Laman

06 Februari 2012

Literasi sains dan teknologi

Literasi Sains dan Teknologi
Oleh: Sri Hendrawati

Pada tahun 1993 UNESCO mengadakan International Forum on Scentific and Technological Lietacy for All di Paris yang dihadiri oleh hampir 500 orang peserta sebagai perwakilan dari 48 negara termasuk Indonesia, melalui masukan dari peserta disepakati bahwa salah satu alternatif untuk membangun masyarakat yang memiliki literasi sains dan teknologi adalah menggunakan STS dalam pembelajaran di sekolah dan penyuluhan di masyarakat. Juga disepakati agar guru/dosen mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melaksanakan ”far transfer of learning” yang berarti mampu mentrasfer pengalaman belajar ke dalam situasi di luar sekolah yakni situasi di masyarakat (Poedjiadi, 2005)

Bloch E (dalam Poedjiadi, 2005) menyatakan bahwa literasi sains dan teknologi adalah suatu kebutuhan dan tantangan, karena keduanya memainkan peranan penting dalam kehidupan, terutama untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Dengan literasi sains dan teknologi dapat memberikan informasi dasar untuk mengembangkan pengambilan keputusan. Literasi sains dan teknologi ini berfokus pada implikasi dari problem dalam masyarakat yang bersifat lokal, regional, maupun nasional.

Selanjutnya, Poedjiadi (2005) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki literasi sains dan teknologi adalah yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah menggunakan konsep-konsep sains yang diperoleh dalam pendidikan sesuai jenjangnya, mengenal produk teknologi yang ada disekitarnya beserta dampaknya, mampu menggunakan produk teknologi dan memeliharanya, kreatif membuat hasil teknologi yang disederhanakan dan mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai dan budaya masyarakat. Pada dasarnya pendekatan pembelajaran sains teknologi masyarakat merupakan pembelajaran dalam konteks masyarakat dan bermuatan nilai, dengan harapan agar peserta didik dapat meningkatkan kualitas hidupnya sebagai individu maupun sebagai mahluk sosial. Sedangkan literasi teknologi yaitu: tahu menggunakan produk teknologi dan memeliharanya, sadar tentang proses teknologi dengan prinsipnya, sadar tentang akibat teknologi terhadap manusia dan masyarakat serta mampu membuat hasil teknologi alternatif yang sederhana.

Paul de Hart (dalam Poedjiadi, 2005) mengemukakan bahwa literasi sains berarti memahami sains dan aplikasinya bagi kehidupan masyarakat. Kemudian sebagai karateristik dari orang yang memiliki literasi sains yaitu: (1) mempunyai pengetahuan yang cukup tentang fakta, konsep, teori sains dan kemampuan untuk mengaplikasikannya. (2) mempunyai pemahaman tentang sains dan melek sains, mempunyai sikap positif terhadap sains dan teknologi. (3) apresiasi terhadap nilai sains dan teknologi dalam masyarakat serta memahami hubungan sains dan teknologi masyarakat. (4) menyelesaikan masalah-masalah dan mengambil keputusan dengan menggunakan ketrampilan proses sains. (5) mampu membuat keputusan berdasarkan nilai tentang masalah-masalah masyarakat.(6) mampu mengaplikasikan bekerja dan berperan dalam masyarakat. (7) mempunyai pandangan yang lebih baik terhadap lingkungan. Sedangkan literasi teknologi adalah memiliki kemampuan melaksanakan teknologi dengan didasari kemampuan mengidentifikasi, menyadari efek hasil teknologi, memiliki sikap dan kemampuan fisik menggunakan alat dengan aman, tepat, efisien dan efektif.

Selanjutnya, Rubba (1993) menyatakan bahwa karakteristik individu yang memiliki literasi sains adalah sebagai berikut: (a) bersikap positif terhadap sains, (b) mampu menggunakan proses sains, (c) berpengetahuan luas tentang hasil-hasil riset, (d) memiliki pengetahuan tentang konsep dan prinsip sains, serta mampu menerapkannya dalam teknologi dan masyarakat, (e) memiliki pengertian hubungan antara sains, teknologi, masyarakat dan nilai-nilai manusia, (f) berkemampuan membuat keputusan dan terampil menganalisis nilai untuk pemecahan masalah-masalah masyarakat yang berhubungan dengan sains tersebut.
Dalam pembelajaran IPA suatu pendekatan yang selalu mengacu kepada masalah lingkungan dapat mengembangkan literasi sains dan teknologi adalah pendekatan STM. Dasar dari pendekatan sains teknologi masyarakat adalah teori belajar konstruktivisme yang pada pokoknya menggambarkan bahwa siswa membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungannya (Bell, 1993)

Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget (dalam Sanjaya, 2006) yang mengatakan bahwa pengetahuan dikonsktruksi oleh siswa dengan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri. Untuk itu tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan: (1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa; (2) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri; dan (3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

Dengan pendekatan pembelajaran STM, siswa diberi kesempatan sebanyak-banyaknya untuk memperoleh pengalaman nyata, mengembangkan gagasannya sehingga siswa akan terbiasa sekaligus mampu membangun pengetahuannya sendiri secara aktif tentang fenomena-fenomena alam yang ditemuinya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk lebih mengaktualisasikan penggunaan pendekatan sains teknologi masyarakat dalam pengajaran IPA maka Poedjiadi (2005) menyarankan langkah-langkah sebagai berikut: (1) tahap pendahuluan, pada tahap ini guru menggali pengetahuan siswa mengenai masalah-masalah atau masalah yang ada di masyarakat dengan cara memberikan pertanyaan yang memicu terjadinya diskusi antar siswa, tahap ini juga disebut sebagai tahap inisiasi, apersepsi, invitasi, atau eksplorasi. (2) tahap pembentukan konsep, setelah guru mengetahui pemahaman konsep siswa tentang masalah-masalah atau masalah yang ada di masyarakat guru melanjutkan pembelajaran dengan pembentukan konsep melalui diskusi antar siswa dengan bimbingan guru. Dalam tahap ini guru memberikan pemantapan konsep agar tidak terjadi miskonsepsi pada diri siswa. (3) tahap kemampuan aplikasi sains, pada tahap ini diharapkan agar siswa harus mampu mengaplikasikan konsep yang telah mereka pahami ke dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. (4) tahap pemantapan konsep, dalam melaksanakan pemantapan konsep guru menggunakan pendekatan diskusi yaitu membahas tentang materi yang telah dipelajari dengan cara memberikan pertanyaan kepada siswa juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan. Dengan demikian pemantapan konsep ini dapat dilaksanakan oleh guru di tengah-tengah proses pembelajaran, baik pada tahap pembentukan konsep maupun pada tahap kemampuan aplikasi sains. (5) tahap penilaian, setelah guru melakukan pemantapan konsep dan merasa yakin bahwa siswa telah paham, maka guru melakukan penilaian untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran. Penilaian hendaknya mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar