Ciri-ciri
Kepemimpinan TQM Dalam Kependidikan
Oleh: Sri Hendrawati
Seni kepemimpinan dalam
kependidikan adalah menanamkan pengaruh kepada guru agar mereka melakukan
tugasnya sepenuh hati dan antusias. Tingkah laku pimpinan pendidikan dalam
menggerakkan organisasi secara efektif menurut Russel,et al (1985) adalah
melakukan paeran aktif dalam kegiatan pengemabngan staf, memperbaiki unjuk
kerja pengajaran, melakukan kepemimpinan pengajaran langsung pada guru dan
konselor, meyakinkan bahwa unjuk kerja guru di kelas dievaluasi dan menjadi
model tokoh yang efektif. Pemimpin instruksional
dituntut untuk memiiki kemampuan menggerakkan semua personel dalam satuan
pendidikan atau sekolah dalam melaksanakan tugas pembelajaran sesuai dengan
prinsip-prinsip paedagogik.
Untuk
menerapkan TQM
dalam suatu organisasi diperlukan adanya kepemimpinan yang ciri-cirinya berbeda
dengan kepemimpinan yang tidak untuk meraih mutu. TQM diterapkan dalam organisasi yang melihat tugas
organisasinya tidak sekedar melaksanakan tugas rutin, yang sama saja dari hari
ke hari berikutnya. Semua sudah ditentukan standarnya, dan kalau kinerja sudah
sesuai standar maka bereslah segalanya. TQM juga mengenal standar kinerja, tetapi bedanya standar
ini bersifat dinamis, artinya standar itu selalu bisa ditingkatkan. Sehingga
memungkinkan terjadinya peningkatan mutu secara berkelanjutan. Untuk itu TQM memerlukan kepemimpinan yang mempu-nyai ciri-ciri yang
agak khusus seperti yang akan dibahas berikut ini.
1. Fokus
pada Kelompok.
Keberhasilan
peningkatan mutu suatu sekolah tidak hanya ditentukan oleh orang per seorangan
melainkan meliputi kinerja seluruh elemen di dalamnya. Kepemimpinan lebih diarahkan kepada kelompok kerja yang
memiliki tugas atau fungsi masing-masing, tidak memfokuskan kepada individu. Hal ini akan berakibat tumbuh
berkembangnya kerjasama dalam kelompok. Motivasi individu akan menjadi tugas
semua orang dalam kelompok, jadi kelompok kerja menjadi sumber motivasi bagi
setiap anggota dalam kelompok. Karena pimpinan selalu menilai kinerja kelompok,
bukan individu, maka masing-masing kelompok akan berusaha memacu kerjasama yang
sebaik-baiknya, kalau perlu dengan menarik-narik teman sekelompoknya yang
kurang benar kerjanya.
2. Melimpahkan
wewenang untuk membuat keputusan.
Kepemimpinan TQM tidak selalu membuat keputusan sendiri
dalam segala hal, tetapi hanya melakukannya dalam hal-hal yang akan lebih baik
kalau dia yang memutuskannya. Sisanya diserahkan wewenangnya kepada
ke-lompok-kelompok yang ada di bawah pengawasannya. Hal ini dilakukan terutama
untuk hal-hal yang menyangkut cara melaksanakan pekerjaan secara teknis.
Orang-orang yang ada dalam kelompok-kelompok kerja yang sudah mendapatkan
pelatihan dan sehari-hari melakukan pekerjaan itulah yang lebih tahu bagaimana
melakukan pekerjaan dan karenanya menjadi lebih kompeten untuk membuat
keputusan dari pada sang pimpinan.
3. Merangsang
kreativitas
Setiap upaya meningkatkan mutu kinerja, apakah itu dalam
mengha-silkan barang atau menghasilkan jasa, pada dasarnya selalu
diperlukan adanya perubahan cara kerja. Jadi kalu diinginkan adanya mutu yang
lebih baik jangan takut menghadapi perubahan, se-bab tanpa perubahan tidak akan
terjadi peningkatan mutu kinerja. Perubahan bisa diciptakan oleh pemimpin,
tetapi tidak perlu harus selalu berasal dari pimpinan, sebab kemampuan
pemim-pinpun terbatas. Oleh karena itu pemimpin justru perlu merangsang
timbulnya kreativitas di ka-langan orang-orang yang dipimpinnya guna
menciptakan hal-hal baru yang sekiranya akan menghasilkan kinerja yang lebih
bermutu. Seorang pemimpin tidak selayaknya memaksakan ide-ide lama yang sudah
terbukti tidak dapat menghasilkan mutu kinerja seperti yang diharap-kan. Setiap
ide baru yang dimaksudkan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih bermutu dari
manapun asalnya patut disambut baik. Orang-orang dalam organisasi harus dibuat
tidak takut untuk berkreasi, dan orang
yang terbukti menghasilkan ide yang bagus harus diberi pengakuan dan
penghargaan.
4. Memberi semangat dan motivasi untuk berinisiatif dan
berinovasi.
Seorang pimpinan TQM selalu mendambakan pembaharuan, sebab dia
tahu bahwa hanya dengan pembaharuan akan dapat dihasilkan mutu yang lebih baik.
Oleh karena itu dia harus selalu mendorong semua orang dalam organisasinya
untuk berani melakukan inovasi-inovasi, baik itu menyangkut cara kerja maupun
barang dan jasa yang dihasilkan. Tentu semua itu dilakukan melalui proses uji
coba dan evaluasi secara ketat sebelum diadopsi secara luas dalam
organisasi. Sebaliknya seorang pimpinan
tidak sepatutnya mempertahankan kebiasaan-kebiasaan kerja lama yang sudah
terbukti tidak menghasilkan mutu seperti yang diharapkan olah organisasi maupun
oleh para pe-langgannya.
5. Memikirkan
program penyertaan bersama
TQM selalu mengupayakan adanya kerjasama dalam tim,
kelompok, atau dalam unit-unit organisasi. Program-program mulai dari tahap
peren-canaan sampai ke pelaksanaan dan evaluasinya dilaksanakan melalui
kerjasama, dan bukan pro-gram sendiri-sendiri yang bersifat individual. Adanya
sistem kerja yang didasari oleh kerjasama dalam tim, kelompok atau unit itu
harus selalu menjadi pemikiran para pimpinan TQM. Dasarnya adalah pengikut-sertaan semua orang dalam
kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan ba-kat, minat dan kemampuan masing-masing
orang. Orang adalah aset terpenting dalam organisasi dan karena itu setiap
orang yang ada harus dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan penca-paian
tujuan organisasi.
6. Bertindak
proaktif
Pemimpin TQM selalu bertindak proaktif yang bersifat preventif dan
an-tisipatif. Pemimpin TQM tidak hanya bertindak reaktif yang mulai mengambil
tindakan bila su-dah terjadi masalah.
Pimpinan yang proaktif selalu bertindak untuk mencegah munculnya masa-lah dan
kesulitan di masa yang akan datang.
Setiap rencana tindakan sudah difikirkan akibat dan konsekuensi yang bakal
muncul, dan kemudian difikirkan bagaimana cara untuk mengeliminasi hal-hal yang
bersifat negatif atau sekurang berusaha meminimalkannya. Dengan demikian
ke-hidupan organisasi selalu dalam pengendalian pimpinan dalam arti semua sudah
dapat diper-hitungkan sebelumnya, dan
bukannya memungkinkan munculnya masalah-masalah secara me-ngejutkan dan menimbulkan
kepanikan dalam organisasi. Tindakan yang reaktif biasanya sudah terlambat atau
setidaknya sudah sempat menimbulkan kerugian atau akibat negatif lainnya.
7. Memperhatikan
sumberdaya manusia.
Sudah dikatakan sebelumnya bahwa orang adalah sumberdaya yang paling utama dan paling berharga
dalam setiap organisasi. Oleh karena itu SDM harus selalu mendapat perhatian
yang besar dari pimpinan TQM dalam arti selalu diupa-yakan untuk lebih diberdayakan
agar kemampuan-kemampuannya selalu meningkat dari waktu ke waktu. Dengan
kemampuan yang meningkat itulah SDM itu dapat diharapkan untuk mening-katkan mutu kinerjanya.
Program-program pelatihan, pendidikan dan lain-lain kegiatan yang bersifat
memberdayakan SDM harus dilembagakan dalam arti selalu direncanakan dan
dilaksa-nakan bagi setiap orang secara bergiliran sesuai keperluan dan situasi.
8. Bicara
tentang adanya persaingan ketat.
Bila berbicara tentang mutu tentu akan terlintas adanya
mutu yang tinggi dan mutu yang rendah. Bila dikatakan bahwa kinerja suatu organisasi itu tinggi tentu karena dibandingkan dengan
mutu organisasi lain yang kenyataannya lebih rendah. Artinya mutu tentang
segala sesuatu itu sifatnya relatif, bukan absolut. Setidaknya begitulah
pengertian mutu menurut TQM. Pimpinan dalam TQM dianjurkan melakukan pem-bandingan dengan organisasi
lain, membandingkan mutu organisasinya dengan mutu organisasi lain yang sejenis. Kegiatan ini disebut benchmarking. Pimpinan TQM selalu berusaha menya-mai mutu kinerja organisasi lain
dan kalau bisa bahkan berusaha melampaui mutu organisasi lain. Bila pimpinan
berbicara tentang mutu organisasi lain dan kemudian ingin menyamai atau
melebihi mutu organisasi lain itu, berarti pmpinan itu berbicara tentang
persaingan. Setiap organisasi berusaha mendapatkan pelanggan yang lebih banyak
dan yang berciri lebih baik. Usaha ini hanya akan berhasil kalau organisasi itu
mampu berkinerja yang mutunya lebih tinggi dari organisasi lain. Ini
persaingan. TQM
dikembangkan untuk memenangkan persaingan. Oleh karena itu pimpinan TQM selalu harus menyadari adanya persaingan
dan berbicara tentang itu dengan orang-orang dalam organisasinya.
9. Membina
karakter, budaya dan iklim organisasi.
Karakter suatu organisasi tercermin dari pola sikap dan
perilaku orang-orangnya. Sikap dan perilaku organsasi yang cenderung
menim-bulkan rasa senang dan puas pada
fihak pelanggan-pelanggannya perlu dibina oleh pimpinan. Demikian pula budaya
organisasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai tertentu yang relevan dengan mutu
yang diinginkan oleh organisasi itu juga perlu dibina. Misalnya dalam lembaga
pendidikan perlu dikembangkan budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai
belajar, kejujuran, kepelayanan, dan sebagainya. Nilai-nilai yang merupakan
bagian dari budaya organisasi itu harus menjadi pedoman dalam bersikap dan
berperilaku dalam organisasi. Namun demikian ka-rakter dan budaya organisasi
itu hanya akan tumbuh dan berkembang bila iklim organisasi itu menunjang. Olah
karena itu pimpinan juga harus selalu membina iklim organisasinya agar
kon-dusif bagi tumbuh dan berkembangnya karakter dan budaya organisasi tadi.
Misalnya dengan menciptakan dan melaksanakan sistem penghargaan yang mendorong
orang untuk bekerja dan berprestasi lebih baik. Atau pimpinan yang selalu
berusaha berperilaku sedemikian rupa hingga dapat menjadi model yang selalu
dicontoh oleh orang-orang lain.
10. Kepemimpinan
yang tersebar.
Pemimpin TQM tidak berusaha memusatkan kepemimpinan pada dirinya, tetapi akan menyebarkan
kepemimpinan itu pada orang-orang lain,
dan hanya me-nyisakan pada dirinya yang
memang harus dipegang oleh seorang pimpinan. Kepemimpinan yang dimaksudkan
adalah pengambilan keputusan dan pengaruh pada orang lain. Pengambilan tentang
kebijaksanaan organisasi tetap ditangan pimpinan-atas, dan lainnya yang
bersifat operasional atau bersifat teknis disebarkan kepada orang-orang lain
sesuai dengan kedudukan dan tugasnya. Dalam banyak hal bahkan pengambilan
keputusan itu diserahkan kepada tim atau kelompok kerja tertentu. Dengan
demikian ketergantungan organisasi pada pimpinan akan sangat kecil, tetapi sebagian besar dari orang-orang
dalam organisasi itu memiliki kemandirian yang tinggi. Kondisi semacam ini
tentu saja akan tercapai melalui penerapan TQM yang baik dan benar, dan setelah melalui proses
pembinaan yang panjang.
Makin banyak dari kesepuluh ciri itu yang diterapkan oleh pimpinan TQM semakin baiklah mutu kepemimpinannya, dalam arti makin
baiklah suasana kerja yang kondusif untuk terciptanya mutu, dan makin kuatlah
dorongan yang diberikan kepada orang-orang dalam orga- nisasinya untuk
meningkatkan mutu kinerjanya. Kesepuluh hal tersebut perlu dihayati dan
di-praktekkan oleh semua pimpinan , dari yang tertinggi sampai yang terrendah,
sehingga akhirnya akan menjelma menjadi pola tindak yang normatif dari semua
unsur pimpinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar