MENELADANI RASULULLAH MUHAMMAD SAW
Sri Hendrawati
Bismillahir rahmaanir rahiim,
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS 33: 21)
Sudah menjadi sifat bawaan bagi setiap manusia untuk mencari sosok idola sebagai figur yang diteladaninya. Hal ini disebabkan oleh fitrah manusia untuk menyenangi, mencontoh, membanggakan, mengikuti seseorang yang dianggapnya berharga dan menjadi sumber inspirasi baginya dalam proses tumbuh kembang mencari dan membentuk jati dirinya.
Dengan keterbatasan dan ketidaksempurnaan manusia, maka seringkali dijumpai terjadinya salah kaprah dalam mengidolakan dan meneladani seseorang, padahal hal ini sangat berpengaruh dalam kehidupannya. Lingkungan, pendidikan, status sosial ekonomi, turut mewarnai latar belakang seseorang dalam mencari figur yang diidolakannya.
Globalisasi dan derasnya arus informasi disertai kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan, komunikasi dan teknologi memudahkan manusia untuk berinteraksi dengan sesamanya. Hal ini menyebabkan munculnya ragam corak perilaku manusia di dunia, yang dapat saling mempengaruhi satu sama lain, termasuk dalam urusan mengidolakan seseorang. Manusia menjadi mengalami pergeseran paradigma dalam banyak hal. Kriteria untuk menentukan sosok yang pantas diidolakanpun mengalami perubahan. Pada masa kini, asal senang saja pada seseorang maka manusia dapat dengan rela mengikuti, meneladani bahkan mampu melakukan apapun untuk sang idola, terlepas bahwa sang idola itu memiliki integritas moral yang baik atau tidak. Hal ini pada akhirnya turut mengundang manusia ke situasi yang kurang menguntungkan bagi dirinya, seperti kekerasan, anarki, hedonism, bahkan dalam kondisi yang sangat ekstrim dapat dikatakan biadab. Kondisi ini dalam istilah agama Islam adalah jahiliyah. Istilah jahiliyah itu sendiri mengandung makna bahwa manusia sangat mengagungkan ras-etnis, gengsi, materi duniawi, hedonistik, kekuasaan dan berujung pada pengabaian terhadap kebenaran agama Illahi. Kondisi tersebut menumbuhkan bahkan menyuburkan krisis moral dan spiritual dalam kehidupan manusia.
Pada hakikatnya, manusia membutuhkan sosok figur yang tepat dan benar bagi dirinya, sesuai dengan hati nurani dan akal sehatnya dengan tidak mengedepankan emosi, gengsi, ambisi dan trend zaman yang sedang berkembang. Kembali kepada fitrah, kembali kepada nurani dan kembali kepada ajaran Illahi dapat menuntun manusia menentukan sosok yang tepat untuk diidolakan.
Rasulullah Muhammad SAW adalah man of truth. Manusia yang diutus untuk menunjukkan dan memperjuangkan kebenaran, sebagai utusan Illahi yang mampu mentransfer akhlakul karimah, sebagai rahmat bagi seluruh alam.
“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci” (QS 61: 68)
Sosok Muhammad Saw diproyeksikan oleh Allah SWT untuk melayani umat manusia, agar manusia memiliki pemahaman dan kesadaran akan fungsi dan tugas hidupnya di dunia sebagai khalifah yang akan dimintai pertanggungjawaban atas segala amal perbuatannya kelak di yaumul akhir.
Meneladani rasul merupakan suatu proses memilih figur yang didasarkan atas dorongan kebutuhan dan upaya untuk membentuk jati diiri yang sesuai dengan fitrahnya, baik sebagai makhluk Tuhan, makhluk individu, dan makhluk sosial. Meneladani rosul mengandung makna bahwa manusia berupaya untuk melepaskan diri dari emosi, gengsi, ambisi, dan hal buruk lainnya. Meneladani rasul mengandung arti bahwa manusia berusaha untuk menjalankan agama Allah secara kaffah (menyeluruh), sehingga tidak terjadi dikotomi antara agama dan kehidupannya. Melainkan sebaliknya, ajaran agama dijadikan sebagai pondasi dan dasar yang melandasi manusia dalam berpikir, berkata, dan bertindak serta menentukan keputusan atas segala permasalahan yang dihadapinya di dalam kehidupannya.
Seiring dengan hal itu, seorang muslim akan semakin sempurna keimanannya manakala ia meneladani Rosul. Ditumbuhkannya kecintaan terhadap Rosul mengandung makna bahwa ia tengah memakmurkan hatinya, jiwanya dengan kekayaan iman. Betapa tidak, Rosulullah memberikan keteladanan dalam banyak hal, dimulai dari tampilannya yang selalu tampil dengan wajah yang ceria disertai tutur kata yang halus, sopan dan jujur, senantiasa bersikap tawadhu, pemaaf, penyabar, bersikap terbuka, optimis, dermawan, senantiasa menyambung tali silaturahim, adil, berani, disiplin, dan pekerja keras.
Kehidupan Rasulullah yang sederhana, bersahaja, mengedepankan kebenaran, tentunya memberikan gambaran keindahan hidup itu sendiri. Bahwa keindahan hidup itu tidak hanya bergantung pada betapa bahagianya hidup seseorang melainkan pada seberapa besar ia mampu menghadirkan kebahagiaan dalam kehidupan sesamanya, menjadi manusia yang paling bermakna dalam kehidupannya bagi dirinya maupun bagi orang lain.
Kehidupan masa kini yang semakin mengarah pada kehidupan yang individual, bahkan liberal, hendaknya diatasi dengan upaya keras yang dilakukan oleh setiap muslim untuk kembali kepada esensi dari hidup dan kehidupan yang hakiki, yaitu mencari ridho Allah SWT. Meneladani Rosulullah adalah solusi untuk kembali menemukan Allah didalam jiwa yang tengah dikelilingi oleh hiruk pikuknya upaya syetan dalam menjauhkan manusia dari kebaikan dan kebenaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar