DUA PELANGI UNTUK AWAN
Oleh:
Sri Hendrawati
“Pelangi…?!” sebuah suara lembut dengan nada sedikit berat dan penuh keragu-raguan menghentikan langkah Pelangi yang tengah terburu-buru mengejar waktu. Saat itu langit sudah tampak mendung, menandakan sebentar lagi akan turun hujan. Dari riak awan di atas sana, sepertinya siang ini akan turun hujan yang cukup lebat. Sesekali kilat menyambar diiringi suara petir yang memecah kesunyian jalan Jawa di siang itu. Pelangi tak mau dirinya sampai kehujanan, itu sebabnya ia berjalan dengan langkah yang cukup cepat.Namun entah mengapa suara itu mampu menghentikan langkah Pelangi, bahkan jantungnya tiba-tiba berdegup sangat kencang. Pelangi terdiam sejenak, mencoba mencari asal suara itu. Saat mata Pelangi mulai mencari di sekelilingnya, fikirannya menerawang jauh sekali…seolah ingin mengatakan bahwa ia memang mengenal suara lembut nan berat itu. Suara itu…ya…suara itu akrab sekali ditelinganya, meskipun ia sudah lama tak mendengarnya, namun ia tahu suara itu… sepertinya suara itu milik Awan…ya … Awan… tapi rasanya tak mungkin.
Awan adalah seorang pria yang pernah singgah di hati Pelangi dan senantiasa mengisi hari-harinya dengan penuh cinta. Meskipun Awan bukanlah cinta pertamanya, namun kehadirannya begitu berarti bagi Pelangi. Tapi mungkinkah suara itu milik Awan ?
Sudah hampir 10 tahun ini Pelangi tak pernah tahu dimana Awan berada. Ia tak pernah mendengar khabar tentang Awan atau sesuatu yang berhubungan dengannya. Ah, tak mungkin Awan muncul begitu saja di sini. Aku sering sekali melewati jalan ini, namun tak pernah bertemu dengannya, fikir Pelangi. Lagi pula aku sudah melupakannya… ya… aku sudah berjuang tuk melupakannya sampai hari ini. Lalu mengapa tiba-tiba aku mengingatnya hanya karena sebuah suara yang gak jelas. Bisa saja aku sedang melamun atau salah dengar. Ah, fikiran Pelangi kian tak karuan, merawang semakin jauh ke alam masa lalunya.
Sosok Awan seakan-akan muncul begitu saja di hadapannya, lelaki berperawakan sedang dengan tinggi badan sekitar 170cm, kulit sawo matang, lengkap dengan sorot matanya yang tajam menghujam jiwanya namun senyuman lembut Awan senantiasa mampu menyejukkan bathinnya disaat yang bersamaan. Baju biru, ya Awan sering sekali mengenakan kemeja biru. Itu membuatnya nampak berwibawa, dan kemeja kuning, jika Awan mengenakannya, maka Awan akan tampak sangat menawan. Pelangi tersenyum dalam benaknya.
Pelangi jadi teringat, dulu, ia biasa mencuri pandang dari balik kacamatanya, tuk sekedar menikmati manisnya senyuman Awan, deretan gigi putihnya yang berjajar rapi, membuat senyuman Awan menjadi tampak khas. Meskipun raut wajah Awan seringkali menyiratkan kelelahan, bahkan tak jarang rambutnya tampak kusut dan acak-acakan membuatnya tampak lebih tua dari usia sebenarnya, namun tetap tak bisa menutupi indahnya senyuman itu. Paling tidak, senyuman Awan adalah senyuman termanis di mata Pelangi, di jiwanya, dan di dalam ingatannya. Senyuman indah Awan selalu hadir di dalam mimpi-mimpi Pelangi saat itu. Rasanya senyuman Awan adalah senyuman yang paling tulus yang pernah Pelangi lihat di sepanjang hidupnya. Hal itu pulalah yang membuat Awan tampak kian sempurna sebagai sosok pria Jawa sederhana yang layak dikagumi oleh wanita manapun di dunia ini. Sebuah puisi mengalir dalam benak Pelangi , ya, hanya Awanlah lelaki yang mampu membuat Pelangi berpuisi.
Pernahkah ?
Pernahkan seseorang mengatakan padamu
Betapa manis senyumanmu
Hingga hadirnya mampu hilangkan semua pedih didada
Pernahkah seseorang mengatakan padamu
Betapa indah pancaran matamu
Hanya dengan menatapnya mampu menghangatkan sepinya hati
Pernahkah seseorang mengatakan padamu
Betapa berharganya dirimu
Terangmu mampu menyinari bintang di malam gelap
Pernahkah seseorang mengatakan padamu
Betapa kau membuatku merasa berarti
Hingga aku tersipu dalam rona cintamu
Pernahkah seseorang mengatakan kepadamu
Betapa aku mengagumi keberanianmu
Saat kau ulurkan tanganmu menggenggam erat tanganku
Menuntunku melalui terjalnya bukit kehidupan
Tanpa keraguan …. terus melangkah
Hingga kita sampai disini
Dititik ini, dimana cinta dan cita menyatu dalam hati
Kini langkah Pelangi terhenti, matanya masih mencari dari mana datangnya suara itu. Oh God!!! Oh God mungkinkah ?! Sesaat Pelangi mengambil nafas panjang, ia mulai menyingkirkan bayangan Awan dari fikirannya, dan mencoba bersikap realistis, tapi bagaimana jika itu memang dia ? Tetap saja pertanyaan itu menggelayuti fikirannya.
“Aa…wan?!” hampir saja Pelangi berteriak karena tak kuasa menahan rasa ketidakpercayaannya atas apa yang ia lihat. Oh Tuhan, benarkah dia yang kini hadir dihadapanku ? Sosok pria menawan dan tampak bersahaja dengan pakaian yang sangat rapi itu …..sangat aku kenal. Benarkah dia… Awan… Awanku…? Tersentak Pelangi dari lamunannya, jantungnya semakin berdegup kencang, nafasnya naik turun semakin tak teratur, bahkan rasanya dada ini sesak oleh luapan rasa yang tak bisa ia ungkapkan.
“Pelangi kan ? Kau masih ingat aku rupanya. Sudah lama sekali ya, kita tak bertemu. Bagaimana khabarmu ?” Awan mengulurkan kedua tangannya untuk menyalami Pelangi. Suaranya tak berubah, masih sama seperti dulu, dan memang Awan adalah orang yang ramah, sambil tersenyum dia menjabat tangan Pelangi.
“Eh.. hai, Awan... tentu saja aku masih ingat padamu...” Pelangi benar-benar grogi, lidahnya seakan kelu, tak mampu bicara…
Aku masih tak percaya bahwa aku sedang bicara dengannya, dengan Awan…, Awanku. Gumamnya dalam hati. Tanpa ia sadari air mata mulai tak terbendung, perlahan-lahan menetes dan membasahi kedua pipinya. Oh God?
“Sudah hampir 10 tahun ya, kita ga pernah bertemu. Hei, kok Pelangi menangis ? Apa ucapanku ada yang salah ?” Awan menatap Pelangi dengan tatapan yang mengungkapkan perasaan khawatirnya.
“Maaf…maafkan aku. Mungkin mataku kelilipan sesuatu hingga mengeluarkan air mata. Ini bukan karenamu,Awan…sungguh, sudah dech, jangan geer begitu…” Pelangi mencoba menepis tatapan Awan dengan mengalihkan pandangan mata Awan ke arah jemari tangannya yang seolah sibuk mengucek matanya itu.
“Awan bertanya apa tadi ? Oh, ya khabarku, aku baik-baik saja Awan…, Kau sendiri apa khabar ?”
“Oh, syukurlah… eh maksud aku, syukur karena mata Pelangi cuma kelilipan… eh, maksudku syukur karena kamu tidak menangis saat melihatku…,bukan aku bersyukur karena matamu yang kelilipan. Gile, kenapa gue jadi grogi gini sich !!!” Awan tampak salah tingkah, ia mulai menggaruk-garuk kepalanya yang sepertinya memang gak gatal, atau sesekali ia goyang-goyangkan tangan kanannya yang memegang sebuah diary berwarna hitam-coklat tua itu.
“ Aku…aku mengerti maksudmu Awan.” Pelangi membantunya menghadapi salah tingkah dan kekakuannya.
“ Awan sedikit berubah ya… sekarang lebih bersahaja…
Hhmm… hidupmu tentu sudah mapan, pantas saja aku ga melihat tampang kusutmu lagi..he..he… Kini kau tampak berseri.” Pelangi berusaha mencairkan suasana. Awan tersipu.
“Bolehkah aku menemani langkahmu pulang?” Awan berharap bahwa Pelangi mengizinkannya, hal itu tampak jelas dari sorot matanya yang penuh harapan.
“Baiklah… tak ada salahnya berjalan bersama kawan lama. Tapi, cuaca hari ini nampaknya gak bersahabat, tuh coba lihat di langit, mendung banget.” Pelangi menatap langit. Sementara Awan asyik menatap wajah Pelangi, wajah seorang wanita yang selama ini ia cari, satu-satunya orang yang sangat ingin ia temui sejak 10 tahun lalu. Lalu mereka berjalan perlahan…menelusuri jalan Jawa… meskipun langit tampak semakin gelap.
“Pelangi tak nampak indahnya saat tertutup awan,
awan pun tak nampak cerahnya saat pelangi sembunyi…
dan…”
setelah mengucapkannya Awan menatap Pelangi dengan tatapan yang sangat dalam dan penuh makna.
Pelangi membalas tatapan Awan, Oh God… tatapan Awan masih sama seperti yang pernah ia lihat di 10 tahun yang lalu. Pelangi seakan terbawa ke sebuah taman yang dipenuhi bunga, indah, harum dan sejuk. Jiwanya kini diisi oleh desiran lembut hatinya, sebuah kebahagiaan kini menghangatkan nuraninya. Ah, kau masih menyimpan semuanya di situ rupanya, Awan.
Lama tatapan mereka beradu, hingga akhirnya mereka menyadari bahwa tatapan mereka bertemu di satu titik yang dinamakan cinta, sebuah tatapan yang menyiratkan kerinduan akan rasa yang sama, sebuah tatapan yang menyenangkan rasa di jiwa.
“…dan…” Pelangi melanjutkan,
“… bumi hanya mampu tersenyum,
saksikan gurauan mentari pada awan dan pelangi
yang menari dalam fantasi di dunia maya,
di dunia fatamorgana…”
belum sempat Pelangi menyelesai puisinya…tiba-tiba Awan mengeluarkan secarik kertas buram yang sudah usang dan lecek… kemudian Awan membukanya…
“…dan…” mereka melanjutkan ,
“… bumi berbisik lirih….,
wahai awan dan pelangi, pulanglah…
agar mentari tak lagi geli…
saksikan tarianmu dalam dunia yang tak lagi nyata…”
Kini Awan dan Pelangi kembali beradu pandang setelah keduanya menyelesaikan puisi mereka tanpa mereka sempat melihat isi kertas buram itu yang di dalamnya berisi sebuah puisi yang baru saja mereka ucapkan… berdua.
“Awan…kau….?!” Kini air mata Pelangi benar-benar tak terbendung lagi, ia menutup wajahnya kemudian menangis tersedu-sedu.
“Ya…Pelangi. Aku masih menyimpan puisimu, yang kau tulis 10 tahun lalu, sesaat sebelum aku pergi meninggalkanmu tuk studi ke Amerika…. Aku masih menyimpannya, tidak hanya kertasnya… melainkan isinya… di hatiku…” Awan mencoba meyakinkan Pelangi.
“Aku tak menduga kau masih mengingatnya seperti aku… bahkan kau pun hafal. Maafkan aku… aku tak menduga reaksimu akan seperti ini… aku… aku … gak bermaksud membuatmu menangis…” keresahan tampak jelas dirona wajahnya,
“Tak mungkin Awan…tak mungkin…mengapa kau masih menyimpannya ? Puisiku … untuk apa ? ” Pelangi menatap Awan dalam keheranan… ia berusaha tuk tak lagi menangis.
“Pelangi…aku masih menyimpan semua kenangan tentangmu. Ingatkah kau bahwa aku selalu menuliskan sebait kata hatiku dalam kertas memo yang aku simpan di box atkmu setiap hari ?” suara Awan yang berat kini terasa semakin berat, seolah ia bersusah payah tuk mengucapkan semuanya.
“ Mana mungkin aku lupa Awan….,
sebait kata hati menyiratkan rasa
yang terpendam dalam jiwa,
menyuarakan isi hati yang tak terbendung
melantunkan kerinduan
akan rasa yang sama…”
Pelangi menghela nafas panjang, berharap ia punya kekuatan tuk melanjutkan kalimatnya…
“…sebait kata hati yang kau tulis setiap hari,
menyentuh hatiku dengan cinta,
menyiram jiwaku dengan sayang,
membuatku…terpesona…terpana…oleh indahnya rasa….”
Pelangi mulai kepayahan mengungkapkan isi hatinya, namun ia tetap melanjutkannya,
”..sebait kata hati yang kau tulis setiap hari
membuatku terbang tinggi ke awan…
lalu…
menjatuhkanku ke bumi…
tanpa sempat ku menyadarinya…”
Pelangi mengakhiri kalimatnya, ia terdiam, matanya mulai kembali berkaca-kaca. Pelangi memalingkan wajahnya dari Awan, berharap Awan tak menyadari kegalauan hatinya saat ini, kemudian ia berjalan menjauhi Awan.
Pelangi mempercepat langkahnya, sepertinya ia benar-benar ingin meninggalkan Awan yang kala itu terlihat sangat kikuk…
“Pelangi…tunggu, aku mau bicara…beri aku kesempatan bicara, 2 menit saja….setelah itu kau boleh pergi…” Awan mengejar Pelangi
Bersediakah…
Bersediakah kau mendengarku
Yang bicara soal asa, yang bicara soal rasa,
Yang tak pernah berhenti bicara
Bersediakah kau memahamiku
Yang tertatih-tatih berjalan menjalani hidup
Yang terengah-engah berlari mengejar mimpi
Yang tak pernah mau berhenti melangkah
Bersediakah kau mengerti aku
Yang keras kemauannya, yang keras hatinya
Yang tak kenal kata putus asa
Bersediakah kau menggandeng tanganku
Yang bersimbah peluh, yang bermandikan keringat
Yang tak pernah menyerah oleh keadaan
Bersediakah kau …
Mendengarku…Memahamiku…Mengerti aku…
Menggandeng tanganku
Bersediakah kau….Menjadi sahabatku…..
“Kau sengaja datang menemuiku kan…untuk apa ?” Pelangi mulai tampak resah.
“Aku mencarimu !!! “ teriak Awan.
“Kau ngaco !!! Kau fikir aku bisa mempercayaimu ? Setelah 10 tahun kau baru mencariku, dimana saja kau selama ini ? Sudahlah jangan mempersulit keadaan kita yang memang sudah sulit sejak dahulu…,” Pelangi berkata sambil berlalu.
“ Sungguh ….10 tahun aku mencarimu?!!!” Awan meraih tangan Pelangi mencoba menahan langkahnya, agar Pelangi tak lagi pergi meninggalkan dirinya…, paling tidak, jika Pelangi pergi, Awan ingin Pelangi mendengarkan isi hatinya yang tak sempat ia ungkapkan sejak dulu.
“ Sejak aku pulang dari Amerika, aku mencarimu…ke tempat kerjamu… rumahmu…temanmu…sahabatmu…. Tapi aku tak berhasil menemukanmu, Aku… aku kehilangan jejakmu….” Suara Awan mulai terputus-putus...
Sebuah pencarian
Aku menyayangimu…dalam ruang di hatiku
Aku merindumu …dalam asa yang tak hilang
Aku mencintamu…dalam relung di jiwaku
Aku mencarimu…dalam pencarian panjang
Aku menunggumu…dalam penantian tiada akhir
Lalu…Aku menemukanmu…dalam diriku
Bodohnya aku
Yang menyayangimu…yang merindumu… yang mencintamu..
Bodohnya aku,
Yang mencarimu…yang menantimu…begitu lama…
Bodohnya aku…
Tersentak aku dalam penantian…
Karena…sebenarnya…kau tak pernah pergi
Kau tak pernah menghilang
Karena …sebenarnya kau hidup dalam diriku
Hidup dalam kenangan yang tak pernah hilang
Ah betapa bodohnya aku
“Aku tak tahu, mengapa aku masih mau mendengarkanmu… tidakkah kau tahu bahwa apapun yang kau ungkapkan padaku tidak bisa mengembalikan apa yang telah hilang dari diriku… yaitu … cintaku….
Kini aku gak sendiri lagi, aku sudah menikah Awan…aku sudah mempunyai anak yang manis dan lucu-lucu….dan aku ingin kau tahu… kehidupanku sangat indah… meskipun tanpa dirimu… ” Pelangi melepaskan tangan Awan kemudian berjalan perlahan. Awan mengiringi langkah Pelangi…
“Aku tahu Pelangi…kau sudah menikah. Aku tahu kau sudah bahagia, tapi aku ingin bertemu denganmu untuk meyakinkan hatiku bahwa kau telah bahagia… sehingga aku pun bisa melanjutkan hidupku dengan tenang….”
“Kau ini aneh, Awan. Apa hubungannya kebahagiaanku dengan hidupmu?”
“Ada… ada hubungannya…, please aku minta waktumu 2 menit saja ?”
“tapi….”
“Ayolah Pelangi, jangan pelit gitu dong sama aku…”
“Iya… baiklah aku akan diam sebentar untuk mendengarkanmu. Ingat… 2 menit saja, ya ?! ” Meskipun Pelangi ingin segera meninggalkan Awan, namun ia menahan keinginannya. Sebenarnya Pelangi ingin juga bicara dengannya . Pelangi pun tak mampu lagi menyembunyikan kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya saat ia bertemu lagi dengan Awan.
Aku menyerah
Aku tak bisa lagi bersembunyi
di balik rasa yang ku rasakan
Aku tak bisa lagi berdusta
tuk ingkari isi di hati
Aku tak bisa lagi berpaling
tuk lupakan semua
karena…
aku sayang, aku cinta padamu
Aku tak kan lari …
aku tak kan sembunyi
Aku tak kan berdusta …
lagi…lagi…dan lagi…
karena…
aku menyerah pada semua rasa yang ada di hati
Aku menyerah pada semua apa yang kan terjadi
karena …
aku sayang, aku cinta padamu
Awan dan Pelangi mulai bisa menguasai luapan emosi mereka masing-masing… mereka berjalan dengan tenang, tak ada lagi airmata yang menetes membasahi pipi Pelangi…
Tiba-tiba, hujan turun dengan derasnya….membasahi semua yang ada di bumi. Pelangi dan Awan berlari kecil mencari tempat berteduh. Untunglah mereka menemukan tempat berteduh yang nyaman, sebuah kios bakso di pinggir jalan. Kios bakso itu kecil, namun cukup bersih dan ditata dengan rapi.
Awan mengajak Pelangi masuk ke dalam kios bakso itu. Pelangi mengiyakan ajakan Awan, ia tak punya pilihan lain. Di luar hujan turun dengan derasnya, udara pun semakin bertambah dingin. Mereka mencari tempat duduk yang nyaman di pojok kios itu. Sesekali mereka menatap ke luar jendela, memperhatikan tetes air hujan yang turun dari langit yang semakin lama semakin bertambah deras. Di dalam hati, ada doa dipanjatkan agar hujan tak segera berhenti, agar sang waktu berpihak pada mereka, dan memberikan waktu sedikit saja bagi mereka tuk mengenang semua…semua yang pernah ada…di 10 tahun yang lalu.
Sedikit saja…
Wahai sang waktu….
Bolehkah aku memintamu
Untuk diam sebentar disini
Sehingga kau tak lagi bergulir
Melainkan diam… sebentar saja… denganku…
Wahai sang waktu…
Bolehkah aku memintamu
Untuk berikan waktumu padaku
Sedikit saja…
Sedikit saja waktu yang kau beri
Sedikit saja waktu yang berhenti….
Sedikit saja …
Karena aku butuh sedikit itu
Untuk duduk diam
Mengenang semua rasa yang pernah singgah dalam hatiku
Mengenang semua asa yang ada dalam benakku
Mengenang semua …
Semua tentang aku dan hidupku…
Wahai sang waktu…
Berilah aku waktu sedikit saja
Sedikit …
yang mampu memberiku energi tuk melangkah
Di titian waktu selanjutnya…
Awan memperhatikan Pelangi dengan seksama, ia yakin Pelangi kedinginan. Awan segera membuka jaketnya kemudian ia menawarkannya pada Pelangi. ”Pakailah Pelangi…, kau pasti kedinginan, jangan sampai kau jatuh sakit.”
Pelangi tersenyum, meraih jaket itu, kemudian melipatnya dan mengembalikannya pada Awan…, ”Kau ini ada-ada saja Awan, mana muat jaket mu di badanku…aku ini sudah emak-emak…badanku gak selangsing 10 tahun yang lalu he..he…. Kalau kau kedinginan pakailah oleh mu...” Pelangi mencoba menolak perhatian Awan dengan halus.
“Kau masih suka makan bakso seperti dulu ?” Awan memberikan daftar menu pada Pelangi. “Hmm…my favourite. Aku gak banyak berubah Awan, makanan kesukaanku, hobbyku, semua masih sama… mungkin badanku saja yang…’ndut banget yach?!” Pelangi tertawa. Sinar matanya memancarkan keindahan jiwanya, menghangatkan nurani Awan.
Senyuman Pelangi manis , dimata Awan… Pelangi adalah wanita yang lembut, keibuan, dan diwajahnyalah Awan menemukan sesuatu..
Entahlah, wajah Pelangi memang tidak begitu cantik, wajahnya polos, tanpa make up, masih sama seperti dulu , namun bagi Awan wajah Pelangi menyimpan misteri. Di dalam paras Pelangi, Awan merasakan ketenangan saat menatapnya… ia menemukan kesabaran, ketabahan, bahkan kalau ia mau jujur… sosok Pelangi adalah wanita tegar dibalik semua kefeminimannya. Mungkin hal itulah yang membuat diri Awan senantiasa mengenang Pelangi di sepanjang hidupnya sejak pertama kali mereka bertemu.
Awan dan Pelangi bekerja di sebuah perusahaan yang sama 10 tahun yang lalu. Saat itu mereka masih sangat muda. Selisih usia Awan dan Pelangi terpaut hampir 8 tahun. Saat itu usia Pelangi baru 19 tahun dan Awan 27 tahun.
Sosok Awan yang dewasa, smart, sederhana dan penyayang, cukup menjadi alasan bagi Pelangi untuk jatuh hati padanya. Saat itu Pelangi sadar benar bahwa cintanya pada Awan mungkin hanya bertepuk sebelah tangan karena Awan sudah menikah dengan seorang wanita yang sangat cantik. Bahkan mereka telah dikaruniai seorang anak laki-laki yang masih balita.
Kebersamaan yang terjalin setiap hari antara Awan dan Pelangi membuat mereka semakin dekat. Walaupun tak ada kata-kata yang terucap dari mulut mereka yang mengungkapkan kekaguman pada diri masing-masing, namun bahasa tubuh mereka tak bisa berdusta, tak bisa mengingkari bahwa benih-benih cinta tengah bersemi di hati keduanya.
Wahai cinta…
wahai cinta…pernahkah kau singgah
dalam sepinya jiwa,
dalam gersangnya hati,
dalam hausnya rasa
wahai cinta…pernahkah kau sapa
riaknya angan,
luasnya khayal,
besarnya mimpi
wahai cinta…pernahkah kau rasa,
dalamnya duka,
perihnya luka
sakitnya jiwa
wahai cinta…pernahkah kau tatap
beningnya tulus,
lembutnya ikhlas,
halusnya rasa
jika pernah…
maka dekaplah aku dalam dalam
sedalam dalamnya cinta
Hari demi hari yang dilalui Pelangi terasa begitu indah, cintanya yang begitu besar pada Awan membuatnya menjadi seorang yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Ia semakin bertanggungjawab pada pekerjaannya.
Setiap hari, Pelangi selalu tampak bersemangat mengerjakan semua pekerjaannya yang terkadang menumpuk di mejanya. Pelangi tak pernah tampak kelelahan, ia mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bahkan sangat baik. Dalam waktu yang singkat, ia berhasil meraih prestasi dengan menjadi karyawan teladan. Dedikasinya, pengabdiannya pada perusahaan tak diragukan lagi… Pelangi melakukan semua sambil membawa cinta Awan di hatinya.
Saat Pelangi menatap Awan… ia berharap Awan merasakan hal yang sama… dengannya. Pelangi pun menyadari bahwa cintanya ini adalah cinta yang aneh…
Cinta yang aneh…
Cintaku padamu,
Cinta yang dalam
Yang menggetarkan hati
dan menyenangkan rasa di jiwa
Cintaku padamu
Cinta yang lembut
Yang menghangatkan nurani
dan menggelorakan semangat
Cintaku padamu
Cinta yang pasrah
Yang membebaskanmu terbang
menggapai asa sesuka hatimu
Cintaku padamu
Cinta yang sabar
Yang menanti hadirmu bolak-balik masuki ruang di hati
Tanpa keinginan menahanmu tuk mengisi hampanya rasa
Cintaku padamu
Cinta yang tulus
Yang membiarkanmu tersenyum
dalam hangatnya cinta yang lain
tanpa aku merasa dikhianati
ah… cintaku..
cinta yang aneh
Sore itu Awan dan Pelangi berjalan bersama tuk menunggu angkutan kota, seperti biasa, pulang kerja. Sebenarnya angkot yang Awan tuju berlainan arah dengan Pelangi, namun bagi Awan, rasanya senang sekali menemani langkah Pelangi pulang, walau sebentar.
“Pelangi… bolehkah aku mengatakan sesuatu ?”
Awan tak memberi kesempatan pada Pelangi tuk menjawabnya atau sekedar menganggukkan kepalanya. Awan segera melanjutkan…
“ Pelangi… aku mencintaimu… sejak pertama kali aku melihatmu… please, jangan ngambek or berfikiran negatif tentang aku… semua terjadi begitu saja… it just happen… please… maafkan aku… aku harus mengatakannya… aku tak kuasa menahan rasa ini… aku hanya ingin kau tahu… aku benar-benar menyayangimu…”
Wajah Pelangi merona… ia tersipu…malu… Oh God, aku tahu saat ini akan tiba. Aku tahu suatu saat Awan kan mengatakannya padaku… tapi…
Ada desir lembut mengalir di jiwa Pelangi, hatinya terasa hangat oleh sentuhan cinta yang baru saja ia rasakan ketika Awan mengungkapkannya…. Namun ia mencoba bersikap dewasa dan realistis… ia tahu benar posisi Awan, dan ia sadar dimana kini ia tengah berdiri…
“Tapi Awan… kau kan sudah menikah…. Bukankah hidupmu sudah bahagia bersamanya? Bukankah kalian berdua saling mencintai ? Lalu mengapa kau mengatakannya… Kau menempatkanku di posisi yang sangat sulit…” wajah Pelangi yang merona berangsur-angsur menjadi pucat… sejuta kekhawatiran, keresahan dan ketakutan… kini menari-nari di benaknya.
“ Tak perlu kau jelaskan Pelangi… aku tahu… tapi semua telah terjadi. Semula aku fikir bahwa aku hanya mengagumimu…namun semakin hari, bayanganmu tak pernah lepas dari ingatanku… aku … aku…. tak berharap kau membalas cintaku… aku hanya ingin kau mengijinkanku tuk mencintaimu di relung hatiku…. hanya itu… bukankah cinta tak harus memiliki ?” tatap mata Awan semakin dalam menerobos jantung Pelangi yang berdegup dengan kencangnya.
“Aku…aku … aku tak tahu harus bicara apa…” Pelangi tampak gugup, bibirnya gemetaran saat mengucapkannya, kemudian ia tertunduk…
“Tak perlu bicara… jika kau memang merasakan hal yang sama denganku. Aku mengerti… pahamilah sayang… ini bukan salahmu… ini bukan salahku… ini terjadi begitu saja… tidak ada siapa mengkhianati siapa…. Percayalah padaku ?!” Awan mencoba menghibur Pelangi…
“ Aku…aku… ah…. Awan …” Pelangi mempercepat langkahnya, untunglah angkot yang dinantikannya segera datang. Tanpa menoleh lagi pada Awan, Pelangi melaju dengan cepat meninggalkan Awan yang kini tengah dipenuhi oleh perasaan bersalah atas semua pernyataannya. Fikirannya menerawang, jauh… Awan menatap Pelangi yang semakin jauh melaju dalam angkot yang ditumpanginya. Awan tak bergeming sampai akhirnya bayangan Pelangi benar-benar hilang dari pandangan matanya. Dengan langkah yang gontai, tatapan yang mulai hampa, Awan berjalan perlahan menuju halte bis, tempat ia biasa menunggu angkot yang kan membawanya pulang ke sebuah rumah, dimana ada istri dan anaknya yang menantinya pulang penuh harapan.
C T M *)
Cinta tak harus memiliki katamu egois,
Tapi itu gak fair bisikku
Aku hanya punya CTM, Katamu mantap
Tapi aku kan gak alergi…
Bukankah CTM itu obat alergi
Yang diberikan dokter pada pecinta yang sakit,
Yang menyerah pada rasa
Tanpa mau usaha Tuk sembuh dan meraih CHD
Aku hanya bisa CTM…
Akui saja kaupun merasakannya …
Bukankah CTM sudah cukup bagi kita…
Tanyamu penuh harap
Ah kau lupa…
CTM memang punya kita…
Tapi CHD juga milik kita
Kita memang tak pernah bersama
Tapi bukankah kita memiliki cinta…….
Bukankah Cinta yang besar lebih berharga
dibandingkan kebersamaan yang hampa
Aku setuju dengan mu… CTM yang CHD
*) CTM adalah Cinta Tak harus Memiliki
*) CHD adalah Cinta Harus Dimiliki
Pelangi masih tak bisa menepis bayangan Awan dari fikirannya, wajahnya, senyumnya, tatapan lembut matanya, semua…. Semua masih tampak jelas … Bahkan kalimat demi kalimat yang Awan ungkapkan masih terdengar jelas di telinganya.
Ini adalah sesuatu yang ia harapkan sejak dulu, ia benar-benar ingin agar Awan mengucapkannya… dan kini saat Awan mengatakannya… mengapa ia menangis… bukankah seharusnya ia merasa bahagia… tapi mengapa kini ia merasakan hal yang berbeda, hal yang tak pernah ia duga sebelumnya… dunia seolah kiamat, keindahan cinta yang ia rasakan selama ini seolah lenyap seperti pasir yang disapu gelombang ombak di lautan.
Yang Pelangi rasakan saat ini benar-benar tak bisa ia lukiskan dengan kata-kata… seluruh isi dunia seolah menatapnya penuh kemarahan…seakan-akan ingin menelannya hidup-hidup….
Beri aku damai bukan duka
Kekasih…
Bisakah kau beri aku cinta
Yang membuatku tenang mengarunginya
Bisakah kau beri aku kasih
yang membuatku nyaman didalamnya
Bisakah kau beri aku sayang
yang membuatku kerasan merasakannya
Kekasih…
bisakah kau menaruhku dalam ruang di jiwa mu
Yang akan membuatku menemanimu sepanjang waktu
Bisakah kau menyimpan ku dalam memori ingatanmu
Yang akan membuatmu menyapaku setiap kali kau berfikir
Kekasih…
beri aku damai di jiwa bukan duka di hati
Karena aku hanya ingin dicinta bukan dimanja
Kekasih…..
Jika tak ada ruang untukku
Ijinkan aku mencintamu
dalam ruang dijiwaku
dalam memori ingatanku,
dalam dalamnya hati
karena aku cinta kau….
dalam cinta yang tak kan pernah usai…………
Pengkhianat… ya, aku mengkhianati wanita lain… bathinnya merintih menahan sakit yang tak terperi, seakan-akan pisau tajam mengiris-iris kalbunya. Betapa jahatnya aku, fikir Pelangi yang berusaha menahan air matanya, agar tidak tumpah ruah di dalam angkot yang dinaikinya. Pelangi tak ingin orang-orang memandangnya dengan aneh, namun…tetap saja ia merasa pandangan penumpang angkot itu memandanginya dengan tatapan yang seolah mencibir padanya, mencelanya, dan menganggapnya menjadi seorang perempuan yang tak tahu diri. Ah, fikiran Pelangi semakin galau.
Siapapun engkau…maafkan aku, aku tak bermaksud mengkhianatimu… dengan mencintai suamimu…. Semua terjadi begitu saja…. Aku tak bisa menghindarinya… Cintaku sudah terlalu dalam… maafkan…
Awan begitu sempurna untuk tak aku cintai… Awan adalah impianku, nafasku, hidupku. Bagiku, Awan adalah cinta itu sendiri, yang menjelma dalam dirinya. Hanya dialah yang mampu membuatku berpuisi, hanya dialah yang mampu membuat hidupku terasa lebih baik, hanya dengan menatap senyumnya aku merasa dunia begitu indah, hingga aku tak pernah menangisi apapun lagi dalam hidupku sejak aku mulai mencintainya. Rasanya semua deritaku sirna saat ia menatapku penuh kasih, saat ia mengguyurku dengan hujan kasih sayang yang membuatku basah kuyup karenanya. Dan hanya dengan dirinya, aku ingin mengarungi hidupku…selamanya…
Ku fikir semua rasa cinta ini hanyalah milikku sendiri…
Sekarang… Awan merasakan hal yang sama denganku… dan itu membuatnya menjadi pengkhianat cinta… sama sepertiku…. Oh God !!!
Pelangi menghentikan mobil angkot yang ditumpanginya, ia berjalan gontai, pulang menuju rumahnya.
tahukah kau ?
tahukah kau aku tak boleh berlama-lama dirasa ini
tahukah kau aku tak bisa tetap berdiri di cinta ini
tahukah kau aku tak ingin waktu berjalan meninggalkanku disini
tahukah kau aku tak ingin pergi dan ingkari semua isi hati ini
tahukah kau begitu sakitnya dada ini
Karena aku tak bisa bersamamu
namun tak bisa pula meninggalkanmu
Tahukah kau Aku mencintamu…
dengan cinta yang sangat besar
yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya
dengan rasa sayang yang amat berat
yang tak pernah kau tahu
tahukah kau aku ingin di sini
walau sang waktu menyeretku pulang
ke tempat ku berada semestinya
Dunia tak lagi sama di mataku , dunia tak lagi sama memandangku….
Begitulah fikiran yang kini mengisi kepala Pelangi….
Maafkan aku Tuhan… bisik Pelangi.
_________________________________________________________________________________
Sudah 3 hari Pelangi tak masuk kerja, tak ada surat, tak ada khabar lewat telepon, atau hanya sekedar gossip tentang keberadaannya pun tak terdengar di telinga Awan. Hati Awan mulai gelisah, ia resah, seandainya saja… Ia tak mengucap the magic word itu. Seandainya ia bisa menahan dirinya tuk tetap menyembunyikan perasaannya….dan membiarkan keadaan mengalir apa adanya…seperti air…
Kini Awan bingung, dimana harus mencari Pelangi.
Ke rumahnya ? Ah, itu sich bunuh diri namanya…. batinnya meronta.
Tiba-tiba seorang office boy mengantarkan sepucuk surat untuknya. Awan membuka amplop putih itu, kemudian membacanya… tiba-tiba saja kakinya menjadi lemas, tak mampu ia berdiri menahan beban berat tubuhnya, lututnya gemetaran… dan… ia menjatuhkan dirinya di kursi kerjanya yang keras… Ya, Tuhan… surat pengunduran diri Pelangi terhitung tanggal 3 hari yang lalu… Tepat sehari setelah pernyataan cintanya…
Bagaimana mungkin aku bisa sebodoh ini ?!!! Jiwa Awan memberontak. Mengapa kau pergi Pelangi… mengapa kau harus pergi…. Tanpa sempat kau mengucapkan sepatah katapun padaku… marahkah kau padaku ?
Saat Awan mulai menyesali semua tindakannya… seorang office boy menghampirinya …
“Kertas buram ini saya temukan di meja bapak… hampir saja saya buang… tapi, saya yakin… isinya berarti buat bapak…” kemudian ia berlalu setelah menyerahkan kertas buram berisikan sebuah puisi kepada Awan… Puisi yang Pelangi tulis sendiri… yang pernah ia terima sesaat sebelum ia mengungkapkan cintanya .
______________________________________________________________________________________
Sebulan kemudian,
“Ach… dimana aku harus mencari Pelangi ?!!! Besok aku sudah harus berangkat ke Amerika tuk melanjutkan studiku…” gerutu hati Awan…
Saat pesawat yang ditumpanginya lepas landas keesokan harinya. Awan melambaikan tangan kepada istrinya dan Bowo, anak yang sangat dicintainya…
Andai kau ada disini Pelangi… aku ingin sekali minta maaf padamu… tapi, sudahlah …. Semoga kau baik-baik saja … selamat tinggal Pelangi kecilku sayang.
“Ini pesanannya pak, satu mangkok yamin manis, satu mangkok bakso kuah, dan dua gelas air jeruk hangat. Selamat menikmati…silakan…” seorang pelayan mengantarkan pesanan di atas meja mereka. Awan tersentak dari lamunan panjangnya…
“Kau belum cerita soal keluargamu…. Kau bahagia, Pelangi ?” Awan menyodorkan semangkuk bakso kuah kepada Pelangi.
“ Sudah aku katakan padamu sejak tadi , betapa hidupku kini sangat indah, Suamiku adalah orang yang sangat baik, pengertian, dan ia benar-benar tulus mencintaiku…”
“Syukurlah kalau begitu… tapi kau belum menjawab pertanyaanku, apakah kau bahagia ? Please…answer that… ”
“Kehidupanku sangat indah… bahagia dan kebahagiaan hidup itu relative ukurannya Awan, yang terpenting bagiku adalah memiliki hidup yang indah dan berwarna, dan… kehidupan yang indah itu tak bergantung pada kebahagiaan hidupku, melainkan pada kebahagiaan orang lain karena aku….right?” Pelangi tersenyum simpul…
“ Sinar matamu tak bisa berdusta padaku…. Ada sesuatu di situ, katakanlah… Aku tahu kau marah padaku, itu sebabnya aku mencarimu…aku ingin minta maaf“ Awan memasukkan suapan pertama ke dalam mulutnya.
“Katakanlah… apa yang anda lihat disitu ? Mr.Sok tahu… he..he..”
“ Aku masih menemukan tatapan yang sama seperti 10 tahun yang lalu, aku masih melihat cintamu…. Meski kau tak pernah mengatakannya atau tak pernah mengakuinya… tapi aku hafal betul tatapan itu…”
“ Sudahlah… Awan, jangan begitu… gak baik. Kita berdua sudah bahagia, jangan kau rusak pertemuan ini dengan sesuatu yang…”
“ Yang…kau pun tak mampu melupakannya kan ?” Awan memotong perkataan Pelangi….
Ah Awan seandainya kau tahu, seandainya kau mengerti, betapa derita berada jauh darimu. Betapa merana bathinku melalui siang dan malamku tanpa bisa menatap indahnya senyummu, betapa gelapnya hatiku tanpa sinar matamu, betapa aku begitu merindumu… kau adalah bagian dari jiwaku, separuh jiwaku diisi oleh kenangan bersamamu… seandainya saja… seandainya saja… ada sedikit rasa sayang yang masih tersisa di hatimu untukku…
Batin Pelangi pun merintih pilu…
Rasa sayang ….
Hai pagi …
Apakah kau sayang padaku ?
Hai mentari pagi yang setia menerangi pagiku…
apakah kau sayang padaku ?
Hai tetes embun yang menyegarkan aroma pagiku…
Apakah kau sayang padaku ?
Hai burung-burung kecil yang bangunkan aku dengan kicauanmu….
Apakah kau sayang padaku ?
Jika kau sayang padaku…
Mengapa begitu cepat kau pergi
Mengapa begitu cepat datangnya siang yang merobek nuansa pagiku
Bukankah sayang itu berarti cinta…
Bukankah sayang itu…setia…
Lalu mengapa engkau tak setia padaku ….
Hai siang….
Adakah rasa sayang untukku ?
Hai matahari, si raja siang…
Adakah rasa sayang untukku ?
Hai terik yang selalu menyengat tubuhku
Adakah rasa sayang untukku ?
Hai awan putih..biru…yang menari riang di atas kepalaku…
Adakah rasa sayang untukku ?
Lama ku tertegun
Siangku tak segera berlalu
Siangku masih sempat bermesraan denganku
Bercumbu dengan terik diiringi tarian awan
Lama aku terpesona…mabuk dalam indahmu…
Namun…adakah rasa sayang untukku ?
Jika kau sayang padaku…mengapa kau pun berlalu…
Tak maukah kau berlama-lama denganku ?
Ataukah…sayangmu berbatas padaku…
Hai malam…
Bukankah kau sayang padaku ?
Hai lembayung yang kemerahan…
Bukankah kau sayang padaku ?
Hai bulan yang penuh pesona…
Bukankah kau sayang padaku ?
Hai bintang yang gemerlap…
Bukankah kau sayang padaku ?
Ah malam…kau hadir lebih lama dari siang
Kau tebar keanggunanmu dalam mimpiku
Kau bawaku mabuk dalam gulitamu
Lalu kau ajak aku terbang melesat tinggi ke angkasa
Bertemu jutaan bintang dan rembulan yang purnama
Semua begitu…amazing….
Lalu mengapa kokok ayam jantan
mampu membuatmu mencampakkan aku
Bukankah kau sayang padaku ?
Hai malam…kau pun tak setia
Seperti pagi yang berlalu
Seperti siang yang berganti
Kau pun ….pergi…
Lalu siapakah yang sayang padaku ?
Jika bukan pagi …
Jika bukan siang …
Jika bukan malam ….
Lalu siapa ?
Adakah rasa sayang di sana untukku ?
Aku butuh rasa itu
Aku rindu rasa itu
Aku….
Ah betapa sepinya aku…
Rasa sayang …
Aku mengetuk pintumu…
Aku ingin berteduh dalam naunganmu…
Aku ingin berselimut kasihmu…
Karena kau adalah cinta…
Karena kau adalah setia…
Karena kau adalah…rasa sayang…
Wahai rasa sayang…
Sayangi aku…yang senantiasa menantimu di sini….
“Pelangi… tataplah mataku… tak ada yang berubah disitu. Aku masih tetap Awan yang sama, Awanmu… Aku masih mencintaimu dan menyayangimu… Sangat!”
“Oh Tuhan… sebenarnya apa yang kau mau dariku ?
Kau ingin tahu yang sebenarnya ? Kau ingin tahu perasaanku…
Awan, aku mencintaimu, begitu mencintaimu… sejak lama, don’t you see ?“
“Jika kau mencintaiku… mengapa kau pergi meninggalkan aku ?” Awan berusaha mencari jawaban di dalam mata Pelangi…
“Aku terlalu mencintaimu, hingga aku mampu melangkah pergi meninggalkan perusahaan, meninggalkan hidupku, demi untuk dirimu… demi untuk cintamu pada istrimu, yang telah aku curi darinya… Kau puas ?!!!” Pelangi kembali tenggelam dalam air matanya…
Awan begitu terkesima, ia terpaku, tak bisa berkata apapun, ia benar-benar surprised mendengar semua penuturan Pelangi…
“Tahukah kau Pelangi… aku tak pernah melupakanmu, bahkan aku tak sempat… tak sempat melupakanmu…” Awan berusaha meyakinkan Pelangi.
”Tahukah kau Awan, aku menantimu… aku menunggu sebuah keajaiban agar kau dan aku berjumpa lagi… walaupun hanya sedetik saja… karena aku belum sempat mengatakan…. betapa aku sangat mencintaimu….” Pelangi tertunduk, batinnya bersuka cita, seolah beban berat yang selama ini berada di pundaknya… lepas… Ia merasa bebas, seakan-akan angin sepoi perlahan bertiup menyejukkan hatinya…
Kalau sempat ….
Kalau sempat…
Tengoklah ke belakang
Lihatlah apa yang masih berdiri di situ
Kalau sempat…
Tengoklah kebelakang
Dan dengarkanlah nyanyian kenangan yang kau dendangkan
Kalau sempat…
Tengoklah ke belakang
Dan rasakanlah kehangatan selimut cinta yang kau hamparkan
Kalau sempat…
Tengoklah ke belakang
Berguraulah dengan luka duka dan kecewa yang kau torehkan
Kalau sempat …
Tengoklah ke belakang
Pandanglah yang tetap tegar berdiri disitu dalam kepayahan …
Dengarkanlah nyanyian kenangan dan melodi kerinduan…
Sentuhlah selimut kasih sayang yang selalu saja sama…
Sapalah luka…duka…kecewa…
yang masih tertancap di jiwa
Kalau sempat …
Tengoklah ke belakang
Di situ ada aku…
Menunggumu yang mungkin akan menengok ke belakang
walau hanya sedetik
“Begitu besarkah cintamu padaku Pelangi kecilku ?”
“ Entahlah Awan, namun aku sanggup lalui semua derita dalam hidupku Awan… tapi tidak dengan deritamu yang mencintai aku… tidak dengan derita istrimu yang merindukan cintamu…. Aku gak mau jadi duri dalam bahagiamu… karenanya aku pergi… dua minggu setelah pengunduran diriku dari kantor, aku menikahi suamiku, seorang pria istimewa yang sangat aku kagumi dan aku sayangi…”
“Kau mencintainya ?”
“Aku menikahi pria yang sama sekali tak aku cintai, aku hanya berharap semoga aku punya waktu bersamanya, agar aku bisa belajar mencintainya dengan segenap jiwaku. Kau tahu, semua wanita di bumi ini pasti berharap bisa menikah dengan pria yang mereka cintai, harapanku sedikit berbeda dengan mereka, setiap malam, aku berdoa pada Tuhan agar aku bisa mencintai pria yang aku nikahi seperti aku mencintaimu… even more…”
“Mengapa kau lakukan semuanya ? mengapa kau senekad itu ? Aku yakin, kau bisa menemukan cintamu…bahagiamu… tanpa aku… tapi mengapa harus kau jalani hidupmu seperti ini ? Kau membuatku menangis Pelangi kecilku….“ kini giliran Awan yang tak sanggup menahan kepedihannya, matanya kini mulai berkaca-kaca… dan tak berapa lama, airmata pun turun membasahi pipinya…
Lentera Cinta
Aku paksa hatiku dalam kepayahan
Tuk melupakan cintamu
Aku paksa jiwaku dalam keputus asaan
Tuk tinggalkan hatimu
Aku paksa ragaku dalam ketidakberdayaan
Tuk sembunyi dari tatapan matamu
Lalu,
Terkuburlah cintaku dalam sepinya hati
Dalam malangnya jiwa dan jauhnya raga
Tiba-tiba kau hadir
Membawa lentera cinta
Menerangi ruang di hati
Wahai kasihku
Disanakah kau berada selama ini
Disebuah sudut ruangan di jiwaku
Tersenyum lembut
Menatapku dalam penuh makna
Kau menangis ???
Tetes air matamu sejukkan hatiku yang mulai kering
Tetesannya mengalir lembut membasahi relung jiwaku
Lalu,
Kau sandarkan lentera cintamu di jiwaku
Kemudian berkata ….
Sayangku …
Cintaku padamu tak kan pernah mati
Meski kau paksa hatimu mengubur rasa ini hidup-hidup
dalam lorong hatimu
di sudut ruangan hati ini
aku mendapatkan hidupku dalam kesucian cinta
cinta yang ikhlash dalam tulusnya rasa
tanpa nafsu dan keegoisan tuk memiliki hidupku
hati yang telah kau paksakan menguburku justru membuatku hidup
dan mensyukuri setiap menit yang kulewati dalam lorong hatimu
hingga aku merasakan kehidupan
sebagai anugerah terindah dari yang Maha Kuasa
hingga aku mampu keluar dari hatimu sambil membawa lentera cinta
yang akan senantiasa menerangi hatimu
yang terpaksa mengubur cintaku dalam lorong di jiwamu
terima kasih sayang kau menguburku dalam kenangan
namun memberiku ruang di hati
dimana aku berada dekat…sangat dekat denganmu
dan karenanya aku kekal dalam ruang di hatimu
bersama lentera cinta
selamanya
“Hei…cengeng juga kau, Awan. Sudahlah… ini adalah takdirku… bukan kesalahanku…bukan pula kesalahanmu… aku ikhlash kok menjalaninya.
Aku belajar memaknai arti cinta, pengabdian, ketulusan, bahkan arti sebuah perjuangan dan pengorbanan untuk sesuatu yang aku yakini. Tiada pengorbanan yang tidak membuahkan rasa sakit, aku merasakan sakit yang sangat hebat ketika aku harus benar-benar membuang jauh harapanku tuk bersamamu.
Airmataku tak pernah berhenti mengalir. Dalam kesendirian, kesepian, aku sering menatap awan di langit, dan di saat yang bersamaan aku berharap kau pun menatapnya sehingga kau tahu betapa aku merindumu. Cintamu membuatku sangat menderita, Awan…. Dan kau tak pernah tahu…
Aku hanya bisa menatapmu dari jauh, aku memiliki cintamu di hatiku, dan aku penuhi fikiranku dengan memori tentangmu, tapi aku tak dapat menyentuhmu, tak bisa merasakan kehangatan tubuhmu saat memelukku dalam cintamu, semua begitu menyakitkan bagiku.
Kau tak ada untuk menghapus airmataku kala ku bersedih, kau tak pernah memberikan bahumu untuk tempatku bersandar kala aku menangis, kau tak pernah membelai rambutku kala aku merasakan kerinduan yang begitu besar padamu….
Aku pernah tak ingin hidup lagi… duniaku seolah berhenti berputar…. Dan aku menjadi gadis malang yang patah hati…. Aku bahkan tak pernah percaya lagi bahwa cinta itu ada di bumi ini… aku benar-benar patah hati…” Pelangi tertunduk usai mengungkapkan semua isi hatinya… Ia segera mengambil kertas tissue dan menghapus air matanya yang semakin deras mengalir.
Suasana di siang itu benar-benar mencerminkan kegalauan hati kedua insan yang tengah dilanda gelombang cinta masa lalunya…
Keduanya terdiam, Awan menggenggam erat kedua tangan Pelangi. Jari-jarinya masih terasa lembut baginya… Pelangi pun tak kuasa melepaskan genggaman tangan Awan…
Mereka tertunduk dan menangis…dalam diam.
Pelangi melanjutkan kisahnya.
“Suamiku tahu, aku menikahinya tanpa cinta… tapi ia tak mengeluh… malah ia menungguku, selalu menungguku sampai aku mencintainya… dan aku belajar menerima semuanya tanpa kemarahan… tanpa keputusasaan. Tidakkah kau kagumi suamiku? Keberaniannya, ketulusannya, demi aku, Pelangi kecilmu…? “
“Jangan…jangan lanjutkan kisahmu sayang… Aku tak sanggup mendengar semuanya. Maafkan aku yang membuatmu merana seperti itu. Aku pun merasakan hal yang sama sayang, aku pun menderita… Bayanganmu, senyum manismu… kepolosanmu… dan wajahmu yang…yang menyimpan sejuta keindahan itu selalu hadir saat kuterjaga, saat aku tertidur… Aku pun merasakan hal yang sama, sayang”
Awan meremas jemari tangan Pelangi lebih keras dari sebelumnya, mengisyaratkan betapa ia pun menderita selama ini.
“Sudahlah… aku baik-baik saja Awan, aku bercerita bukan untuk membuatmu kembali mencintaiku, atau mengasihani aku, atau membuatmu merasa iba padaku… aku hanya ingin berbagi kisahku denganmu…Awan” Pelangi melepaskan jemarinya secara perlahan dari genggaman tangan Awan.
Ketulusan
aku tulus menyayangimu
dalam hitungan waktu yang tak bisa terukur
cintaku tulus padamu sayang…
tanpa harapan dan keinginan berlebih
selain tempat di hatimu untukku
aku tulus padamu kasih
dalam cinta yang hanya dirasa dalam hati
tak perlu hadirkan mimpi ke alam nyata
bila itu membuatmu kepayahan dalam cinta
aku tulus…karena…aku cinta kau
begitu besar begitu lama tanpa kau menyadarinya
kekasihku…
dalam ketulusan hati
kutitipkan isi hatiku pada siapapun yang kini berdiri disampingmu
tuk dia curahkan padamu
agar rasa sayang dan rasa cintaku tak sia-sia
tetap mengalir dalam sungai ketulusan
bahagialah engkau kasihku
dalam riak gelombang cinta yang tak kan lekang oleh waktu
yang tak kan habis oleh masa
karena tulusku…aku rela…saksikan bahagiamu dalam sepiku….
“ Kau adalah Awanku… kau adalah kekasih yang tak pernah aku miliki, kau adalah cintaku… “ Pelangi tersenyum, dan kali ini senyuman Pelangi benar-benar menusuk jantung hati Awan, rasa sesak di dada kini ia rasakan…
“Perjalanan hidupku ini mengajarkan aku akan arti cinta yang sebenarnya, dan aku mensyukurinya…” Pelangi menatap lembut Awan yang terpaku mendengar semuanya.
Arti cinta
Cinta adalah sebuah rasa pedih dalam hati
kadangkala menyenangkan namun kerapkali menyakitkan
cinta bagaikan pisau ,
ia dapat menusuk jantung dalam dada
namun seringkali ia dapat mengukir gambaran elok di jiwa
yang tak kan terhapus oleh perjalanan sang waktu
cinta mampu membuat pecinta ,
berjalan diatas bara api
menahan panasnya nyala api
cintapun mampu membuat pecinta, bertindak bodoh dan merasa bodoh
siapapun yang mengenal cinta ,
memahami dirinya tak mungkin sendiri
jiwanya telah terbagi,
sebagian terasa kosong dan hampa saat cinta pergi
airmata tak jua berhenti mengalir
saat cinta meninggalkannya
siapapun yang mengenal cinta ,
merasa damai dalam pengorbanan
pedih perih dirasa dalam jiwa ,
asal cinta selalu dihati
“Kau tahu Awan, sebenarnya aku tak ingin mengatakannya, bertahun-tahun aku simpan semua rasa ini. Aku gak ingin siapapun mengetahuinya, termasuk dirimu. Namun kau memaksaku mengungkapkan semua perasaanku…
Aku sangat mengagumimu Awan, ku rasa jika setiap wanita bisa melihat jauh ke dalam jiwamu…tentu meraka akan tergila-gila padamu… he..he… jangan geer dulu ah. Waktu itu aku masih sangat muda, wajar jika aku mengidolakanmu sedemikian rupa… “
“Tapi… aku selalu menghibur diriku dengan mengatakan bahwa kau tidak ditakdirkan untukku… kau milik istrimu, dahulu, sekarang, esok hari….selamanya…
Menyaksikanmu bahagia adalah kebahagiaanku… dan hal inilah yang membuat hidupku indah… cintamu sudah cukup bagiku… ”
Cukup bagiku
cukup bagiku tuk tersenyum
kala kau hadir dalam mimpiku….
cukup bagiku tuk bahagia
kala ku terjaga memikirkanmu….
cukup bagiku tuk terpesona
kala kau bisikkan cerita cinta…
cukup bagiku tuk tak mengeluh
kala kau torehkan sebuah luka…
cukup bagiku tuk ungkapkan rasa sayang
yang sempat kutinggalkan
cukup bagiku tuk merasakan cinta…
walau sedikit….
“Pelangi kecilku… seandainya kita bertemu jauh sebelumnya, 15 tahun lalu sebelum aku bertemu dengannya, tentu ceritanya akan lain. Aku akan selalu menjagamu, tak kan kubiarkan airmatamu tumpah membasahi kedua pipimu, tak kan kubiarkan siapapun menyakitimu…. Kau tahu, aku sangat mencintamu….”
detak kencang jantungku… desir lembut hatiku
terawang jauh fikiranku…iringi tatap rindu mataku
kala kulihat dirimu di 15 tahun lalu
andai ku bisa putar hariku
kan kuarungi bahagia…bersama ….berdua ….
tak kan ku lepas ….selamanya
“Awan, jangan pernah sesali apa yang pernah terjadi. Jangan kau berandai-andai kita bertemu jauh sebelumnya, karena itu hanya akan mengecilkan keberadaan istrimu selama ini yang sudah mencurahkan segala yang terbaik yang dimilikinya untuk tetap mendampingimu, tuk hidup berdua bersamamu.
Awan… terima kasih kau mau bersusah payah mencariku, pertemuan ini menjawab semua doaku bahwa kau tetap menjadi Awanku… Awan yang jujur, tulus, penuh kasih, lembut, sederhana, bersahaja…
Kau benar Awan, cinta bisa tetap terjaga sekalipun kita tak pernah bersama… cinta memang tak harus memiliki, bagiku cinta yang besar lebih berharga dibandingkan kebersamaan yang hampa…. Seandainya saja aku bisa menjadi bintang kecilmu…, yang kan senantiasa sinari jiwamu…. namun aku sudah cukup senang kok bisa menjadi Pelangi kecilmu… ”
Bintang kecil
Andai aku sebuah bintang kecil
Aku akan hadir setiap malam
Hingga kau bisa intip sinarku
Di balik jendela hatimu…
Andai aku sebuah bintang kecil
Aku akan sinari hatimu
Hingga kau bisa terangi dunia
Dengan cahaya jiwamu
Andai aku sebuah bintang kecil
Aku akan menjaga lelap tidurmu
Hingga sang fajar membangunkanmu
Tuk mulai pagimu penuh harapan
Andai aku sebuah bintang kecil
Aku akan membiarkanmu menatapku
Merasakan indahnya sinarku
Hingga damai bersemayam di jiwamu
Andai aku sebuah bintang kecil
Aku akan menari dalam keheningan malam
Hingga hilanglah semua gelisah dihatimu
Ah …andai aku sebuah bintang kecil
Ku mau kau menyapaku
Setiap malam sebelum kau tidur
“Apakah kau tahu, aku pernah bertemu istrimu…tapi dulu sekali, di bandara, saat kau naik pesawat menuju Amerika…. ”
“Kau… kau datang ke bandara saat itu ? Mengapa kita tak bertemu ?” Awan benar-benar terkejut.
“Aku hanya menatapmu dari kejauhan… tak berani menghampirimu, tak ingin pula membuat istrimu bertanya padamu tentang aku… Aku gak ingin kau berbohong padanya tentang aku…namun aku pun gak mungkin membiarkanmu mengatakan dengan jujur padanya tentang siapa aku…”
“Aku benar-benar berharap bisa menatapmu saat itu Pelangi kecilku ? Bathinku melantunkan doa untukmu...” Awan menghela nafas panajang.
“Aku bisa merasakannya, di saat hatiku bergetar, aku tahu kau sedang mengingatku… Geer ya…?” Derai tawa Pelangi mulai menghiasi suasana siang itu.
“ Istrimu wanita yang sangat anggun, cantik, keibuan, sosok istri yang ideal.
Sahabatku pernah mengatakan padaku bahwa dalam beberapa hal aku memiliki karakter yang mirip dengan istrimu… bahkan, namanya pun Pelangi… Dari cerita sahabatku itu, kau adalah cinta pertama bagi istrimu, benar kan?”
Awan terdiam kemudian tersenyum…
“Dulu, aku pernah bertanya padamu, mengapa kau begitu mencintaiku, Awan ? Namun kau tak pernah menjawabnya, kau hanya tersenyum. Kau membiarkanku tak menemukan jawabannya… Tapi aku tahu…”
Keduanya terdiam, Awan tertunduk sambil mengaduk-aduk mie baksonya tanpa ada lagi yang ia suapkan ke mulutnya. Bicara dengan Pelangi lebih asyik daripada makan bakso ini.
“ Kau tahu Awqn, kau benar-benar lelaki yang beruntung, menikahi seorang wanita yang cinta pertamanya adalah dirimu, suaminya. Hal ini jarang terjadi juga loh ? Akupun berharap agar aku beruntung sepertimu, menjadi wanita terakhir yang ada didalam hati suamiku… cinta terakhirnya ”
Awan tak bicara, ia merenung, seolah membenarkan apa yang baru saja Pelangi katakan. Pelangi memang benar, ia tak pernah menyadari selama ini, bahwa betapa beruntungnya ia menjadi lelaki yang memiliki wanita dengan cinta pertamanya.
“Awan… demikian pula istrimu. Alangkah beruntungnya ia...” Pelangi berkata pelan.
“Mengapa bisa begitu ?”
“Jika memang benar aku mirip dengan istrimu, kurasa kau tak benar-benar mencintaiku… kau bahkan mungkin tak pernah mencintaiku… Apa yang kau rasakan padaku mungkin tak sama dengan apa yang aku rasakan padamu…”
“Mengapa kau berkata seperti itu ? Jangan membuatku bingung Pelangi ?”
“Aku mencoba merenungi semuanya sejak lama. Ku rasa, kau sangat mencintai istrimu, bahkan bayangannya pun begitu kau cintai…
Aku …aku adalah bayangan istrimu… kau mungkin tak pernah mencintai jiwaku… kau tak pernah benar-benar melihat jiwaku ….
Kau memang benar mencintai Pelangi tapi bukan aku, melainkan Pelangi yang lain, yang kau lihat didalam diriku…. kemiripan karakterku dengannya selalu mengingatkanmu pada Pelangimu… istrimu…” Pelangi berusaha keras menyampaikan isi hatinya, ia ingin Awan tahu.
“itu…itu.. tidak sepenuhnya benar…” Awan mencoba menghentikan ucapan Pelangi
“ Aku sangat mencintai istriku… namun aku juga tak bisa memungkiri perasaanku bahwa aku mencintaimu. Cinta kadang hadir tanpa harus dimengerti dan dijelaskan… Cinta bukan untuk dimengerti, melainkan di rasa… dan itulah yang aku rasakan padamu. Kau adalah Pelangi kecilku… dan akan tetap seperti itu adanya… di hatiku”
“Awan…, aku tak pernah menyesal mencintamu meskipun cintamu tak pernah ada untukku. Kau tak perlu meyakinkan aku tentang apa yang kau rasakan selama ini padaku. Menurutku sebenarnya kau hanya merindukan istrimu, setiap saat, dimanapun kau berada… Alangkah beruntungnya Pelangimu… Istrimu adalah kekasih sebenarnya. Maka, berbahagialah kau Awan… bersama Pelangimu,istrimu”
kekasih sebenarnya
kekasih sebenarnya adalah yang setia menemani
saat duka saat suka tanpa mengeluh
kekasih sebenarnya adalah yang tidak terlalu sempurna
namun mampu menerima apa adanya
kekasih sebenarnya adalah yang tak pernah ragu
memberikan bahunya tempat bersandar saat menangis
tuk tumpahkan semua kecewa
kekasih sebenarnya adalah yang tahu
seberapa dalam rasa cinta tanpa harus bicara
kekasih sebenarnya adalah dia yang ikhlash dalam rasa sayang
yang tulus dalam cinta
yang sabar dalam setia
“ Awan , suamiku bagaikan seorang guru bagiku, ia mengajarkan ketulusan padaku tanpa aku menyadarinya. Ia guru yang hebat, ia tak hanya menerimaku disisinya dengan tangan terbuka, hati yang ikhlash, dan cinta yang sabar melainkan ia membantuku menghadapi kehidupanku disisinya . Dia selalu mencoba memahami perasaanku, sehingga cintaku berjalan secara alami, tak ada paksaan, tekanan… semua mengalir apa adanya seperti air. Aku mengalami banyak sekali kebahagiaan bersamanya, cintaku padanya bersemi dalam pernikahan kami. Ternyata… aku mencintainya… aku berhasil mencintainya… ia telah menjadi kekasih sebenarnya bagiku…”
Pelangi melanjutkan…
“Maafkan aku Awan. yang sedikit terbawa emosi tadi…. Sebenarnya itu tak perlu terjadi jika aku bisa menahan semua rasa ini…”
Sesaat keduanya terdiam…
“Pelangi…maafkan aku…ya…? Aku…aku…”
“Sssttt… sudahlah, inilah hidup… jangan meminta maaf padaku, mintalah maaf pada istrimu… kau telah menyimpanku dalam jiwamu demikian lama… walaupun sebenarnya aku senang juga…he..he… tapi…”
“Aku mengerti Pelangi…, terima kasih ya.”
Bakso yang terhidang di meja, pada akhirnya tak tersentuh… bakso itu telah menjadi dingin, lemaknya telah kaku, mengambang di atas permukaan mangkuk menempel di sendok dan garpu…
Selera makan telah hilang, rasa lapar dan dinginnya udara saat itu rasanya tidak berarti apa-apa bagi dua insan yang kini tengah asyik mengingat kisah masa lalunya, yang mengharubirukan kalbu.
Pertemuan ini membuka mata hati Awan dan Pelangi, betapa mereka dikasihi Tuhan dengan dianugerahi pasangan hidup yang luar biasa. Awan bersama istrinya dan Pelangi bersama suaminya. Tak ada lagi kerisauan… Tak ada lagi alasan tuk berkata tak bahagia… karena sebenarnya mereka berdua adalah orang-orang yang beruntung, karena mereka bisa memaknai cinta dalam arti yang sangat luas… cinta… ya… cinta….
Cinta dalam semangkuk bakso
Semangkuk bakso di hadapanku
Lengkap dengan garpu dan sendok
Kau hidangkan,
Siap disantap selagi hangat
Keritingnya mie
Mengingatkanku betapa panjang dan berlikunya perjalanan hidup kita
Bulatnya bakso beraneka rupa
Mengingatkanku betapa bulat dan mantapnya hatiku
tuk menjaga rasa ini agar senantiasa indah di jiwa
tauge dan sayuran hijau
mengingatkanku akan kehadiranmu
yang membuat hidupku indah penuh warna
gurihnya rasa mengajakku
menyapa tawa dan bahagia yang pernah singgah
pedasnya sambal
mengingatkanku pada pedih perihnya hati menahan kerinduan dan keinginan tuk bersama
asamnya cuka
mengingatkanku akan kecewa dan sedih yang kurasa saat kau jauh dari sisiku
manisnya kecap
mengenalkanku pada indahnya rasa saat pandangan mata berjumpa di satu titik yang dinamakan cinta
aha … aku menemukan cinta,
cinta dalam semangkuk bakso
kini .. aku mau menyantapnya
semangkuk bakso yang kau hidangkan
semangkuk bakso yang penuh cinta
Hujan pun mulai reda… langit perlahan-lahan menunjukkan indahnya, cerahnya. Awan putih dan biru menampakkan riaknya, bergulung disinari sinar mentari yang seakan malu tuk bersinar…
“Awan… lihatlah langit, pelangi yang sangat indah ya….?!”
“ Ya… seindah hatiku bertemu denganmu…Pelangi kecilku… ”
“Seindah harapan kita, Awan… tuk bahagia meskipun di jalan yang berbeda… doaku kan senantiasa mengalir untukmu…istrimu…juga anak-anakmu…“
“Berbahagialah suamimu… mendapatkan cintamu Pelangi kecilku…”
“Beruntungnya istrimu…dicintai sedemikian besar olehmu”
Mereka saling beradu pandang kemudian tersenyum….
Pelangi mengulurkan jari kelingkingnya… Awan tampak kebingungan, tak lama kemudian ia tersenyum, ia memahami apa yang Pelangi inginkan, diulurkannya jari kelingkingnya. Sebuah simpul persahabatan tercipta saat bertemunya dua kelingking mereka.
Pelangi berbisik lirih, “…soulmate forever…”
“ ya… soulmate forever…” Awan tersenyum, bola matanya berbinar, indah sekali.
Jangan kau putar harimu hanya untukku
Jangan kau tukar bahagiamu dengan impianku
Karena bahagiaku tak penting
Senyummu adalah kekuatanku
Cintamu adalah nafasku
Kini aku telah menemukan belahan jiwaku dalam jiwamu
Kau adalah soulmateku… selamanya
Awan dan Pelangi melanjutkan perjalanannya… tuk pulang… menuju tujuan masing-masing, dimana ada cinta sebenarnya yang menanti kehadiran mereka tuk pulang kembali ke rumah yang penuh cinta.
Seperti 10 tahun yang lalu, Pelangi naik angkot duluan, sementara Awan mengantarkannya… ketika angkot melaju, Pelangi tersenyum dengan senyumannya yang paling manis di mata Awan… Awan mengacungkan kedua jempolnya … bathinnya berbisik “Aku masih mencintaimu Pelangi kecilku, selamanya… Meski kau tak pernah menjadi bintang kecilku, namun aku berharap kau mampu memetiknya….” secercah harapan Awan gantungkan di langit untuk Pelangi kecilnya.
Petiklah bintang
Malam ini kupejamkan mataku
Tuk hadirkan bayangmu dalam diriku
Lalu
kau hadir membawa senyum dan tatapan yang dalam
Membuatku berlari menghampirimu dan …
Mendekapmu dengan erat
Ku peluk cintamu kuat-kuat
Ku rasa hangatnya kasihmu dalam-dalam
Kau belai rambutku kau kecup keningku
Seraya berucap….
Sayangku…
Tidakkah kau lihat cahaya putih di ujung lorong ini ?
Disanalah asamu berada
Raihlah…kejarlah…wujudkanlah citamu…
Terbanglah kau hingga ke awan
Petiklah bintang yang paling kau suka sebanyak kau mau
Bawalah sinarnya ke bumi
Biar sinarnya mampu terangi hatimu
Agar kau mampu hadirkan bayangku
Tanpa harus kau pejamkan matamu
Malam ini kupejamkan mataku
Dan kau masih tersenyum disitu
Awan melangkah menuju kendaraan roda empat miliknya, kini ia tidak perlu mengejar angkot lagi. Awan mulai menjalankan mobilnya. Ketika kendaraan roda empatnya melaju, sebuah renungan hadir mengisi hatinya.
Aku telah miliki semuanya, rumah tangga yang bahagia, kariir dan kehidupan ekonomi yang mapan, anak-anak yang dapat aku banggakan, semua hal baik bahkan terbaik telah aku miliki sampai hari ini. Dan kini, aku mendapatkan lagi sebuah hal baik, sebuah kenangan yang tak kan pernah dapat aku lupakan, yaitu kenangan bersama Pelangi kecilku. Kenangan yang terindah yang pernah aku miliki… kenangan yang akan membuat aku, hidupku, bahkan hidup orang-orang disisiku menjadi lebih baik setiap kali aku mengingatnya… Energi cinta yang Pelangi berikan padaku, akan mampu membuatku menjadi seorang suami dan ayah terbaik bagi istri dan anak-anakku.
Asyiik sekali renungan Awan, hingga tanpa disadarinya ia telah sampai di halaman rumahnya. Pelanginya muncul dari dalam rumah, sosok yang anggun dan menawan hadir mendekatinya, tersenyum, kemudian mengulurkan tangannya yang lembut, menyalaminya kemudian mencium tangan kanannya. Awan mencium kening Pelangi, kemudian memeluknya dengan mesra, menggandengnya memasuki rumah mereka. Sebuah rumah dimana hanya ada kebahagiaan yang tercipta, tak pernah ada airmata selain karena haru bahagia.
______________________________________________________________________________________
Alangkah bahagianya Awan dan Pelangikecil. Sebuah pertemuan singkat yang terjadi, pada akhirnya dapat membebaskan mereka dari belenggu cinta masa lalu. Hati yang ikhlas dan lapang yang mereka miliki, mampu menjernihkan kalbu sehingga mereka mampu saling menyinari dengan cahaya yang sangat indah, cahaya cinta, cinta yang benar, sebenar benarnya cinta.
aku pulang….
Seharusnya aku memang tak boleh ada disini
Tapi kau memaksaku untuk diam semenit saja bersamamu
Lalu aku duduk termenung menatapmu dalam-dalam
Sinar matamu yang memancarkan cinta,
Tatapan lembutmu yang menyejukkan jiwa
Membuatku ingin berlama-lama disini
Seharusnya memang aku langsung pergi
Saat kau sapa lembut hatiku
membuatku memberi ruang dalam jiwa tuk kau tempati dalam damai
lalu aku terjebak dalam rasa, dalam riak gelombang asa yang kau tawarkan
membuatku hanyut dalam khayal
seharusnya aku langsung pulang, karena tempatku disana
dimana ada cinta sebenarnya yang menantiku penuh harap
yang memanggil namaku… yang menatap wajahku…
dalam setia…dalam cinta…dalam sayang…yang sebenarnya..
aku harus pulang…disini bukan tempatku… dan juga bukan tempatmu…
karena tempat kita berbeda tidak di sini …
tapi di sana…aku akan pulang…
dan kau…pulanglah sayang…
Dua menit waktu yang Pelangi berikan pada Awan akhirnya dapat mengobati luka cinta mereka. Dalam sebuah kios bakso sederhana di pinggir jalan Awan dan Pelangi menemukan cinta… cinta sebenarnya.
Tak ada yang patut disesali… Semua terjadi karena kehendak Illahi. Dan takdir Tuhan selalu indah jika dinikmati keindahannya dengan senyuman….
Pelangi tak pernah lagi bertemu Awan. Saat kerinduannya pada Awan hadir kembali… Pelangi selalu menatap langit menikmati indahnya gulungan awan yang berarak tertiup angin. Pelangi pun tersenyum dan berkata,” Kau akan tetap menjadi Awanku… karena kau adalah belahan jiwaku, kau adalah soulmateku… forever….”
Dalam dekapan penuh cinta suami tersayang, Pelangi menemukan keindahan dan kedamaian hidup yang tak terkira… meskipun cinta yang tumbuh di hatinya adalah cinta yang terlambat…namun Pelangi yakin… tak ada kata terlambat tuk meraih bahagia…bersama suami tercintanya.
Pelangi kembali berpuisi dalam kehidupannya, puisi cinta yang didasari ketulusan, diterangi keikhlasan, disertai kesabaran tuk mencinta dan terus mencinta sehingga ia mampu berpuisi untuk suami tercinta disisa hidupnya sampai jiwa terlepas dari raga, sampai tubuh terbujur kaku dan mulut tak bisa lagi bicara cinta…
Demikian pula halnya dengan Awan…
Sambil mendekap erat Pelanginya, Awan tersenyum dan bathinnya berkata ”Terima kasih atas cintamu yang begitu tulus padaku, istriku sayang…. Maafkan aku, jika ada dua Pelangi yang mengisi hatiku, namun kau tetaplah yang terbaik…”
Surat tuk kekasihku…
Kasihku…
Kau hadir dalam hidupku
Tanpa aku harus mengundangmu
Kau beri aku cinta
Tanpa aku harus berlutut memintanya
Kehadiranmu ….
membuatku menjadi seseorang yang berbeda
aku menjadi lebih baik dari sebelumnya
Cinta yang kau beri…
membuatku mampu melakukan hal-hal yang semula tak mungkin bisa ku lakukan
Kasih sayang yang kau tebarkan dalam hatiku
Membuatku mampu menahan smua rasa sakit dan derita yang senantiasa memelukku dengan erat
Ketulusan yang kau teladankan
membuatku menghargai dan menghormati cinta
sehingga cintaku lagi tak egois melainkan pasrah dalam mencinta
Kasihku…
cinta yang kau beri
adalah hal terindah yang ku dapatkan dalam hidupku ini
hingga aku mampu tersenyum melihat dunia
walau didalamnya ada banyak airmata
kasihku…
beningnya hatimu
membuatku mampu melihat kelemahan-kelemahanku
yang tertutup keangkuhan dan kecongkakanku
kasihku…
kau mampu jadi cermin untukku
dimana aku melihat diriku berdiri menjadi aku
aku yang sebenarnya tanpa topeng kepurapuraan
kasihku…
kau tak pernah mengeluh saat mendengar sejuta keluhanku
yang mengalir dari mulutku tanpa henti
dukungan yang senantiasa kau berikan membuatku semakin kokoh berdiri
bahkan aku mampu berlari tanpa aku menyadari begitu cepatnya aku
kasihku…
saat ku terluka, kau disisiku mengobatiku dalam ikhlash
saat ku gelisah, kau disisiku menenangkanku dalam damai
saat ku tiada berdaya, kau disisiku
mengulurkan tanganmu membantuku bangkit dan berdiri
saat ku menangis, kau disisiku membiarkan bahumu basah oleh airmataku
bahkan…
saat aku bertindak bodoh…kau tetap disisiku menerimaku apa adanya
tanpa menghakimi bahkan tersenyum memaafkanku…
kasihku …
kaulah teman sejatiku
yang mampu menunjukkan inilah kehidupan yang sebenarnya
dimana didalamnya ada banyak cinta… ada banyak tawa…. ada banyak duka… ada banyak pengorbanan…
dan betapa indahnya sebuah pengorbanan yang dilakukan secara sukarela dan penuh cinta…
sekalipun terasa perih
namun begitu menyenangkan
membuatku mampu selalu tersenyum saat memikirkannya…
kasihku…
betapa damai hatiku saat kau disisiku
kasihku…
tetaplah disini bersamaku arungi cinta dalam hati yang indah dirasa
kasihku…
terima kasih telah bersamaku hingga hari ini…..
T A M A T
Keindahan hidup tak bergantung pada betapa bahagianya hidup kita, melainkan betapa bahagianya hidup oranglain karena kita….
Jangan biarkan masa lalu mengisi jiwamu lagi, melangkahlah !
Selalu ada harapan bagi orang yang mau berusaha
Tuk meraih cinta
Cinta sejati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar