STRATEGI AMBU CANTIK
Oleh:
Sri Hendrawati, M.Pd
Kepala sekolah
dituntut untuk menjalankan kepemimpinan yang dapat mempengaruhi, menggerakkan,
mengembangkan dan memberdayakan potensi sekolah yang dikenal dengan istilah kepemimpinan
4 M. Strategi AMBU CANTIK merupakan strategi bagi kepala sekolah dalam menjalankan
kepemimpinannya di sekolah. Strategi AMBU CANTIK terdiri atas dua
kata yaitu AMBU dan CANTIK. Keduanya merupakan akronim. Menilik secara harfiah,
Ambu berasal dari bahasa Sunda yang berarti ibu. Kata ambu diambil dari nama
Sunan Ambu yang menurut kepercayaan Sunda buhun merupakan penguasa kahyangan
(Hendrawati, 2017: 5). Sosok Sunan Ambu ini sangat menginspirasi sehingga dalam menjalankan tugas di sekolah, penulis menggali nilai-nilai
kearifan lokal Sunda yang erat kaitannya dengan kepemimpinan. Sedangkan kata
cantik, secara harfiah berarti: 1) elok, 2) indah, 3) rupawan, dan 4) antara
bentuk, rupa dan lainnya tampak serasi (KBBI online). Kata cantik ketika
dipadankan dengan kata ambu menjadi Ambu Cantik yang berarti ibu yang cantik.
Nampak serasi jika penulis menggunakan istilah itu.
Alasan
penggunaan pendekatan kearifan lokal budaya Sunda dalam kepemimpinan yang
penulis lakukan di sekolah adalah bahwa sekolah berada di lingkungan
yang kental dengan budaya sunda, sementara penulis memiliki keterbatasan dalam
memahami budaya Sunda. Oleh karena itu agar mudah mengimplementasikan tugas yang
diemban, penulis mengupayakan menggunakan pendekatan budaya.
Strategi AMBU
CANTIK terdiri atas empat langkah utama, yaitu: 1) Arahkan sesuai potensi untuk
mencapai tujuan, 2) Motivasi ditingkatkan, 3) Berbuat lebih dulu, menjadi
contoh dan teladan, dan 4) Unjuk kerja dan unjuk hasil/ karya (Hendrawati,
2017: 6-8). Keempat langkah itu akan terlaksana dengan baik jika kepala sekolah
dapat menjalankan peran dan fungsi kepemimpinan dengan CANTIK yaitu: 1) Cermat, 2) Adaptif, 3) Nyata
berbuat demi kemajuan sekolah, 4) Terus menerus menjalankan program secara
berkesinambungan, 5) Inspiratif bagi guru sehingga sosoknya dapat menggerakkan
hati guru untuk berbuat, 6) Kreatif dan inovatif. Secara sederhana skema
tahapan AMBU CANTIK dapat dilihat pada bagan berikut.
STRATEGI AMBU
AMBU berasal dari bahasa sunda yang berarti ibu, dalam kepercayaan sunda buhun dikenal sosok yang bernama Sunan Ambu yaitu sosok perempuan ghaib penguasa khayangan yang dianggap sebagai ibu dari kebudayaan Sunda. Terinspirasi dari sosok Sunan Ambu maka penulis mendapatkan beberapa hal yang dapat dikaitkan dengan kepemimpinan, yaitu: 1) Sunan Ambu sebagai sosok penguasa yang berarti pemimpin, dalam hal ini dapat dikaitkan sebagai Kepala Sekolah dan 2) Sunan Ambu sebagai sosok ibu yang mengandung, melahirkan, dan membesarkan anak-anaknya yang didalamnya dapat penulis kaitkan dengan peranan kepala sekolah dalam mengelola sekolah. Berdasarkan hal tersebut, penulis mengurai makna dan peran kepala sekolah sebagai pemimpin sehingga terciptalah strategi menajemen yang penulis beri nama strategi AMBU.
AMBU merupakan strategi manajemen yang penulis gunakan dalam kepemimpinan 4 M yang terdiri dari: mempengaruhi, menggerakkan, mengembangkan dan memberdayakan warga sekolah. Warga sekolah yang dimaksud terdiri dari peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, orangtua murid dan stake holder pendidikan yang terkait dengan sekolah. Strategi AMBU ini penulis kembangkan berdasarkan intisari nilai-nilai kearifan lokal budaya Sunda yang tertuang dalam peribahasa Sunda yang sudah familiar digunakan dalam keseharian masyarakat Jawa Barat, khususnya yang penulis amati dan cermati di kota Bandung.
AMBU merupakan singkatan dari Arahkan, Motivasi, Berbuat, dan Unjuk kerja dan unjuk karya yang merupakan tahapan dalam merencanakan, mengimplementasikan, mengevaluasi dan melakukan tindak lanjut program sekolah yang dirumuskan sesuai dengan visi misi. Secara rinci strategi AMBU dipaparkan sebagai berikut.
1. Arahkan sesuai potensi untuk mencapai tujuan
Penulis sebagai kepala sekolah dalam melaksanakan kepemimpinan 4 M memberikan arahan dan panduan kepada warga sekolah mengenai apa, siapa, dan bagaimana melaksanakan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Penulis memberikan arahan dengan cara “handap asor” yang artinya bersikap sopan dan santun dalam menyampaikan arahan serta “nyaur kudu diukur nyabda kudu diungang” yang bermakna menjaga ucapan atau tindakan agar tidak menyakiti orang lain khususnya yang diberikan arahan oleh penulis. Komunikasi yang dilakukan multi arah dengan harapan terjadi komunikasi yang efektif. Komunikasi efektif adalah pertukaran informasi, ide, perasaan yang menghasilkan perubahan sikap sehingga terjalin sebuah hubungan baik antara pemberi pesan dan penerima pesan (wikipedia). Pengukuran efektifitas dari suatu proses komunikasi dapat penulis lihat dari tercapainya tujuan penulis sebagai pengirim pesan kepada yang dikirimi pesan yaitu warga sekolah. Penulis berupaya agar dapat menjadi sosok yang “landung kandungan laer aisan” yang artinya dapat mengayomi diri sendiri dan warga sekolah.
2. Motivasi ditingkatkan
Salah satu strategi yang penulis lakukan dalam menjalankan kepemimpinan 4M adalah memberikan motivasi kepada seluruh warga sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah penting dalam pengembangan motivasi kerja guru (Mardinah, 2013). Motivasi merupakan kemauan seseorang untuk mengerjakan sesuatu (inner state) dengan cara tertentu.(USAID). Peran sebagai motivator yang diemban penulis dilakukan dengan mengadopsi nilai lokal budaya sunda yaitu “ulah elmu ajug” yang bermakna jangan menasehati orang tetapi dirinya sendiri butuh dinasehati. Dengan demikian penulis berupaya agar mampu menjadi sosok yang “batok bulu eusi madu” yang bermakna memiliki kompetensi dalam memimpin sekolah. Oleh karena itu penulis melakukan banyak hal untuk meningkatkan kompetensi dalam berbagai bidang. Sosok yang mumpuni tentunya dapat dijadikan teladan oleh warga sekolah sehingga ucapannya didengar karena dapat dibuktikan kebenarannya. Salah satu nilai lokal sunda yang penulis adopsi adalah “Mun teu ngoprek moal nyapek, mun teu ngakal moal ngakeul, mun teu ngarah moal ngarih” yang bermakna bahwa ketika menyampaikan motivasi kepada warga sekolah penulis berupaya agar segala sesuatu yang disampaikan harus berdasarkan pemikiran, nyata dilakukan secara tekun dilakukan serta teliti sehingga bisa bermanfaat bagi kehidupan khususnya bagi warga sekolah. Menurut Peterson dan Plowman, faktor yang mendorong motivasi kerja adalah keiningan untuk hidup, keinginan untuk memiliki, keinginan untuk kekuasaan dan keinginan untuk pengakuan (Mardinah : 2013), oleh sebab itu hal ini menjadi bahan pertimbangan penulis dalam mengambil kebijakan di sekolah,
3. Berbuat lebih dulu, menjadi contoh dan teladan
Strategi selanjutnya setelah memberikan arahan dan motivasi, maka kepala sekolah harus mampu menjadi sosok teladan, yang penulis maknai bahwa sebagai pimpinan harus mampu memberi contoh artinya berbuat lebih dulu dibandingkan warga sekolah sesuai dengan peribahasa “Ulah bentik curuk balas nunjuk capetang balas miwarang” yang bermakna jangan hanya menggurui dan memerintah saja. Dalam hal menjalankan misi dan mencapai visi sekolah perlu dilakukan secara kolaboratif oleh berbagai komponen sekolah, sesuai dengan peribahasa “Ka cai kudu saleuwi kadarat kudu salebak” dan “Kudu paheuyeuk heuyeuk leungeun paantay antay panangan” yang bermakna saling bekerjasama membangun kemitraan yang kuat untuk mencapai tujuan.
4. Unjuk kerja dan unjuk karya.
Tahapan terakhir adalah unjuk kerja yang merupakan bagian dari proses dalam hal ini termasuk didalamnya layanan pendidikan dalam menjalankan visi misi dan unjuk hasil yang bermakna buah dari proses yang dapat dinikmati oleh warga sekolah berupa mutu dan prestasi hasil layanan pendidikan. Dalam hal ini terdapat beberapa nilai kearifan lokal yang mewarnai dalam menjalankan kepemimpinan di sekolah. Yang pertama adalah “ulah cacag nangkaeun” yang bermakna jika melakukan sesuatu jangan setengah-setengah, melainkan melakukan segalanya sesuai dengan SOP dan aturan yang berlaku serta “ulah puraga tanpa kateda” yang berarti jangan asal jadi atau jangan sekedar menjalankan program dengan mengabaikan baik proses maupun hasilnya. Penulis juga membangun budaya kerja yang “Tungkul ka jukut tanggah ka sadapan” dimana warga sekolah dalam mencapai visi misi sekolah hendaknya melakukan apa yang mesti dilakukan sesuai tugas pokok dan fungsinya serta harus rendah hati jika telah mendapatkan kesuksesan. Hal ini merupakan penguatan pendidikan karakter yang dikembangkan di sekolah.
Berikut adalah nilai-nilai kepemimpinan masyarakat Sunda dalam empat langkah strategi AMBU CANTIK. Nilai-nilai kepemimpinan ini terdapat dalam peribahasa dan ungkapan-ungkapan yang sangat familiar dan sering dipergunakan oleh masyarakat Sunda secara umum sebagai berikut.
Nilai-nilai kepemimpinan masyarakat Sunda dalam empat langkah strategi
AMBU CANTIK
A |
M |
B |
U |
Arahkan sesuai
potensi untuk mencapai tujuan, |
Motivasi
ditingkatkan, |
Berbuat
lebih dulu, menjadi contoh dan teladan |
Unjuk
kerja dan unjuk karya |
Sikap pimpinan dalam memberikan arahan kepada PTK, hendaknya : - Handap asor (Sopan santun dalam bersikap) - Nyaur kudu
diukur nyabda kudu diungang (Menjaga ucapan atau tindakan agar tidak menyakiti
orang lain - Landung
kandungan laer aisan (Dapat mengayomi diri dan lingkungannya) |
Sikap pimpinan dalam memberikan motivasi
kepada PTK, hendaknya: - Ulah elmu ajug (Jangan menasehati sementara dirinya butuh
dinasehati) - Batok bulu eusi madu (Memiliki kompetensi yang handal) - Mun teu ngoprek moal
nyapek, mun teu ngakal moal ngakeul, mun teu ngarah moal ngarih (Sikap dilandasi pemikiran dan tindakan
nyata serta ketekunan) |
Sikap pimpinan ketika berbuat memberikan keteladanan
kepada PTK, hendaknya: - Ulah bentik curuk balas
nunjuk capetang balas miwarang (Jangan hanya bisa
menggurui saja) -
Ka cai
kudu saleuwi kadarat kudu salebak
(Bekerja sama satu tujuan) -
Kudu
paheuyeuk heuyeuk leungeun paantay antay panangan (Bekerja secara kolaboratif agar mudah) |
Sikap pimpinan dalam memberikan motivasi
kepada PTK, hendaknya: - Ulah cacag nangkaeun (Jangan satengah setengah) - Ulah puraga tanpa kateda (Jangan asal jadi) -
Tungkul
ka jukut tanggah ka sadapan -
(Melakukan
sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan) |
Adapun nilai-nilai kepemimpinan masyarakat Sunda yang penulis gali terkait peran dan fungsi kepala sekolah dalam menjalankan strategi AMBU CANTIK adalah sebagai berikut.
1.
Cermat menentukan keputusan
Sebagai leader,
penulis harus cermat dalam mengambil keputusan dan menentukan arah kebijakan
pengembangan program sekolah. Beberapa nilai kearifan lokal sunda yang mewarnai
sikap cermat ini adalah peribahasa Kudu asak-asak ngejo
bisi tutung tambagana, kudu asak-asak nempo bisi kaduhung jagana yang berarti kehati-hatian dalam mengambil
keputusan agar tidak ada penyesalan kelak kemudian hari. Selanjutnya adalah Kudu
dibeuweung diutahkeun yang berarti ketika
akan mengambil keputusan perlu pemikiran matang, sejalan dengan Ulah
getas harupateun yang berarti tidak emosional dan jangan
terburu-buru mengambil tindakan.
2.
Adaptif terhadap perubahan
Menghadapi tantangan abad 21 diperlukan pimpinan yang adaptif
terhadap perubahan yang datang silih berganti demikian cepat. Mempersiapkan
kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan sangat penting agar mampu bersaing
dengan bangsa lain atau tenaga asing dalam lingkup yang lebih luas agar tidak seperti pepatah Jati kasilih ku junti yang berarti tuan
rumah dikalahkan oleh tamu. Oleh sebab itu harus mau melakukan perubahan jangan
seperti Monyet ngagugulung kalapa
yang bermakna tidak tau apa-apa ketika harus berhadapan dengan hal-hal baru. Seorang
pimpinan harus Panjang lengkah atau
banyak pengalaman, Ulah kurung batokeun
yang berarti kurang bergaul atau kurang bersosialisasi, tidak mutakhir (up to date) keilmuannya.
3.
Nyata berbuat demi kemajuan sekolah
Sebagai pimpinan penulis harus nyata-nyata berbuat demi
kemajuan sekolah. sehingga setiap langkahnya harus memberikan rekam jejak yang
bermanfaat bagi seluruh warga sekolah. Kinerja kepala sekolah tidak boleh
seperti Kawas cai dina daun taleus yang
bermakna tidak ada bekasnya, keberadaan dan langkahnya tidak ada manfaat yang
bisa dirasakan oleh warga sekitar. Penulis juga menghindari karakter banyak
bicara atau Lodong kosong ngelentrung
dan sedikit berbuat. Penulis harus semangat
dan pantang menyerah seperti peribahasa Ulah komeok memeh dipacok.
4. Terus
menerus menjalankan program secara berkesinambungan
Penulis harus berusaha untuk terus menerus menjalankan
program secara berkesinambungan. Penulis harus Hampang birit yang berarti mau bekerja dengan cara menjalankan
program secara transparan, melaksanakan tahapan strategi AMBU CANTIK berdasarkan urutan atau prosedur yang
ditetapkan seperti peribahasa Nete taraje
nicak hambalan. Kesinambungan program yang dijalankan dengan kesungguhan
akan membuahkan hasil meskipun perlahan seperti Cikaracak ninggang batu laun laun jadi legok.
5.
Inspiratif dengan inovasi tak henti
Sekolah harus memiliki dinamika dan ritme kerja yang mengarah
pada kemajuan baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak
lanjut program yang digulirkannya. Inovasi harus terus diupayakan tanpa henti,
seperti kata peribahasa Aya jalan komo
meuntas yang bermakna ada keinginan
berbuat ditambah program yang jelas, maka keinginannya itu dapat terlaksana.
Perlu bersikap percaya diri Ulah ipis
burih yang berarti takut dan ragu dalam melangkah dan berinovasi. Penulis
memaknai peribahasa Manuk hiber ku jangjangna
jalma hirup ku akalna, selama ada kemauan maka akal akan menuntun manusia untuk
hidup lebih baik.
6.
Kreatif
Kreativitas dan inovasi bagai dua sisi mata
uang yang tak bisa dipisahkan (Suharsaputra, 2014). Namun kreatifitas yang
dikembangkan tidak boleh kebablasan hingga pengembangan sekolah juga harus
berpedoman pada rambu-rambu yang memayungi sekolah, sekolah harus punya prinsip
sesuai dengan nilai yang terkandung dalam peribahasa Sacangreud pageuh sagolek pangkek. Oleh sebab itu sebagai pimpinan harus memiliki
banyak pengetahuan dan keterampilan Kudu
bisa kabala ka bale sehingga usaha yang dilakukan sepenuh hati dan
semaksimal mungkin seperti Dug hulu pet
nyawa usaha satekah polah.
SEKOLAH PEMBELAJAR
Strategi AMBU CANTIK merupakan strategi manajemen yang pernah penulis gunakan dalam membangun sekolah pembelajar. Sekolah pembelajar adalah istilah yang penulis gunakan untuk memberikan gambaran bahwa di dalam sekolah tersebut terdapat kepala sekolah, guru, peserta didik, tenaga kependidikan, orangtua dan mitra sekolah yang merupakan insan yang tengah belajar dan memaknai arti belajar sepanjang hayat. Beberapa faktor yang penulis pertimbangkan dan menjadi alasan pentingnya membangun sekolah pembelajar di SDN 166 Ciateul antara lain adalah sebagai berikut.
1.
Khan dan Khan (2014)
mengatakan bahwa sekolah sebagai sebuah institusi harus memiliki sumber daya
yang efisien, kompeten dan pemimpin yang profesional. Kepala sekolah sebagai
pemimpin memiliki kewenangan untuk menjalankan institusinya dengan baik dan
mewujudkan tujuan yang ditetapkannya. Kepala sekolah harus berkualitas,
berpengalaman dalam pembelajaran, lebih mahir dalam metodologi pengajaran
terkini dan inovatif serta memiliki kecakapan dalam membangun hubungan sosial,
oleh karena itu penting sekali bagi kepala sekolah untuk belajar terus menerus.
2. Berdasarkan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru terdapat empat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru
yaitu: Kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial dan profesional. Guru dituntut untuk terus menerus
mengembangkan diri dan meningkatkan kompetensi, dengan demikian guru perlu
untuk belajar terus menerus.
3. Peserta didik adalah subjek pembelajaran, tentu saja
keberadaannya di sekolah adalah untuk menuntut ilmu, untuk belajar dalam
kondisi lingkungan yang telah disiapkan oleh sekolah untuk mengembangkan minat,
bakat, dan potensi yang dimilikinya. Kemampuan dan keterampilan literasi dasar
peserta didik perlu dikembangkan agar dapat menjadi bekal dalam belajar banyak
hal.
4.
Orangtua, stake holder
atau mitra sekolah tentu berinteraksi dengan sekolah karena kedua
belah pihak masing-masing memiliki kepentingan. Di dalam interaksi ini tentu
saja terjalin komunikasi, saling tukar informasi, pengalaman dan ilmu
pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung, disadari atau tidak.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa di dalam sekolah banyak individu-individu yang belajar baik secara mandiri maupun berkelompok, baik secara disengaja dan terencana maupun tidak. Jika hal ini dikaitkan dengan pendapat para ahli maka sekolah merupakan organisasi pembelajar hingga dapat dikatakan sekolah pembelajar. Penulis merumuskan indikator sekolah pembelajar yang ingin dibangun di sekolah sebagai wadah bagi kegiatan literasi yang terintegrasi dalam berbagai program yang dikembangkan di sekolah baik secara akademik maupun non akademik dengan pendekatan kepemimpinan yang berakar pada nilai-nilai kearifan lokal budaya Sunda dengan menggunakan strategi AMBU CANTIK. Rumusan indikator sekolah pembelajar dapat dilihat sebagai berikut.
Indikator Sekolah Pembelajar
No |
Tahapan Strategi AMBU CANTIK |
Indikator Sekolah Pembelajar |
Peran Kepala Sekolah |
1 |
Arahkan sesuai potensi |
Terbangun Komitmen antar warga sekolah |
-
Cermat mengambil keputusan -
Adaptif terhadap perubahan -
Nyata berbuat demi kemajuan sekolah -
Terus menerus menjalankan program
secara berkesinambungan -
Inspiratif dengan inovasi tiada henti -
Kreatif |
2 |
Motivasi
ditingkatkan |
Terbangun
self belonging dan terbangun mindset Sekolah
adalah milik kita bersama |
|
3 |
Berbuat lebih dulu menjadi teladan |
Keteladanan |
|
4 |
Unjuk
Kerja dan Unjuk Karya |
Pembelajaran
Kelompok (learning community) |
Indikator sekolah pembelajar yang penulis rumuskan sejalan dengan pendapat Peter M. Sange dalam Joko Widodo (2007: 44) yang mengemukakan bahwa organisasi pembelajar adalah organisasi dimana orang-orang yang berada dalam organisasi itu secara terus menerus memperluas kemampuannya untuk menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan, dimana pola baru dan ekspansif pemikiran dipelihara, aspirasi kolektif dibebaskan, dan dimana orang terus-menerus bagaimana belajar secara bersama-sama. Lebih lanjut Peter M. Sange menguraikan ada 5 dimensi disiplin belajar harus ada dalam sebuah organisasi pembelajar. Kelima disiplin ini merupakan unsur yang mempengaruhi terciptanya organisasi pembelajaran, sebagai berikut.
1. Berpikir sistem (system thinking), yaitu merupakan suatu cara
berpikir untuk menguraikan dan memahami kekuatan-kekuatan dan hubungan
antarpribadi yang membentuk perilaku
sistem, berpikir sistem ini intinya harus memandang organisasi sebagai suatu
sistem yang utuh.
2. Penguasaan pribadi (personal mastery), merupakan disiplin
belajar untuk meningkatkan kapasitas pribadi, untuk menciptakan hasil yang
diinginkan dan menciptakan lingkungan
organisasi yang mendorong semua anggota untuk mencapai tujuan yang
telah dipilihnya. Dengan penguasan diri yang baik, individu akan mengetahui apa
yang harus dilakukan.
3. Model mental (mental models), merupakan disiplin belajar yang
terus menerus melakukan perenungan, mengklasifikasi, memperbaiki
gambaran-gambaran internal kita tentang dunia
dan melihat bagaimana hal itu membentuk tindakan dan keputusan. Mental model ini sangat berhubungan dengan
konsep diri yang akan menghasilkan cara berpikir atau mindset.
4. Membangun visi bersama (shared vision), merupakan disiplin untuk
membangun komitmen dalam kelompok,
membuat gambaran gambaran
atau mimpi-mimpi bersama tentang masa depan yang ingin dicapai, serta
prinsip-prinsip dan praktek-praktek penuntun yang akan digunakan dalam mencapai
masa depan itu.
5. Pembelajaran tim (team
learning), merupakan disiplin untuk mengembangkan kecerdasan dan keahlian
para anggota secara tim sehingga menjadi lebih besar lagi dari pada pengembangan secara individual.
Prosedur
Strategi Ambu Cantik
Prosedur penggunaan strategi AMBU CANTIK untuk membangun
sekolah pembelajar adalah sebagai berikut.
1.
Menyusun indikator sekolah pembelajar dan rencana aksi.
2.
Menentukan Program Literasi Sebagai Stimulus Belajar
- Bagi peserta didik : Pembiasaan Kamis Literasi
- Bagi guru dan kepala sekolah : Literasi dalam
kegiatan KKG sekolah, PKB guru dan kepala sekolah, serta kegiatan lainnya.
- Mengintegrasikan literasi dalam program Adiwiyata,
program SELAMAT/ sekolah aman, program sekolah inklusi, dan PPK Bandung Masagi.
3. Melaksanakan tahapan strategi AMBU CANTIK dalam setiap
program sekolah yang dikembangkan.
Bagan
Empat Langkah Strategi AMBU CANTIK
4. Menentukan instrumen capaian strategi AMBU CANTIK yang
terdiri atas instrumen keterlaksanaan, ketercapaian, dan kebermanfaatan dalam
membangun sekolah pembelajar
5. Melakukan refleksi, evaluasi dan tindaklanjut dari penggunaan
strategi AMBU CANTIK pada setiap program sekolah yang dikembangkan.
Instrumen
Terdapat tiga
instrumen yang digunakan untuk mengetahui capaian strategi AMBU CANTIK dalam
Membangun Sekolah Pembelajar, yaitu:
1. Instrumen
untuk mengukur keterlaksanaan indikator sekolah pembelajar
Instrumen ini mengacu
pada empat indikator sekolah pembelajar yang dikembangkan di sekolah,
yaitu: 1) Membangun visi misi bersama, 2) Berpikir sistem, 3) Keteladanan, dan
4) Pembelajaran Kelompok
2.
Instrumen untuk
mengukur ketercapaian indikator sekolah pembelajar
Ketercapain sekolah pembelajar di SDN 166 Ciateul
bukan hanya sekedar terpenuhinya indikator yang dirumuskan, melainkan pada
kualitas atau hasil yang dicapai dalam setiap indikator tersebut yang dapat
dituangkan secara deskripsi. Deskripsi tersebut berupa hasil analisa data dan
proses di sekolah secara kualitatif.
3. Instrumen untuk
mengukur kebermanfaatan/dampak sekolah pembelajar bagi warga sekolah
Instrumen
ini digunakan untuk melihat sejauh mana strategi Ambu Cantik dalam membangun
sekolah pembelajar berdampak bagi warga sekolah khususnya pendidik dan tenaga
kependidikan serta peserta didik. Data yang dibutuhkan adalah prestasi pendidik
dan kependidikan serta peserta didik baik secara akademik maupun non akademik.
IMPLEMENTASI STRATEGI AMBU CANTIK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar