Menurut Udin Syaefudin Saud, faktor-faktor yang dianggap esensial dalam mendukung efektivitas implementasi MBS secara praktis di tingkat sekolah mencakup aspek-aspek berikut ini:
1. Kewenangan dan Otonomi Institusi Sekolah Yang Jelas
Pelaksanaan MBS di tingkat sekolah perlu didasari dan didukung oleh adanya kewe-nangan institusi sekolah yang jelas dalam pengembangan program-program sekolah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan kebutuhan pencapaian tujuan pendidikan yang dikehendaki. Sekolah perlu diberikan kewenangan yang jelas dan luas untuk menetapkan visi, misi, dan tujuan-tujuan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan masyarakat di sekitar sekolah. Sekolah juga perlu merniliki kewenangan untuk memberdayakan berbagai potensi yang tersedia di sekolah sesuai dengan prioritas kebutuhan sekolah dalam pelaksanaan program-program sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan yang dikehendaki. Kewenangan yang diberikan kepada sekolah perlu dijelaskan secara rinci disertai tugas dan tanggungjawabnya. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab kepada sekolah dan lembaga yang lebih tinggi harus ditetapkan dalam dokumen yang disebarluaskan kepada masyarakat, sehingga masyarakat dan orangtua dapat memahami berbagai aspek yang menjadi kewenangan sekolah dalam proses pendidikan anak-anak mereka di sekolah.
Perubahan pengelolaan sekolah dengan sistem MBS akan memunculkan berbagai perubahan pada berbagai hal, salah satunya dalam kewenangan yang dimiliki sekolah. Perubahan wewenang sekolah dalam MBS meru¬pakan hal yang cukup mendasar, yang mampu membawa perubahan pada setiap unsur sekolah. Hal tersebut berimplikasi dengan munculnya kewenangan sekolah untuk merencanakan, membuat, melaksanakan, mengevaluasi,. dan mengembangkan kankulum, personil, sarana ¬prasarana, pembiayaan, dan hubungan sekolah dengan masyarakat, sehingga dapat memper¬tahankan dan meningkatkan mutu lulusan, profe¬sionalisme tenaga kependidikan, partisipasi masyarakat, kemandirian sekolah, dan manajemen internal.
Wewenang merupakan kekuatan untuk menggerakkan organisasi, hal tersebut merupakan hak kelembagaan untuk melakukan berbagai aktivitas dalam mencapai tujuan. Tanpa adanya wewenang organisasi hanyalah kumpulan orang¬-orang yang sulit untuk menggerakkan sumber daya manusia yang ada dalam kumpulan tersebut. Wewenang merupakan salah satu kunci untuk berhasilnya suatu organisasi. Keberadaan wewenang tanpa adanya kepatuhan orang lain yang ada dalam organisasi merupakan kehancuran bagi organisasi yang bersangkutan. Malayu S.P. Hasibuan (1990:65) mengungkapkan bahwa wewenang rnerupakan kunci pekerjaan manajerial, yang dapat dirinci sebagai berikut:
a. Hak yang dengannya para manajer dapat menuntut kepatuhan orang-orang bawa-hannya terhadap keputusan-keputusan, bu¬jukan-bujukan serta perintah-perintahnya.
b. Sebagai dasar bagi tanggungjawab/ kewaji¬ban dan merupakan daya pengikat dalam organisasi.
c. Penggolongan kegiatan/pekerjaan guna mencapai tujuan dan spesifikasi hubungan wewenang antara atasan dengan bawahan.
2. Praktek Kepemimpinan Demokratis dan Pengambilan Keputusan Teknis yang Partisipatif di Sekolah
Pelaksanaan MBS di tingkat sekolah memerlukan praktek-praktek kepermimpinan yang demokratis dari pimpinan sekolah dalam berbagai aspek kegiatan sekolah. Kepala Sekolah harus mampu menjadikan staf sekolah yang lain, khususnya guru-guru, sebagai suatu `team-work" yang solid untuk bekerja sama melaksanakan berbagai program sekolah. Penetapan keputusan-keputusan penting yang menyangkut program sekolah dan irnplementasinya perlu rnelibatkan seluruh staf sekolah melalui “participatif decision making process". Dengan melibatkan staf sekolah dalam proses pengambilan keputusan secara demokratis, maka diharapkan para staf memiliki tanggung jawab yang tinggi dalam pelaksanaan program-program sekolah yang berkaitan dengan tugas masing-masing staf sekolah, secara profesional.
Dalam pelaksanaan MBS kepala sekolah sangat berperan dalam menggali dan mengembangkan berbagai sumber daya, baik yang ada di sekolah (internal) maupun di luar sekolah (eksternal). Menurut udin Syaefudin Saud, seorang kepala sekolah yang diharapkan dalam MBS harus memiliki dimensi kepemimpinan mandiri dan visioner sebagai berikut:
a. Visi yang utuh
b. Membangun kepercayaan dan tanggung jawab, pengambil keputusan dan komunikasi
c. Pelayanan terbaik
d. Mengembangkan orang
e. Membina rasa persatuan dan kekeluargaan
f. Fokus pada siswa
g. Manajemen yang mengutamakan praktek
h. Penyesuaian gaya kepemirnpinan
i. Pemanfaatan kekuasaan keahlian
j. Keteladanan, ekstra inisiatif, jujur, berani, dan tawakal
3. Pemberdayaan Fasilitas Pendidikan yang Efektif dalam Mendukung Program Pembelajaran
Pelaksanaan MBS untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa perlu didukung oleh kelayakan fasilitas belajar yang ada di sekolah. Kepala sekolah sebagai manajer sekolah harus berupaya rnemberdayakan pemanfaatan fasilitas belajar yang tersedia secara optimal. Fokus kegiatan pernberdayaan ini rneliputi: pengadaan, pemanfaatan, penggalian, maupun monitoring penggunaan fasilitas belajar yang ada dan dapat disediakan untuk mendukung kelancaran dan keberhasilan pembelajaran siswa. Kepala Sekolah dituntut untuk bekerjasama dengan berbagai pihak yang terkait untuk menyediakan ataupun mengupayakan tersedianya fasilitas belajar yang dibutuhkan siswa, baik ruang belajar, laboratorium, perpustakaan dengan segala koleksinya, maupun fasilitas pendukung lainnya. Pemberdayaan fasilitas ini merupakan peluang dan tantangan bagi pimpinan sekolah dan guru untuk menentukan prioritas pengadaan sesuai dengan dana yang tersedia.
Hal yang paling utama menjadi tantangan sekolah dalam mengimplemetasikan MBS adalah capacity, building dalam melaksanakan model manajemen ini dengan memperhatikan sumber daya pendidikan (Umaedi, 2000). Hal ini dikarenakan MBS akan sangat bergantung pada faktor leadership dan ketersediaan resources yang memadai dalam arti personil yang profesional serta sarana-prasarana. Djam'an Satori (2000:7) menyatakan bahwa ketersediaan fasilitas belajar, seperti untuk kepentingan olah raga, kesenian atau fasilitas lainnya yang menunjang mutu pengalaman belajar siswa sebagai "a place for a better learning" , sekolah memiliki kewajiban menyediakan setiap fasilitas yang mendukung implementasi kurikulum, seperti laboratoriurn, perpustakaan, fasilitas olah raga dan kesenian, dan fasilitas lainnya untuk pengembangan aspek kepribadian. Selain itu, karena sekolah didirikan untuk melayani siswa belajar, maka siswa hendaknya diperlakukan sebagai pihak yang harus menikmati penggunaan setiap fasilitas yang tersedia di sekolah.
4. Pengembangan Kinerja Profesional dan Budaya Kerja "Team-Work" antara Pimpinan Sekolah dan Guru
Pelaksanaan MBS yang efektif memerlukan budaya kerja yang bersifat `team-work" antara pimpinan sekolah, guru-guru, dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam pelaksanaan program-program sekolah. Pimpinan sekolah perlu menciptakan suasana kerja yang kondusif bagi guru dan siswa untuk bekerja secara optimal dalam berbagai kegiatan yang mendukung peningkatan proses dan hasil belajar siswa. Budaya kerja yang bersifat `team-work" ini akan tercipta dengan balk apabila orang memahami tugas dan tanggungjawabnya secara pasti dalam mencapai tujuan-tujuan sekolah.
Selain itu, pimpinan sekolah dan guru dituntut untuk menunjukkan kinerja profesional yang tinggi dalam pekerjaannya. Dalam MBS, setiap orang tuntut untuk bekerja secara profesional sesuai dengan tugas dan peranannya masing-masing secara propor¬sionaL Kepala Sekolah sebagai manajer dituntut untuk merniliki kemampuan dan kinerja yang tinggi sebagai manajer yang mengatur penyelenggaraan sekolah sesuai dengan tuntutan atau target yang disepakati. Guru sebagai fasilitator belajar yang profesional dituntut untuk menyelenggarakan kegiatan pembelajaran siswa sesuai dengan program-program belajar yang ditetapkan.
Dengan adanya peningkatan partisipasi staf maupun masyarakat dalarn hal pengambilan keputusann, kepala sekolah perlu strategi tertentu yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kontri¬busi pihak-pihak tersebut terhadap keputusan yang akan diambil. Strategi yang tepat juga diperlukan oleh kepala sekolah dalam pengarnbilan keputusan terhadap aspek-aspek pengelolaan sekolah yang mencakup kebijakan sekolah yang dihasilkan dalarn rapat bersama dengan pihak "stakeholder" yang terhimpun dalam dewan sekolah, seperti peningkatan kualitas proses belajar mengajar, kesejahteraan personil, peningkatan hubungan dengan masyarakat, dan lain-lain. Ini bukanlah merupakan hal yang mudah sebab pada akhirnya akan berimplikasi langsung terhadap efektivitasnya dalam rnernirnpin sekolah. Hal tersebut senada dengan pernyataan Patterson (1996:18) bahwa: Kepala sekolah yang menerapkan MBS harus
memberikan kesempatan seluas mungkin kepada seluruh anggota staf sekolah (guru-guru) dan pihak pihak terkait, berpartisipasi secara aktif dalam decision making, menghargai perbedaan-perbedaan pendapat para partisipan dalam perspektif pemahaman secara mendalam tentang realitas sekolahnya, menghargai para partisipan dalam merefleksikan seluruh gagasan dan pikirannya serta bersikap tulus dan terbuka terhadap kesalahan yang diperbuat oleh partisipan dalam pengambilan keputusan.
5. Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua yang Tinggi dan Intensif
Pelaksanaan MBS akan efektif apabila masyarakat dan orangtua rnemberikan dukungan dan partisipasi yang tinggi terhadap program-program sekolah. Partisipasi masyarakat dan orangtua yang tinggi merupakan wujud kepedulian dan tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan anak di se¬kolah. Tingginya tingkat partisipasi masyarakat dan orangtua ini terlihat dalam berbagai wujud kegiatan, antara lain: keterlibatan secara aktif dalam dewan sekolah yang bertugas merumuskan visi, misi, dan program kerja sekolah, menyediakan berbagai bentuk bantuan finansial dan non-finansial untuk mendukung pelaksanaan program sekolah, melakukan 'control dan pengawasan terhadap pelaksanaan program-program sekolah yang disepakati, dan menyediakan dukungan bagi peningkatan anggaran pendidikan dan pemerintah setempat dengan berbagai strategi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar