Laman

10 Desember 2010

TOTAL QUALITY MANAGEMENT

TOTAL QUALITY MANAGEMENT DALAM PENDIDIKAN (2)
OLEH:
SRI HENDRAWATI, M.PD

ULASAN 2

TUJUAN, PRINSIP, DAN UNSUR UTAMA TQM

Tujuan utama TQM adalah meningkatkan mutu pekerjaan, memperbaiki produktivitas dan efisiensi. TQM sebagai suatu prosedur untuk mencapai kesuksesan, dinilai berhasil manakala mutu dari suatu pekerjaan meningkat lebih baik kualitasnya dari sebelumnya, produktivitasnya tinggi yang ditunjukkan dengan hasil kerja berupa produk/jasa lebih banyak jumlahnya dari sebelumnya, dan lebih efisien yang bisa diartikan lebih murah biaya produksinya atau input lebih kecil daripada outputnya.
Tujuan selanjutnya dari Total Quality Management adalah perbaikan mutu pelayanan secara terus-menerus. Dengan demikian, juga Quality Management sendiri yang harus dilaksanakan secara terus-menerus. Sejak tahun 1950-an pola pikir mengenai mutu terpadu atau TQM sudah muncul di daratan Amerika dan Jepang dan akhirnya Koji Kobayashi, salah satu CEO of NEC, diklaim sebagai orang pertama yang mempopulerkan TQM, yang dia lakukan pada saat memberikan pidato pada pemberian penghargaan Deming prize di tahun 1974 (Deming prize, established in December 1950 in honor of W. Edwards Deming, was originally designed to reward Japanese companies for major advances in quality improvement. Over the years it has grown, under the guidance of Japanese Union of Scientists and Engineers (JUSE) to where it is now also available to non-Japanese companies, albeit usually operating in Japan, and also to individuals recognised as having made major contributions to the advancement of quality.)

Banyak perusahaan Jepang yang memperoleh sukses global karena memasarkan produk yang sangat bermutu. Perusahaan/organisasi yang ingin mengikuti perlombaan/ bersaing untuk meraih laba/manfaat tidak ada jalan lain kecuali harus menerapkan Total Quality Management. Philip Kolter (1994) mengatakan “Quality is our best assurance of custemer allegiance, our strongest defence against foreign competition and the only path to sustair growth and earnings”.

Di Jepang, TQM dirangkum menjadi empat langkah, yaitu sebagai berikut.
- Kaizen: difokuskan pada improvisasi proses berkelanjutan (continuous Improvement) sehingga proses yang terjadi pada organisasi menjadi visible (dapat dilihat), repeatable (dapat dilakukan secara berulang-ulang), dan measurable (dapat diukur).
- Atarimae Hinshitsu: berfokus pada efek intangible pada proses dan optimisasi dari efek tersebut.
- Kansei: meneliti cara penggunaan produk oleh konsumen untuk peningkatan kualitas produk itu sendiri.
- Miryokuteki Hinshitsu: manajemen taktis yang digunakan dalam produk yang siap untuk diperdagangkan.


Menurut Hensler dan Brunell (dalam Scheuing dan Christopher,1993,pp.165-166), ada empat prinsip utama dalam TQM. Keempat prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kepuasan Pelanggan
Dalam TQM, konsep pelanggan dan mutu diperluas, sehingga dimaknai bahwa mutu tidak hanya semata-mata kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu saja, melainkan ditentukan pula oleh pelanggan. Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam berbagai aspek, termasuk di dalamnya harga, keamanan dan ketepatan waktu. Dalam konteks pendidikan, pelanggan meliputi siswa, orangtua serta masyarakat pengguna jasa dari lulusan suatu sekolah.
2. Respek Terhadap setiap Orang
Dalam TQM, karyawan dipandang sevagai individu yang unik yang memiliki talenta dan kreativitasnya masing-masing.dengan demikian karyawan memiliki nilai yang sangat berharga bagi perusahaan. Oleh karena itu karyawan diberi kesempatan untuk ikut terlibat dan berpartisipasi dalam setiap pengambilan keputusan di dalam perusahaan. Dalam konteks pendidikan, pendidik dan tenaga kependidikan merupakan asset sekolah yang sangat menentukan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan, oleh karena itu penyiapan, perekrutan dan pembinaan bagi mereka adalah upaya yang harus ditempuh dengan sungguh-sungguh untuk memberdayakannya agar efektif dan efisien.
3. Manajemen Berdasarkan Fakta
Perusahaan yang menerapkan TQM, berorientasi pada fakta. Hal ini berarti bahwa data atau dokumentasi menjadi sangat penting bagi perusahaan, sehingga tidak semata-mata mengandalkan feeling atau naluri saja. Fakta berbicara. Demikian pula halnya dalam pendidikan, data prestasi sekolah, misalnya, adalah fakta yang menentukan bagi perumusan program sekolah, perbaikan dan peningkatan kinerja sekolah selanjutnya
4. Perbaikan Berkesinambungan
Agar perusahaan dapat sukses, maka diperlukan langkah-langkah yang sistematis untuk mewujudkannya, terutama dalam melakukan perbaikan yang berkesinambungan. Langkah yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan siklus PDCA (plan-do-check-act), yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan rencana, pemeriksanaan hasil dan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh.


Menurut Slamet (1999), ada lima unsur utama dalam penerapan TQM, yaitu: (1) berfokus pada pelanggan, (2) perbaikan pada proses secara sistematik, (3) pemikiran jangka panjang, (4) pengembangan sumberdaya manusia, dan (5) komitmen pada mutu (Slamet,1999).

Manajemen mutu terpadu (TQM) berfokus pada pelanggan. Pelanggan adalah sosok yang dilayani. Perhatian dipusatkan pada kebutuhan dan harapan para pelanggan. Untuk ini setiap yang akan melaksanakan TQM harus mengetahui ciri-ciri pelanggan-pelanggannya, dan karena itu maka harus mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan dan harapan pelanggan tersebut agar bisa memuaskannya. Produk/jasa yang dibuat atau diberikan haruslah bertumpu pada pelanggan. Perbaikan pada proses secara sistematik, menunjuk pada kondisi dimana setiap kegiatan hendaknya direncanakan dengan baik, dilaksanakan secara cermat, dan hasilnya dievaluasi dibandingkan dengan standar mutu yang ditentukan sebelumnya. Selain itu, bahwa setiap prosedur kerja yang sedang dilaksanakan juga perlu ditinjau apakah telah mendatangkan hasil yang diharapkan. Bila tidak, maka prosedur itu perlu diubah dan diganti dengan yang lebih baik dan sesuai. Jadi disini, harus ada keterbukaan dan kesediaan berubah dan menggantikan hal yang lama dengan hal ayng baru jika memang diperlukan. Ini berlaku bagi multilevel, baik dari tingkat pimpinan sampai dengan staf terbawah. Pemikiran jangka panjang menunjuk pada visi dan misi lembaga. Visi dan misi lembaga harus dirumuskan dan dicapai bersama oleh segenap unsur dalam lembaga, kemana arah lembaga akan tertuju untuk jangka panjang. Suatu kegiatan staf atau siapapun dalam lembaga tersebut harus dapat ditelusuri mampu menyumbang apa dan seberapa kepada pencapaian visi dan misi lembaga. Disilah maka, untuk menerapkan TQM dipersyaratkan adanya pimpinan yang memiliki visi jangka panjang, berkemampuan kerja keras, tekun dan tabah mengemban misi, disiplin, dan memiliki sikap kepelayanan yang baik misalnya: kepedulian terhadap staf, sopan dan berbudi, sabar, bijaksana, bersahabat dan bersedia membantu sesama dalam lembaga tersebut.

Pengembangan sumberdaya manusia (SDM) menjadi kata kunci dalam penerapan TQM. Semua anggota atau bagian dari lembaga tersebut harus berusaha menguasai kompetensi sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Dalam lembaga harus terjadi suasana saling belajar, segala sumber belajar dimanfaatkan untuk meningkatkan kompetensi masing-masing staf. Bagaikan suatu bangunan, lemahnya SDM dalam bagian tertentu dalam lembaga akan mengganggupencapaian visi dan misi, sehingga harus diperbaiki/ ditingkatkan. Unsur lainnya adalah komitmen pada mutu. Semua kegiatan lembaga harus diorientasikan pada pencapaian mutu. Harus ada kesadaran dan keyakinan bagi seluruh anggota atau bagian dalam lembaga akan perlunya mutu kinerja masing-masing, dan karenanya harus ada tekat dan rasa keterikatan yang kuat untuk menjada dan meningkatkan mutu kerja masing-masing yang menyokong mutu lembaga. Dengan adanya komitmen pada mutu, akan mampu menggerakkan usaha-usaha yang terus menerus untuk meningkatkan mutu, sehingga tidak akan menyerah pada kendala-kendala dan kesulitan-kesulitan yang menghadang diperjalanan menerapkan TQM dalam rangka peningkatan mutu secara berkelanjutan.

Untuk bisa menghasilkan mutu, menurut Slamet (1999) terdapat empat usaha mendasar yang harus dilakukan dalam suatu lembaga penghasil produk/jasa, yaitu:
1. Menciptakan situasi “menang-menang” (win-win solution) dan bukan situasi “kalah-menang” diantara fihak yang berkepentingan dengan lembaga penghasil produk/jasa (stakeholders) . Dalam hal ini terutama antara pimpinan/pemilik lembaga dengan staf lembaga harus terjadi kondisi yang saling menguntungkan satu sama lain dalam meraih mutu produk/jasa yang dihasilkan oleh lembaga tersebut.
2. Perlunya ditumbuh-kembangkan adanya motivasi instrinsik pada setiap orang yang terlibat dalam proses meraih mutu produk/jasa. Setiap orang harus tumbuh motivasi bahwa hasil kegiatannya mencapai mutu tertentu yang meningkat terus menerus, terutama sesuai dengan kebutuhan dan harapan pengguna/langganan.
3. Setiap pimpinan harus berorientasi pada proses dan hasil jangka panjang. Penerapan TQM bukanlah suatu proses perubahan jangka pendek, tetapi usaha jangka panjang yang konsisten dan terus menerus.
4. Dalam menggerakkan segala kemampuan lembaga untuk mencapai mutu yang ditetapkan, harus dikembangkan adanya kerjasama antar unsur-unsur pelaku proses mencapai hasil produksi/jasa. Janganlah diantara mereka terjadi persaingan yang mengganggu proses mencapai hasil mutu tersebut. Mereka adalah satu kesatuan yang harus bekerjasama dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain untuk menghasilkan produk/jasa yang bermutu sesuai yang diharapkan.


Cara lain untuk mencapai suatu mutu dari produk/jasa, menurut Edward Deming (Salis, 1993) terdapat 14 prinsip yang harus dilakukan, yaitu:
1. Tumbuhkan terus menerus tekad yang kuat dan perlunya rencana jangka panjang berdasarkan visi ke depan dan inovasi baru untuk meraih mutu.
2. Adopsi filosofi yang baru. Termasuk didalamnya adalah cara-cara atau metode baru dalam bekerja.
3. Hentikan ketergantungan pada pengawasan jika ingin meraih mutu. Setiap orang yang terlibat karena sudah bertekat mencipkan mutu hasil produk/jasanya, ada atau tidak ada pengawasan haruslah selalu menjaga mutu kinerja masing-masing .
4. Hentikan hubungan kerja yang hanya atas dasar harga. Harga harus selalu terkait dengan nilai kualitas produk atau jasa.
5. Selamanya harus dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap kualitas dan produktivitas dalam setiap kegiatan.
6. Lembagakan pelatihan sambil bekerja (on the job training), karena pelatihan adalah alat yang dahsyat untuk pengembangan kualitas kerja untuk semua tingkatan dalam unsur lembaga.
7. Lembagakan kepemimpinan yang yang membantu setiap orang untuk dapat melakukan pekerjaannya dengan baik misalnya: membina, memfasilitasi, membantu mengatasi kendala dll.)
8. Hilangkan sumber-sumber penghalang komunikasi antar bagian dan antar individu dalam lembaga.
9. Hilangkan sumber-sumber yang menyebabkan orang merasa takut dalam organisasi agar mereka dapat bekerja secara efektif dan efisien.
10. Hilangkan slogan-slogan dan keharusan-keharusan kepada staf. Hal seperti itu biasanya hanya akan menimbulkan hubungan yang tidak baik antara atasan dan bawahan; atau lebih jauh akan menjadi penyebab rendahnya mutu dan produktivitas pada sisten organisasi; bawahan hanya bekerja sekedar memenuhi keharusan saja.
11. Hilangkan kuota atau target-target kuantitatif belaka. Bekerja dengan menekankan pada target kuantitatif sering melupakan kualitas.
12. Singkirkan penghalang yang merebut/merampas hak para pimpinan dan pelaksana untuk bangga dengan hasil kerjanya masing-masing.
13. Lembagakan program pendidikan dan pelatihan untuk pengem-bangan diri bagi semua orang dalam lembaga. Setiap orang harus sadar bahwa sebagai profesional harus selalu meningkatkan kemampuan dirinya, dan
14. Libatkan semua orang dalam lembaga ikut dalam proses transformasi menuju peningkatan mutu. Ciptakan struktur yang memungkinkan semua orang bisa ikut serta dalam usaha memperbaiki mutu produk/jasa yang diusahakan.


Pendapat lain tentang bagiamana mencapai mutu yaitu dari Philip Crosby ( Salis, 1993), bahwa terdapat 14 langkah, meliputi:
a. Komitmen pada pimpinan. Inisiatif pencapaian mutu pada umumnya oleh pimpinan dan dikomunikasikan sebagai kebijakan secara jelas dan dimengerti oleh seluruh unsur pelaksana lembaga.
b. Bentuk tim perbaikan mutu yang bertugas merumuskan dan mengendalikan program peningkatan mutu.
c. Buatlah pengukuran mutu, dengan cara tentukan baseline data saat program peningkatan mutu dimulai, dan tentukan standar mutu yang diinginkan sebagai patokan. Dalam penentuan standar mutu libatkanlah pelanggan agar dapat diketahui harapan dan kebutuhan mereka.
d. Menghitung biaya mutu. Setiap mutu dari suatu produk/jasa dihitung termasuk didalamnya antara lain: kalau terjadi pengulangan pekerjaan jika terjadi kesalahan, inspeksi/supervisi, dan test/ percobaan.
e. Membangkitkan kesadaran akan mutu bagi setiap orang yang terlibat dalam proses produksi/jasa dalam lembaga.
f. Melakukan tindakan perbaikan. Untuk ini perlu metodologi yang sistematis agar tindakan yang dilakukan cocok dengan penyelesaian masalah yang dihadapi, dan karenanya perlu dibuat suatu seri tugas-tugas tim dalam agenda yang cermat. Selama pelaksanaan sebaiknya dilakukan pertemuan regular agar didapat feed back dari mereka.
g. Lakukan perencanaan kerja tanpa cacat (zero deffect planning) dari pimpinan sampai pada seluruh staf pelaksana.
h. Adakan pelatihan pada tingkat pimpinan (supervisor training) untuk mengetahui peranan mereka masing-masing dalam proses pencapaian mutu, teristimewa bagi pimpinan tingkat menengah. Lebih lanjut juga bagi pimpinan tingkat bawah dan pelaksananya.
i. Adakan hari tanpa cacat, untuk menciptakan komitmen dan kesadaran tentang pentingnya pengembangan staf.
j. Goal Setting. Setiap tim/bagian merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan tepat dan harus dapat diukur keberhasilannya.
k. Berusaha menghilangkan penyebab kesalahan . Ini berarti sekaligus melakukan usaha perbaikan. Salah satu dari usaha ini adalah adanya kesempatan staf mengkomunikasikan kepada atasannya mana diantara pekerjaannya yang sulit dilakukan.
l. Harus ada pengakuan atas prestasi (recognition) bukan berupa uang, tapi misalnya penghargaan atau sertifikat dan lainnya sejenis.
m. Bentuk suatu Komisi Mutu, yang secara profesional akan merencanakan usaha-usaha perbaikan mutu dan menonetor secara berkelanjutan, dan
n. Lakukan berulangkali, karena program mencapai mutu tak pernah akan berakir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar