya melihat dan memperlakukan para pelajar termasuk
bagaimana seharusnya memberi respon kepada mereka. Yang dimaksud dengan sistem
pendukung ialah segala sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk
melaksanakan suatu model pembelajaran tertentu. Sedangkan dampak instruksional
ialah hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan para peserta
didik pada tujuan yang diharapkan. Adapun dampak pengiringnya ialah hasil
belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran, sebagai akibat
terciptanya suasana pembelajaran yang dialami langsung oleh peserta didik tanpa
adanya arahan langsung dari guru.
Untuk mendapatkan gambaran perihal
karakteristik umum model-model pembelajaran ini, penulis kemukakan beberapa
contoh model pembelajaran beserta karakteristik umum menurut usur-unsurnya yang
penulis anggap dapat diterapkan di lingkungan pendidikan dasar.
(a). Model Pencapaian Konsep (Concept Attainment)
Model pembelajaran Pencapaian Konsep ini mulai
dikembangkan oleh Jerome Bruner et.al. (1967), di mana model ini dilandasi oleh
asumsi bahwa lingkungan ini banyak ragam dan isinya, kita sebagai manusia mampu
membedakan objek dengan asfek-asfeknya atau menentukan kategori dan membentuk
konsep-konsep. Dengan kategori ini, kita memungkinkan dapat mengelompokkan
objek-objek dengan berdasarkan karakteristik umum. Dengan terlebih dulu
memahami konsep, kita dapat mengantisipasi dan merencanakan kegiatan-kegiatan
selanjutnya. Peoses berpikir ini oleh Bruner dkk. disebut dengan kategorisasi.
Menurut Bruner, kegiatan kategorisasi mempunyai dua komponen, yaitu kegiatan
pembentukan konsep dan kegiatan pencapaian konsep. Dalam pencapaian konsep,
konsepnya sudah ada, sedangkan dalam pembentukkan konsep ialah merupakan
kegiatan pembentukan kategori-kategori yang baru.
Pengajaran
konsep ini, akan memberikan kesempatan
untuk menganalisis proses berpikir peserta didik dan membantu mereka untuk mengembangkan
strategi yang lebih efektif. model ini akan melibatkan berbagai tingkat
partisipasi dan kontrol peserta didik. Pendidik melakukan pengendalian terhadap
aktivitas, tetapi dapat dikembangkan menjadi dialog bebas.
Dalam
pembelajaran pencapaian konsep, sebaiknya ada persyaratan yang perlu
diperhatikan dalam prosesnya, yaitu tersedianya instansi-instansi atau
contoh-contoh yang menunjukkan kesamaan-kesamaan dalam beberapa hal dan
perbedaan-perbedaannya. Peserta didik yang berhadapan dengan contoh-contoh tersebut
harus menemukan sendiri atau diberitahukan oleh guru mengenai setiap unsur dari
contoh itu. Peserta didik menemukan atau merumuskan kembali hipotesis tentang
konsep itu. Setiap contoh akan menunjukkan atau menyajikan informasi tentang
karakteristik dan nilai atribut dari konsep tersebut.
Selanjutnya
Joyce (dalam Saripudin, 1989) menjelaskan bahwa dalam prosesnya, model
pembelajaran pencapaian konsep ini memiliki sintakmatik dengan
tiga fase kegiatan, yaitu sebagai berikut di bawah ini.
1. Fase penyajian data dan identifikasi
konsep
- Pendidik menyajikan contoh yang sudah
diberi label;
- Peserta didik membandingkan ciri-ciri
dalam contoh positif dan contoh negatif;
- Peserta didik membuat definisi tentang
konsep atas dasar ciri-ciri utama/esensial;
2. Fase mengetes pencapaian konsep
- Peserta didik mengidentifikasi tambahan
contoh yang baik diberi label dengan menyatakan ya atau bukan;
- Pendidik menegaskan sifat, nama konsep,
dan menyatakan kembali definisi konsep sesuai dengan ciri-ciri yang esensial.
3. Fase menganalisis strategi berpikir
- Peserta didik mengungkapkan pemikirannya;
- Peserta didik mendiskusikan sifat dan
ciri-ciri konsep;
Untuk kepentingan praktis pembelajaran,
model ini dapat diadaptasi dalam bentuk kerangka operasional sebagai berikut (Tabel
5).
Tabel 5
MODEL PENCAPAIAN KONSEP
LANGKAH POKOK
|
KEGIATAN GURU
|
KEGIATAN PESERTA DIDIK
|
Penyajian Data
Pengetesan
Pencapaian Konsep
Analisis
Strategi Berfikir
|
-
Sajikan
contoh berlabel
- Minta dugaan
- Minta definisi
- Minta contoh lain
- Minta nama konsep
- Tanya mengapa
- Tanya Bagaimana
- Bimbing diskusi
|
-
Membandingkan
contoh positip dan negatif
-
Ajukan
dugaan
-
Berikan
definisi
-
Cari
contoh lain
-
Beri
nama konsep
-
Cari
contoh lain lagi
-
Ungkapkan
pikiran
-
Diskusikan
aneka pikiran
|
Catatan :
Diadaptasi dari (Bruner dkk : 1967)
Menyimak tabel tersebut, tergambar
secara jelas bagaimana kegiatan guru dan kegiataan peserta didik dalam proses
pembelajaran. Serta terlihat juga urutan pencapaian suatu pemahaman dari sebuah
konsep melalui pembelajaran yang dilakukan.
Sistem sosial dari
model pembelajaran ini, ditandai dengan guru melakukan pengendalian terhadap
aktivitas, tetapi dapat dikembangkan menjadi kegiatan dialog bebas. Dalam
setiap fase, interaksi peserta didik diarahkan secara intensif oleh guru. Dalam
pengorganisasian kegiatan pembelajaran ini diharapkan peserta didik akan
berinisiatif untuk melakukan proses induktif bersamaan dengan bertambahnya
pengalaman dalam melibatkan diri pada setiap proses pembelajaran. Dalam proses
interaksi pembelajaran ini, hendaknya berdasarkan pada prinsip-prinsip
pengelolaan, yaitu sebagai berikut.
-
Berikan
dukungan dengan menitik beratkan pada sifat konsep dari diskusi-diskusi yang
berlangsung.
-
Berikan
bantuan kepada peserta didik dalam mempertimbangkan sifat-sifat dan type dari
konsep yang dipelajarinya.
-
Pusatkan
perhatian para peserta didik terhadap contoh-contoh konsepnya yang lebih spesifik
-
Bantulah
peserta didik dalam mendiskusikan dan menilai strategi berfikir yang mereka
gunakan dalam pembelajaran.
Sistem Pendukung dalam model pembelajaran ini berupa sarana pendukung yang diperlukan berupa
bahan-bahan dan data yang terpilih serta terorganisasi dalam bentuk unit-unit
yang memiliki fungsi memberikan contoh-contoh dan menjelaskan konsep. Bila para
peserta didik sudah dapat berfikir kompleks, mereka akan dapat bertukar pikiran
dan bekerja sama dalam membuat unit-unit data atau memberikan contoh-contoh
lainnya
Penggunaan model pencapaian konsep ini
menurut Joyce dan Weil (1986) akan menghasilkan dampak instruksional dan dampak
pengiring yang penulis gambarkan seperti bagan di bawah ini.
Gambar 1. Dampak Instruksional dan Pengiring
Model Pencapaian Konsep (Joyce and Weil : 1986 :
39)
Berdasarkan gambar tersebut,
model pencapaian konsep akan berdampak instruksional, yakni mencapai tujuan
pemahaman pada hakikat konsep, strategi pembentukan konsep, konsep spesifik,
dan keterampilan penalaran induktif. Sedangkan dalam pembelajaran tersebut akan
dicapai juga dampak pengiring, yakni peserta didik akan menyadari akan pilihan
konsep, akan bersikap toleran pada ketidaktentuan, serta peserta didik akan peka
terhadap penalaran secara logis dalam komunikasinya sehari-hari.
(b). Model Pembelajaran Pertemuan Kelas
Model pertemuan kelas ini dikembangkan dengan
maksud untuk mengembangkan kepedulian kelompok sosial, disiplin diri dan
komitmen prilaku. Pertemuan dilakukan oleh guru dan peserta didik dalam suasana
yang menyenangkan dan tidak terbatas, tidak terikat dengan berbagai diskusi
masalah-masalah perilaku, masalah pribadi dan akademik atau berbagai isu
kurikulum.
Menurut Glasser dalam Joyce dan Weil
(1986) model ini bertolak dari pemikiran bahwa pada umumnya masalah-masalah
kemanusiaan merupakan kegagalan dari fungsi sosial dalam kerangka pemenuhan
kebutuhan dasarnya untuk mencintai dan dihargai. Kedua kebutuhan ini berakar
pada hubungan antar manusia sesuai dengannorma kehidupan kelompok. Di dalam
kelas, rasa cinta tercermin dalam bentuk tanggung jawab sosial untuk saling
membantu dan saling memperhatikan satu sama lainnya. Diyakini bahwa sekolah
telah gagal bukan di dalam menampilkan profil akademis, tetapi di dalam
memperkuat hubungan yang penuh kehangatan, konstruktif, untuk mencapai
keberhasilan. Rasa dicintai dan mencintai bagi sebagian besar manusia akan
melahirkan rasa memiliki harga diri.
Model pembelajaran ini dalam
pelaksanaannya menurut Joyce dan Weil (1986) memiliki sintakmatik dengan
enam tahap kegiatan pembelajaran, yaitu sebagai berikut di bawah ini.
Tahap Pertama :
Membangun iklim keterlibatan
1. Mendorong peserta didik untuk
berpartisipasi, dan berbicara;
2. Berbagai pendapat tanpa saling menyalahkan
atau menilai.
Tahap Kedua : Menyajikan masalah untuk didiskusikan
1. Peserta didik dan guru membawa isu atau
masalah;
2. Memaparkan masalah secara utuh;
3. Mengidentifikasi akibat yang mungkin
timbul;
4. Mengidentifikasi norma sosial.
Tahap Ketiga : Membuat keputusan nilai personal
1. Mengidentifikasi nilai yang ada di balik
masalah prilakudan norma sosial;
2. Peserta didik membuat kajian personal
tentang norma yang harus diikuti.
Tahap Keempat :
Mengidentifikasi pilihan
tindakan
1. Peserta didik mendiskusikan berbagai
pilihan atau alterbatif prilaku;
2. Peserta didik bersepakat tentang pilihan
yang ditentukannya itu.
Tahap Kelima : Membuat komentar
Peserta didik membuat komentar atau
tanggapan secara umum tentang prilaku pilihan
Tahap Keenam : Tindak lanjut prilaku
Peserta didik menguji efektifitas dari
komitmen dan prilaku bari itu, setelah periode tertentu.
Untuk kepentingan praktis pembelajaran
di kelas, model ini dapat diadaptasi dalam bentuk kerangka operasional pembelajaran
sebagai berikut (Tabel 6).
Tabel 6
MODEL PERTEMUAN KELAS
LANGKAH POKOK
|
KEGIATAN GURU
|
KEGIATAN PESERTA DIDIK
|
Menciptakan
Suasana
Menyajikan
masalah
Membuat
keputusan nilai personal
Mengidentifikasi
pilihan tindakan
Memberi komentar
Menetapkan
tindak lanjut
|
-
Ciptakan
situasi yang kondusif
-
Pancing
munculnya masalah
-
Paparkan
konteks masalah
-
Identifikasi
nilai di balik masalah
-
Pancing
munculnya alternatif tindakan
-
Pancing
komentar peserta didik
-
Kaji
komitmen peserta didik pada prilaku baru
|
-
Melibatkan
diri dalam situasi
-
Kemukakan
masalah
-
Paparkan
konteks masalah
-
Buat
keputusan nilai terkait masalah
-
Pilih
alternatif tindakan terbaik
-
Beri
komentar umum
-
Tunjukkan
komitmen terhadap prilaku
|
Catatan :
Diadaptasi dari (Glasser dalam Joyce
& Weil : 1986)
Menyimak tabel tersebut, tergambar
secara jelas bagaimana kegiatan guru dan kegiataan peserta didik dalam proses
pembelajaran. Serta terlihat juga urutan pencapaian suatu pemahaman sebuah nilai
dari perilaku untuk disepakati dan dilakukan dalam kehidupan sosial di kelasnya
melalui pembelajaran yang dilakukan. Serta belajar bagaimana melakukan dan
mentaati komitmen yang telah disepakati tersebut.
Sistem Sosial dari model
pembelajaran ini diorganisasikan secara terstruktur sedang, kepemimpinan dan
tanggung jawab untuk membimbing interaksi terletak di tangan guru. Walaupun
demikian diharapkan pula peserta didik dapat mengambil inisiatif dalam memilih
topik diskusi setelah mengalami beberapa aktivitas. Meskipun tanggung jawab ada
pada guru, tetapi keputusan moral terletak pada diri peserta didik. Adapun prinsip yang perlu dipegang dalam
pelaksanaan model pembelajaran ini ialah : 1) Melibatkan peserta didik dengan
menumbuhkan suasana yang hangat, personal, menarik, dan hubungan yang peka
dengan peserta didik; 2) Dengan sikap
tidak menentukan, guru harus menerima tanggung jawab untuk mendiagnosis prilaku
belajar; 3) Kelas sebagai satu kesatuan
memilih dan mengikuti alternatif prilaku yang ada.
Sistem Pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan model
ini ialah guru yang memiliki kepribadian yang hangat dan terampil dalam
mengelola hubungan interpersonal dan diskusi kelompok. Ia juga harus mampu
untuk menciptakan iklim kelas yang teerbuka dan tidak bersifat defensif atau
selalu bertahan diri, dan pada saat bersamaan ia mampu membimbing kelompok
menuju penilaian prilaku dan komitmen.
Penggunaan model peserta didikan ini
menurut Joyce dan Weil (1986) akan menghasilkan dampak instruksional dan dampak
pengiring yang penulis gambarkan seperti bagan di bawah ini.
Gambar 2. Dampak Instruksional dan Pengiring
Model Pencapaian Konsep (Joyce and Weil : 1986 :
213)
Berdasarkan gambar tersebut,
model pertemuan kelas akan berdampak instruksional, yakni mencapai tujuan dan
evaluasi serta membentuk kemandirian dan
pengarahan diri. Sedangkan dalam pembelajaran tersebut akan dicapai juga dampak
pengiring, yakni peserta didik akan menyadari dan menampakkan sikap keterbukaan
dan mendahulukan keutuhan kelas.
(c). Model Pembelajaran Investigasi
Kelompok
Model pembelajaran ini berpangkal tolak dari
pemikiran John Dewey (1916) yang menyatakan bahwa keseluruhan kehidupan sekolah
harus ditata sebagai bentuk kecil atau
miniatur kehidupan demokrasi. Untuk hal tersebut peserta didik seharusnya memperoleh
kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan sistem sosialdalam rangka
memperbaiki kehidupan masyarakat. Dalam kerangka itu, menurut Joyce dan Weil
(1986) suasana kelas merupakan analogi dari kehidupan masyarakat yang di
dalamnya memiliki tata tertib dan budaya kelas. Peserta didik senantiasa
memperhatikan kehidupan yang berkembang di sana yaitu mengenai ketentuan dan
harapan yang ditanamkan di kelasnya. Oleh karena itu guru sebaiknya berupaya
untuk menciptakan suasana yang memungkinkan tumbuhnya kehidupan kelas seperti
itu.
Model pembelajaran investigasi
kelompok ini mengambil model yang berlaku dalam masyarakat, terutama cara
anggota masyarakat melakukan proses mekanisme sosial melalui serangkaian
kesepakatan sosial. Melalui kesepakatan inilah peserta didik mempelajari
pengetahuan akademis dan mereka melibatkan diri dalam pemecahan masalah sosial
dengan tiga konsep utama yaitu penelitian, pengetahuan, dan dinamika belajar
kelompok. Adapun sintakmatik atau langkah pembelajarannya model ini
memiliki enam tahap, yaitu :
- Tahap Pertama : Peserta didik berhadapan dengan situasi yang problematis.
- Tahap Kedua : Peserta didik melakukan eksplorasi sebagai respon terhadap situasi yang problematis tersebut.
- Tahap Ketiga : Peserta didik merumuskan tugas-tugas belajar (learning taks) dan kemudian mengorganisasikannya untuk membangun suatu proses penelitian.
- Tahap Keempat : Peserta didik melakukan kegiatan belajar individu dan kelompok.
- Tahap Kelima : Peserta didik menganalisis kemajuan dan proses yang dilakukan dalam proses penelitian kelompok itu.
- Tahap Keenam : Melakukan proses pengulangan kegiatan (recycle activities)
Untuk kepentingan praktis pembelajaran
di kelas, model ini dapat diadaptasi dalam bentuk kerangka operasional
pembelajaran sebagai berikut (Tabel 7).
Tabel 7
MODEL INVESTIGASI KELOMPOK
LANGKAH POKOK
|
KEGIATAN GURU
|
KEGIATAN PESERTA DIDIK
|
Situasi
Bermasalah
Eksplorasi
Perumusan Tugas
Belajar
Kegiatan
Belajar
Analisis
Kemajuan
Daur Ulang
|
-
Sajikan
situasi bermasalah
-
Bimbing
proses eksplorasi
-
Pacu
diskusi kelompok
-
Pantau
kegiatan belajar
-
Cek
kemajuan belajar kelompok
-
Dorong
tindak lanjut
|
-
Amati
situasi bermasalah
-
Jelajahi
permasalahan
-
Temukan
kunci permasalahan
-
Rumuskan
apa yang harus dilakukan
-
Atur
pembagian tugas dalam kelompok
-
Belajar
individual dan kelompok
-
Cek
tugas yang harus dikerjakan
-
Cek
proses dan hasil penelitian kelompok
-
Lakukan
tindak lanjut
|
Catatan :
Diadaptasi dari (Joyce & Weil :
1986)
Sistem sosial yang berlangsung dalam model ini bersifat
demokratis yang ditandai oleh keputusan-keputusan yang dikembangkan dalam konteks masalah yang menjadi titik sentral
kegiatan pembelajaran. Kegiatan kelompok dilakukan dengan arahan minimal dari
guru, sehingga suasana kelas akan tidak begitu terstruktur. Iklim kelas
ditandai oleh proses interaksi yang bersifat kesepakatan atau kensensus.
Sistem pendukung berupa sarana yang diperlukan dalam
pelaksanaan model ini adalah segala sesuatu yang menyentuh kebutuhan peserta
didik dalam rangka memecahkan permasalahan. Sebaiknya tersedia perpustakaan
yang cukup menyediakan sumber informasi yang diperlukan peserta didik.
Penggunaan model pembelajaran ini
menurut Joyce dan Weil (1986) akan menghasilkan dampak instruksional dan dampak
pengiring yang penulis gambarkan seperti bagan di bawah ini.
Gambar 3.Dampak Instruksional dan Pengiring
Model Investigasi Kelompok (Joyce and Weil : 1986
: 237)
Berdasarkan gambar tersebut,
model investigasi kelompok ini akan berdampak instruksional, yakni mencapai
tujuan membangun pengetahuan pada diri peserta didik, melatih disiplin dalam
penelitian, serta belajar hidup berkelompok. Sedangkan dalam pembelajaran
tersebut akan dicapai juga dampak pengiring, yakni peserta didik akan menyadari
akan keterikatan hidup dengan orang lain, menghormati sesama, perlunya
komitmenhidup dalam kelompok, serta merasa bebas sebagai peserta didik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar