Dari studi berbagai kepustakaan
ditemukan ada beberapa prinsip dasar dari pandangan konstruktivisme. Menurut
Wheatley (1991), Hendry (1996), Watts & Bentley (1997) menyatakan bahwa
prinsip-prinsip konstruktivisme tersebut adalah sebagai berikut:
- Pengetahuan muncul atau ada hanya dalam pikiran manusia.
Aliran konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan
adalah selalu milik manusia (someone’s knowledge), dan hanya ada dalam pikiran manusia saja (Wheatley, 1991).
Maksudnya adalah yang memberi makna dari keberadaan sesuatu yang nyata di dunia
adalah manusia, dan makna itu hanya ada dalam diri atau pikiran manusia itu.
Prinsip ini sangat bertentangan dengan prinsip objektivisme yang memandang
bahwa pengetahuan itu adalah pikiran individu karena secara eksternal,
pengetahuan itu memang ada dalam dunia nyata (Duffy & Jonassen, 1992; Merrill, 1992; Hendry, 1996). Prinsip konstruktivisme ini juga
bertentangan dengan prinsip sosial konstruktivisme yang memandang pengetahuan
tidak secara eksklusif ada dalam pikiran manusia, melainkan pengetahuan itu ada
dalam pikiran manusia sebagai suatu kesatuan yang nyata (objective entity) dalam interaksi sosial (Lyddon and McLaughlin,
1992). Dari pendapat kaum objektivis dan sosial konstruktivis ini, kaum
konstruktivis sependapat bahwa pengetahuan individu memang dibatasi (constrained) oleh keadaan dunia nyata; namun
ide-ide (ideas), keyakinan-keyakinan (beliefs), dan nilai-nilai (values) tetap hanya ada dalam diri individu itu.
- Arti atau interpretasi yang diberikan oleh individu terhadap sesuatu tergantung pada pengetahuan yang dimilikinya.
Menurut aliran konstruktivisme, dalam keadaan sadar
individu secara konstan menghubungkan dirinya dengan dunia luar (lingkungan),
dan dia memberi arti pada apa yang dilihatnya atau yang ditemuinya sangat
tergantung pada pengetahuan yang dimilikinya (Hendry, 1996). Dalam komunikasi
kita memberikan arti pada apa yang disampaikan atau pada bahasa yang digunakan
oleh orang lain, dan juga pada atribut-atribut yang ditampilkannya, tergantung
pada pengetahuan kita tentang bahasa dan atribut tersebut (Wheatley, 1991).
- Pengetahuan dikonstruksi dari dalam diri individu dan dalam hubungannya dengan dunia nyata.
Pengetahuan
dibentuk dalam diri manusia dan dalam hubungannya dengan hal-hal yang ada
dilingkungan. Prinsip konstruktivisme ini menurut Hendry (1996) cukup membingungkan
dan mengundang banyak pertanyaan yang bersifat substansial.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah: (a) Bagaimanakah kesahihan suatu
pengetahuan itu ditentukan? (b) Bagaimana caranya orang dapat mengkonstruk
pengetahuan umum? (c) Secara fundamental, apa penyebab terjadinya konstruksi
pengetahuan? (d) Bagaimana pengetahuan baru yang secara kualitatif berbeda dari
yang sebelumnya itu diciptakan? Pertanyaan-pertanyaan ini akan terjawab
dalam prinsip ke-4, ke- 5, dan prinsip ke- 6 berikut ini.
- Pengetahuan tidak pernah pasti.
Larochelle & Desautels (1991) mengatakan bahwa kita
tidak bisa melepaskan diri dari keinginan untuk membandingkan pengetahuan yang
sudah terkonstruksi di dalam diri kita dengan apa yang ada atau yang terjadi di
lingkungan. Oleh karena itu, Lerman
(1989) mengatakan bahwa pengetahuan tidak akan pernah pasti. Suatu pengetahuan
dikatakan valid hanya sebatas/selama tidak terjadi perubahan konstruksi di
dalam diri seseorang tentang pengetahuan itu dalam hubungannya dengan dunia luar.
Sebagaimana ditegaskan oleh Bodner (1986: 875) “Knowledge is good if and
when it works”. Lebih lanjut Von
Glasersfeld (1990) mengatakan bahwa tidak ada pengetahuan yang benar-benar
pasti dan berguna untuk selamanya, kepastian suatu pengetahuan hanyalah bersifat
relative.
- Pengetahuan umum datang dari otak dan tubuh yang bersifat umum, yang merupakan bagian dari alam semesta yang sama.
Menurut Hendry (1996), kita mengkonstruk pengetahuan
yang bersifat umum karena proses kerja otak kita sama, karakteristik tubuh kita
juga sama. Kita dapat berkomunikasi karena kita dapat menghasilkan bahasa yang
sama yang bisa di gunakan untuk menandai ide-ide yang sama. Namun demikian,
kita tidak pernah bisa yakin bahwa kata-kata yang kita gunakan untuk menandai
pengetahuan kita juga menandai pengetahuan yang sama yang ada pada orang lain.
Menurut Von Glasersfeld (1990), pengetahuan yang sama muncul pada diri orang
lain jika mereka bisa menangkap makna dari apa yang kita sampaikan sama seperti
yang kita maksutkan. Ini berarti bahwa kita tidak bisa memastikan apakah
pengetahuan yang timbul pada orang lain itu sama atau berbeda dengan kita tampa menanyakan dan
mendiskusikannya lebih lanjut. Kenyataan ini mempunyai implikasi yang sangat
krusial dalam proses belajar mengajar.
- Pengetahuan dikonstruksikan melalui persepsi dan aksi.
Menurut Roschelle & Clancey (1992), orang
mengkonstruksi bentuk baru dari pengetahuan melalui proses persepsi dan aksi (perception and action process),
dan lebih spesifik lagi, melalui
persepsi-aksi dalam komunikasi. Namun Hendry (1996) mengatakan bahwa pernyataan
ini tidak bisa menjelaskan penyebab awal terjadinya konstruksi pengetahuan
dalam interaksi kita dengan dunia luar. Menurut Peaget (1980), penyebab pertama
munculnya pengetahuan pada diri seseorang karena adanya gangguan dari luar (external disturbance) pada struktur
kognitifnya sehingga terjadi ketidak seimbangan (diseguilibrium). Keadaan ini disebut oleh Hand (1988) sebagai “conceptual conflict”, dan Wheatley
(1991) menyebutnya sebagai gangguan pada aktivitas mental (a disturbance of mental activity).
Seorang individu berhasil mengkonstruksi pengetahuan baru jika ia mampu
beradaptasi atau menyeimbangkan kembali struktur kognitifnya yang sudah
terganggu melalui proses aktif (perception-action).
Bentuk keseimbangan yang baru ini secara kualitatif berbeda dengan keseimbangan
atau pengetahuan sebelumnya.
- Pengkonstruksian ilmu pengetahuan membutuhkan waktu dan energi.
Pengkonstruksian pengetahuan baru adalah suatu proses
aktif yang membutuhkan energi (karena ada usaha mental/mental effort), dan waktu (Hendry, 1996). Lebih
lanjut Hendry (1996) mengatakan bahwa usaha individu untuk mengkonstruksi
pengetahuannya, sebagian tergantung pada gangguan yang dirasakannya. Jika
tingkat gangguan yang dirasakan pada struktur kognitif atau tingkat
ketidakpuasan terhadap pengetahuan yang dimilikinya rendah, maka usaha untuk
mengkonstruksi pengetahuan juga rendah. Sebaliknya, usaha konstruksi akan
maksimal jika tingkat gangguan atau tingkat ketidakpuasan yang dirasakan
terhadap pengetahuan yang dimilikinya tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar