Laman

17 Oktober 2009

Pembelajaran Tematik

PEMBELAJARAN TEMATIK DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR

Oleh:

Sri Hendrawati, S.Pd., M.Pd.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peserta didik kelas satu, dua, dan tiga sekolah dasar berada pada rentangan usia dini. Pada usia tersebut seluruh aspek perkembangan kecerdasan seperti IQ, EQ, dan SQ tumbuh dan berkembang sangat luar biasa. Pada umumnya tingkat perkembangan masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik) serta mampu memahami hubungan antara konsep secara sederhana. Proses pembelajaran masih bergantung kepada objek-objek konkrit dan pengalaman yang dialami secara langsung.

Pelaksanaan pembelajaran yang terpisah menyebabkan banyak permasalahan bagi siswa kelas rendah, selain daripada itu muncul permasalahan lain yaitu tingginya angka mengulang kelas dan putus sekolah. Angka mengulang kelas dan angka putus sekolah peserta didik kelas I SD jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang lain. Data tahun 1999/2000 memperlihatkan bahwa angka mengulang kelas satu sebesar 11,6% sementara pada kelas dua 7,51%, kelas tiga 6,13%, kelas empat 4,64%, kelas lima 3,1%, dan kelas enam 0,37%. Pada tahun yang sama angka putus sekolah kelas satu sebesar 4,22%, masih jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelas dua 0,83%, kelas tiga 2,27%, kelas empat 2,71%, kelas lima 3,79%, dan kelas enam 1,78%.

Angka nasional tersebut semakin memprihatinkan jika dilihat dari data di masing-masing propinsi terutama yang hanya memiliki sedikit taman Kanak-kanak. Hal itu terjadi terutama di daerah terpencil. Pada saat ini hanya sedikit peserta didik kelas satu sekolah dasar yang mengikuti pendidikan prasekolah sebelumnya. Tahun 1999/2000 tercatat hanya 12,61% atau 1.583.467 peserta didik usia 4-6 tahun yang masuk Taman Kanak-kanak, dan kurang dari 5 % Peserta didik berada pada pendidikan prasekolah lain.

Permasalahan tersebut menunjukkan bahwa kesiapan sekolah sebagian besar peserta didik kelas awal sekolah dasar di Indonesia cukup rendah. Sementara itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa peserta didik yang telah masuk Taman Kanak-Kanak memiliki kesiapan bersekolah lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang tidak mengikuti pendidikan Taman Kanak-Kanak. Selain itu, perbedaan pendekatan, model, dan prinsip-prinsip pembelajaran antara kelas satu dan dua sekolah dasar dengan pendidikan pra-sekolah dapat juga menyebabkan peserta didik yang telah mengikuti pendidikan pra-sekolah pun dapat saja mengulang kelas atau bahkan putus sekolah.

Atas dasar pemikiran di atas dan dalam rangka implementasi Standar Isi yang termuat dalam Standar Nasional Pendidikan, maka pembelajaran pada kelas awal sekolah dasar yakni kelas satu, dua, dan tiga lebih sesuai jika dikelola dalam pembelajaran terpadu melalui pendekatan pembelajaran tematik. Untuk memberikan gambaran tentang pembelajaran tematik yang dapat menjadi acuan dan contoh konkret, disiapkan model pelaksanaan pembelajaran tematik untuk SD/MI kelas I hingga kelas III.

B. Batasan Masalah

Pada makalah ini akan dibahas beberapa hal mengenai pembelajaran tematik dengan terlebih dahulu mengupas secara singkat mengenai pembelajaran terpadu serta model-model pembelajaran terpadu. Selain dari itu dibahas pula mengenai pembelajaran tematik pada jenjang Sekolah Dasar.

PEMBELAJARAN TEMATIK DAN IMPLIKASINYA BAGI JENJANG PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

Pembelajaran Terpadu

Pembelajaran terpadu atau integrated learning merupakan suatu konsep yang dapat dikatakan sebagai pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Bermakna artinya bahwa dalam pembelajaran terpadu, siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep yang lain yang sudah mereka pahami.(Tim pengembang D-II dan S-2,1997:6). Jika dibandingkan dengan pendekatan konvensional, pembelajaran terpadu lebih melibatkan siswa secara aktif secara mental dan fisik di dalam kegiatan belajar mengajar di kelas serta pembuatan keputusan. Pendapat John Dewey dengan konsepnya “Learning By Doing” sangat sesuai dengan pendekatan terpadu ini.

Pada dasarnya model pembelajaran terpadu merupakan system pembelajaran yang memungkinkan siswa baik individual maupun kelompok aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistic, bermakna dan otentik. Pembelajaran terpadu akan terjadi apabila peristiwa-peristiwa otentik atau eksplorasi tema menjdai pengendali di dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan berpartisipasi di dalam eksplorasi tema tersebut, para siswa belajar sekaligus melakukan proses dan siswa belajar berbagai mata pelajaran secara serempak. Sedangkan, UNESCO memberikan definisi tentang pembelajaran terpadu seperti yang dikemukakan oleh Anna Poedjadi (1981;80) bahwa pengajaran terpadu terdiri dari pendekatan-pendekatan di mana konsep dan prinsip pembelajaran disajikan dalam satu paket pembelajaran sehingga tampak adanya satau kesatuan pemikiran ilmiah dan fundamental.

Pembelajaran terpadu seperti yang dikemukakan Hilda Karli (2003;53) mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1. Berpusat pada anak (student centered)

2. Memberi pengalaman langsung pada anak

3. Pemisahan antar bidang studi tidak begitu jelas

4. Menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam suatu proses pembelajaran

5. Bersifat luwes

6. Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak

7. Holistik, artinya suatu peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu diamati dan dikaji dari beberapa mata pelajaran sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak

8. Bermakna, artinya pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar schemata yang dimiliki siswa. Pada gilirannya nanti akan berdampak kebermaknaan dari meteri yang dipelajari. Siswa mampu menerakan perolehan belajarnya untuk memecahkan masalah-masalah nyata di dalam kehidupannya.

9. Otentik, artinya informasi dan pengetahuan yang diperoleh sifatnya menjadi otentik. Guru hanya sebagai fasilitator dan katalisator saja sementara itu siswa bertindak sebagai actor pencari informasi dan pengetahuannya. Artinya siswa memahami sendiri pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar mereka. Oleh karena itu siswa tidak akan cepet lupa dengan pengetahuan yang diperolehnya itu.

10. Aktif, artinya siswa perlu terlibat langsung dan aktif dalam proses pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga proses evaluasinya.

Macam-macam Model Pembelajaran Terpadu

Menurut Fogarty dalam bukunya How to Integrate the Curricula , ada 10 macam model pembelajaran terpadu, seperti : fragmented (penggalan), connected (keterhubungan), nested (sarang), sequenced (pengurutan), shared (irisan), webbed (jarring laba-laba), threaded (bergalur), integrated (terpadu), immersed (terbenam), dan networked (jaringan kerja).

1. Model Penggalan (Fragmented) adalah model pembelajaran konvensional yang terpisah secara mata pelajaran. Hal ini dipelajari siswa tanpa menghubungkan kebermaknaan dan keterkaitan antara satu pelajaran dengan pelajaran lainnya. Setiap mata pelajaran diajarkan oleh guru yang berbeda dan mungkin pula ruang yang berbeda. Setiap mata pelajaran memiliki ranahnya tersendiri dan tidak ada usaha untuk mempersatukannya. Setaiap mata pelajaran berlangsung terpisah dengan pengorganisasian dan cara mengajar yang berbedadari setiap guru.

Kelemahan model ini : siswa tidak dapat mengintegrasikan konsep-konsep yang sama, keterampilan serta sikap yang ada kaitannya satu dengan yang lainnya.

Keunggulan model ini antara lain : guru dapat menyiapkan bahan ajar sesuai dengan bidang keahliannya dan dengan mudah menentukan ruang lingkup bahasan yang diprioritaskan dalam setiap pengajaran.

2. Model Keterhubungan (Connected) adalah model pembelajaran terapdu yang secara sengaja diusahakan untuk menghubungkan satu konsep dengan konsep yang lain, satu topic dengan topic yang lain, satu keterampilan dengan keteramilan yag lain, tugas yang dilakukan dalam satu hari dengan tugas yang dilakukan pada hari berikutnya, bahkna ide-ide yang dipelajari pada satu semester berikutnya dalam satu bidang studi.

Keunggulan model ini antara lain adalah siswa dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas dan luas dari konsep yang dijelaskan dan juga siswa diberi kesempatan untuk melakukan pedalaman, tinjauan, memperbaiki dan mengasimilasi gagasan secara bertahap.

Kelemahan model ini adalah bagi guru bidang studi mungkin kurang terdorong untuk menghubungkan konsep yang terkait karena sukarnya mengatur waktu untuk merundingkannya atau karena terfkus pada keterkaitan konsep, maka pembelajaran secara global jadi terabaikan.

3. Model Sarang (Nested) adalah model pembelajaran terpadu yang target utamanya adalah materi pelajaran yang dikaitkan dengan keterampilan berfikir dan keterampilan mengorganisasi. Artinya memadukan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik serta memadukan keterampilan proses, sikap dan komunikasi. Model ini masih memfokuskan keterpaduan beberapa aspek pada satu mata pelajaran saja. Tetapi materi pelajaran masih ditempatkan pada prioritas utama yang kemudian dilengkapi dengan aspek keterampilan lain. model ini dapat digunakan bila guru mempunyai tujuan selain menanamkan konsep suatu materi tetapi juga aspek keterampilan lainnya menjadi suatu kesatuan. Dengan menggabungkan atau merangkaikan kemampuan-kemampuan tertentu pada ketiga cakupan tersebut akan lebih mudah mengintegrasikan konsep-konsep dan sikap melalui aktivitas yang telah terstruktur.

Keunggulan model sarang antara lain : kemampuan siswa lebih diperkaya lagi karena selain memperdalam materi juga aspek keterampilan seperti berfikir dan mengorganisasi. Setiap mata pelajaran mempunyai dimensi ganda yang berguna kelak untuk kehidupan siswa mendatang.

Kelemahan model ini adalah dalam hal perencanaan, jika dilakukan secara tergesa-gesa dan kurang cermat maka penggabungan beberapa materi dan aspek keterampilan dapat mengacaukan pola pikir siswa. Pada mulanya tujuan utama pengajaran adalah penekanan pada materi, tetapi akhirnya bergeser prioritasnya pada keterampilan.

4. Model Pengurutan (Sequenced) adalah model pembelajaran yang topic atau unit yang disusun kembali dan diurutkan sehingga bertepatan pembahasannya satu dengan yang lainnya. Misalnya dua mata pelajaran yang berhubungan diurutkan sehingga materi pelajaran dari keduanya dapat diajarkan secara parallel. Dengan mengurutkan urutan topic-topik yang diajarkan, tiap kegiatan akan dapat saling mengutamakan karena tiap subjek saling mendukung.

Keunggulan model ini adalah dalam penyusunan urutan topic, guru memiliki keleluasaan untuk menentukan sendiri berdasarkan prioritas dan tidak dibatasi oleh apa yang sudah tercantum dalam kurikulum. Sedangkan dari sudut pandang siswa, pengurutan topic yang berhubungan dari disiplin yang berbeda akan membantu mereka untuk memahami isi dari mata pelajaran tersebut.

Kelemahan model pengurutan antara lain perlu adanya kerjasama antara guru-guru bidang studi agar dapat mengurutkan materi, sehingga ada kesesuaian antara konsep yang ssatu dengan konsep yang lainnya.

5. Model Irisan (Shared) adalah model pembelajaran terpadu yang merupakan gabungan atau keterpaduan antara dua mata pelajaran yang saling melengkapi dan di dalam perencanaan atau pengajarannya menciptakan satu focus pada konsep, keterampilan serta sikap. Penggabungan antara konsep pelajaran, keterampilan dan sikap yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya dipayungi dalam satu tema. Model ini berbeda dengan model sarang, dimana tema memayungi dua mata pelajaran, aspek konsep, keterampilan dan sikap menjadi kesatuan yang utuh. Sedangkan pada model sarang, sebuah tema hanya memayungi satu pelajaran saja.

Keunggulan model ini antara lain adalah dalam hal mentransfer konsep secara lebih dalam, siswa menjadi lebih mudah melakukannya. Misalnya dengan alat bantu media film untuk menanamkan konsep dari dua mata pelajaran dalam waktu yang bersamaan.

Kelemahan model ini antara lain adalah untuk menyususn rencana model pembelajaran ini diperlukan kerjasama guru dari mata pelajaran yang berbeda, sehingga perlu waktu ekstra untuk mendiskusikannya.

6. Model Jaring Laba-laba (Spider Webbed) adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik. Pendekatan ini pengembangannya dimulai dengan menentukan tema tertentu. Setelah tema disepakati, maka dikembangkan menjadi subtema dengan memperlihatkan keterkaitan dengan bidang studi lain. setelah itu dikembangkan berbagai aktivitas pembelajatran yang mendukung.

Keunggulan model ini antara lai : factor motivasi berkembang karena adanya pemilihan tema yang didasarkan pada minat siswa. Mereka dapat dengan mudah melihat bagaimana kegiatan yang berbeda dan ide yang berbeda dapat saling berhubungan, kemudahan untuk lintas semester dalam KTSP sangat mendukung untuk dapat dilaksanakannya model pembelajaran ini.

Kelemahan model ini antara lain : kecenderungan untuk mengambil tema sangat dangkal sehingga kurang bermanfaat bagi siswa. Selain itu seringkali guru terfokus pada kegiatan sehingga materi atau konsep menjadi terabaikan. Perlu ada keseimbangan antara kegiatan dan pengembangan materi pelajaran.

7. Model Bergalur (Threaded) adalah model pembelajaran yang memfokuskan pada metakurikulum yang menggantikan atau yang berotongan dengan inti materi subjek. Misalnya untuk melatih keterampilan berfikir (problem solving) dari beberapa mata pelajaran dicari bagia materi yang merupakan bagian dari problem solving. Seperti komponen memprediksi, meramalkan kejadian yang sedang berlangsung, mengantisipasi sebuag bacaan, hipotesis laboratorium dan sebagainya. Keterampilan-keterampilan ini merupakan dasar yang saling berkaitan. Keterampilan yang digunakan dalam modelini disesuaikan pula dengan perkembangan usia siswa sehingga tidak tumpan tindih.

Keunggulan model ini antara lain : konsep berputar sekitar metakurikulum yang menekankan pada perilaku metakognitif. Model ini membuat siswa dapat belajar bagaimana seharusnya belajar di masa yang akan dating sesuai dengan laju perkembangan era globalisasi. Niali lebih dari model ini adalah materi untuk tiap mata pelajaran tetap murni sehingga siswa yang mempunyai tingkat pemikiran superordinat memiliki kekuatan transfer pada keterampilan hidup.

Kelemahan model ini antara lain : Hubungan isi antar materi pelajaran tidak terlalu ditunjukkan sehingga secara eksplisit sehingga siswa kurang dapat memahami keterkaitan konten antara mata pelajaran satu dengan yang lainnya. Guru perlu memahami keterampilan dan strategi yang digunakan siswa agar dapat mengembangkan dirinya.

8. Model Keterpaduan (Integrated) adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan antar bidang studi. Model ini diusahakan dengan cara menggabungkan bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep dan sikap yang saling tumpang tindih di dalam beberapa mata pelajaran. Untuk membuat tema, guru harus menyeleksi terlebih ahulu konsep dari beberapa mata pelajaran, selanjutnya dikaitkan dalam satu tema untuk memayungi beberapa mata pelajaran, dalam satu paket pembelajaran bertema.

Keunggulan model ini adalah : siswa merasa senang dengan adanya keterkaitan dan hubungan timbale balik antar berbagai disiplin ilmu, memperluas wawasan dan apresiasi guru, jika dapat diterapkan dengan baik maka dapat dijadikan model pembelajaran yang ideal di lingkungan sekolah “integrated day”

Kelemahan model ini adalah : sulit mencari keterkaitan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya, juga mencari keterkaitan aspek keterampilan yang terkait. Dibutuhkan banyak waktu pada beberapa mata pelajaran untuk didiskusikan guna mencari keterkaitan dan mencari tema.

9. Model Terbenam (Immersed) adalah model pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran dalam satu proyek. Misalnya seorang mahasiswa yang memperdalam ilmu kedokteran maka selain Biologi, Kimia, Komputer, juga harus mempelajari fisika dan setiap mata pelajaran tersebut ada kesatuannya. Model ini dapat pula diterapkan pada siswa SD, SMP, maupun SMU dalam bentuk proyek di akhir semester.

Keunggulan model ini adalah ; setiap siswa mempunyai ketertarikan mata pelajaran yang berbeda maka secara tidak langsung siswa yang lain akan belajar dari siswa lainnya. Mereka terpacu untuk dpat menghubungkan mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya. Mata pelajaran menjadi lebih terfokus dan siswa akan selalu mencari tahu apa yang menjadi pertanyaan baginya, sehingga pengalamannya menjadi lebih luas. Model ini melatih kreatifitas berfikir siswa secara bertahap dari jenjang SD hingga SMU. Bagi siswa kelas 4 SD model ini dapat dilaksanakan pada hari HUT RI. Misalnya merancang sebuah pesawat terbang yang seimbang lalu dipamerkan.

Kelemahan model ini antara lain : siswa yang tidak senang membaca akan mendapat kesulitan utnuk mengerjakan proyek ini, sehingga siswa menjadi kehilangan minat belajar. Guru perlu waktu untuk mengorganisir semua kegiatan proyek yang dilaksanakan oleh siswa yang tersususn secara baik dan terencana sebelumnya.

10. Model Jaringan Kerja (Networking) adalah model pembelajaran berupa kerjasama antara siswa dengan seorang ahli dalam mencari data, keterangan, atau lainnya sehubungan dengan mata pelajaran yang disukainya atau yang diminatinya sehingga siswa secara tidak langsung mencari tahu dari berbagai sumber. Sumber dapat berupa buku bacaan, internet, saluran radio, TV, atau teman, kakak, orangtua atau guru yang dianggap ahli olehnya. Siswa memperluas wawasan belajarnya sendiri artinya siswa termotivasi belajar karena rasa ingin tahunya yang besar dalam dirinya.

Keunggulan model ini : siswa memperluas wawasan pengetahuan pada satu atau dua mata pelajaran secara mendalam dan sempit sararannya. Hal ini umumnya muncul secara tidak sengaja selama proses pembelajaran di kelas sedeng berlangsung.

Kelemahan model ini adalah : kemnkinan motivasi siswa akan berubah sehingga kedalaman materi pelajaran menjadi dangkal secara tidak sengaja karena mendapat hambatan dalam mencari sumber.

Secara umum pembelajaran terpadu memiliki kelebihan dan kekurangan dalam hal implementasinya. Adapun kelebihan pembelajaran terpadu adalah :

  1. Pengalaman dan kegiatan belajar anaka akan selalu relevan dengan tingkat pekembangan anak
  2. Kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak dari minat dan kebutuhan anak
  3. Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak sehingga hasil belajar akan dapat bertahan lebih lama.
  4. Pembelajaran terpadu menumbuhkembangkan keterampilan berfikir anak.
  5. Menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang ditemui dalam lingkungan anak.
  6. Menumbuhkembangkan keterampilan social anak seperti kerjasama, toleransi, komunikasi dan menghargai gagasan orang lain.

Kelemahan pembelajaran terpadu antara lain dalam hal evaluasi. Aspek evaluasi yang lebih banyak menuntut guru untuk melakukannya tidak hanya terhadap hasil melainkan juga terhadap proses. Oleh karena itu pemebelajaran terpadu evaluasinya lebih beragam

Pembelajaran Tematik Pada Jenjang Sekolah Dasar

A. Pengertian Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu. Dalam pembahasannya tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Sebagai contoh, tema “Air” dapat ditinjau dari berbagai mata pelajaran seperti IPA, IPS, Matematika, bahasa dan seni , bahkan dapat pula ditinjau dari mata pelajaran agama dan PJOK.

Berdasarkan beberapa model pembelajaran terpadu di atas, dapat digunakan beberapa model pembelajaran yang menggunakan pendekatan tematik pada jenjang sekolah dasar. Model yang biasa digunakan adalah model jaring laba-laba (spider webb) dan model keterpaduan (integrated).

Pembelajaran tematik menyediakan keluasan dan kedalaman implementasi kurikulum, menawarkan kesempatan yang sangat banyak pada siswa untuk memunculkan dinamika dalam pendidikan. Unit yang tematik adalah epitome dari seluruh bahasan pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk secara produktif menjawab pertanyaan yang dimunculkan sendiri dan memuaskan rasa ingin tahu dengan penghayatan secara alamiah tentang dunia di sekitar mereka.

Keuntungan pembelajaran tematik bagi guru antara lain adalah sebagai berikut:

  1. Tersedia waktu lebih banyak untuk pembelajaran.
  2. Materi pelajaran tidak dibatasi oleh jam pelajaran, melainkan dapat dilanjutkan sepanjang hari, mencakup berbagai mata pelajaran.
  3. Hubungan antar mata pelajaran dan topik dapat diajarkan secara logis dan alami. Dapat ditunjukkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kontinyu, tidak terbatas pada buku paket, jam pelajaran, atau bahkan empat dinding kelas.
  4. Guru dapat membantu siswa memperluas kesempatan belajar ke berbagai aspek kehidupan. Guru bebas membantu siswa melihat masalah, situasi, atau topik dari berbagai sudut pandang.
  5. Pengembangan masyarakat belajar terfasilitasi. Penekanan pada kompetisi bisa dikurangi dan diganti dengan kerja sama dan kolaborasi.

Keuntungan pembelajaran tematik bagi siswa antara lain adalah sebagai berikut:

  1. Bisa lebih memfokuskan diri pada proses belajar, daripada hasil belajar.
  2. Menghilangkan batas semu antar bagian-bagian kurikulum dan menyediakan pendekatan proses belajar yang integratif.
  3. Menyediakan kurikulum yang berpusat pada siswa – yang dikaitkan dengan minat, kebutuhan, dan kecerdasan; mereka didorong untuk membuat keputusan sendiri dan bertanggung jawab pada keberhasilan belajar.
  4. Merangsang penemuan dan penyelidikan mandiri di dalam dan di luar kelas.
  5. Membantu siswa membangun hubungan antara konsep dan ide, sehingga meningkatkan apresiasi dan pemahaman.

B. Kaitan Pembelajaran Tematik dengan Standar Isi dalam KTSP

Dalam kerangka dasar dan struktur kurikulum yang dikeluarkan . Badan Standar Nasional Pendidikan, dijelaskan bahwa untuk kelas I, II, dan III SD pembelajaran dilaksanakan melalui pendekatan tematik. Mata pelajaran yang harus dicakup adalah (1) pendidikan agama, (2) pendidikan kewarganegaraan, (3) bahasa Indonesia, (4) matematika, (5) ilmu pengetahuan alam, (6) ilmu pengetahuna sosial, (7) seni budaya dan keterampilan, dan (8) pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan.

Dalam pembelajaran tematik, standar kompetensi dan kompetensi dasar yang termuat dalam standar isi harus dapat tercakup seluruhnya karena sifatnya masih minimal. Sesuai dengan petunjuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), standar itu dapat diperkaya dengan muatan lokal atau ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan.

C. Cara Merancang Pembelajaran Tematik

Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik, perlu dilakukan beberapa hal yang meliputi tahap perencanaan yang mencakup kegiatan pemetaan kompetensi dasar, pengembangan jaringan tema, pengembangan silabus dan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran.

Pemetaan Kompetensi Dasar

Kegiatan pemetaan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator dari berbagai mata pelajaran yang dipadukan dalam tema yang dipilih. Kegiatan yang dilakukan adalah:

1. Penjabaran Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ke dalam indikator

Melakukan kegiatan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar dari setiap mata pelajaran ke dalam indikator. Dalam mengembangkan indikator perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran Dirumuskan dalam kata kerja oprasional yang terukur dan/atau dapat diamati

2. Menentukan tema

Cara penentuan tema

Dalam menentukan tema dapat dilakukan dengan dua cara yakni, cara pertama, mempelajari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam masing-masing mata pelajaran, dilanjutkan dengan menentukan tema yang sesuai. Cara kedua, menetapkan terlebih dahulu tema-tema pengikat keterpaduan, untuk menentukan tema tersebut, guru dapat bekerjasama dengan peserta didik sehingga sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.

Prinsip Penentuan tema

Dalam menetapkan tema perlu memperhatikan beberapa prinsip yaitu: 1) Memperhatikan lingkungan yang terdekat dengan siswa: 2) Dari yang termudah menuju yang sulit; 3)Dari yang sederhana menuju yang kompleks; 4) Dari yang konkret menuju ke yang abstrak.

Tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berpikir pada diri siswa Ruang lingkup tema disesuaikan dengan usia dan perkembangan siswa,termasuk minat, kebutuhan, dan kemampuannya

Topik untuk pembelajaran tematik dapat berasal dari beberapa sumber. Misalnya topik-topik dalam kurikulum, isu-isu , masalah-masalah , event-event khusus, minat siswa serta dari berbagai literatur yang relevan.

Menurut Hilda Karli (2003;63) dalam memilih tema, perlu diperhatikan beberapa aspek seperti :

a. tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan untuk memadukan banyak bidang studi

b. tema harus bermakna, maksudnya bahwa tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya

c. tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak

d. tema yang dikembangkan harus mampu mewadahi sebagaian besar minat anak

e. tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa otentik yang terjadi di dalam rentang waktu belajar

f. tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku serta harapan masyarakat

g. tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar

3. Identifikasi dan analisis Standar Kompetensi, Kompetensi dasar dan Indikator

Lakukan identifikasi dan analisis untuk setiap Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan indikator yang cocok untuk setiap tema sehingga semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator terbagi habis

C. Menetapkan Jaringan Tema

Buatlah jaringan tema yaitu menghubungkan kompetensi dasar dan indikator dengan tema pemersatu. Dengan jaringan tema tersebut akan terlihat kaitan antara tema,kompetensi dasar dan indikator dari setiap mata pelajaran. Jaringan tema ini dapat dikembangkan sesuai dengan alokasi waktu setiap tema.

Pengorganisasian tema dilakukan dengan menggunakan jaringan topik,

seperti contoh berikut ini.

Untuk merencanakan suatu model pembelajaran tematik, sebaiknya siswa dilibatkan dalam memilih tema atau kegiatan yang akan dilakukan, kecuali untuk kelas-kelas rendah (kelas1-3). Collin dan Dixon dalam Integrated Learning (1991;13) mengungkapkan bagaimana tahapan untuk merencanakan suatu model pembelajaran terpadu yang juga dapat diterapkan pada pendekatan tematik ini.


Gambar tahapan perencanaan model pembelajaran terpadu

D. Penyusunan Silabus

Hasil seluruh proses yang telah dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya dijadikan dasar dalam penyusunan silabus. Komponen silabus terdiri dari standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, pengalaman belajar, alat/sumber, dan penilaian.

E. Penyusunan Rencana Pembelajaran

Untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran guru perlu menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Rencana pembelajaran ini merupakan realisasi dari pengalaman belajar siswa yang telah ditetapkan dalam silabus pembelajaran. Komponen rencana pembelajaran tematik meliputi:

  1. Identitas mata pelajaran (nama mata pelajaran yang akan dipadukan, kelas, semester, dan waktu/banyaknya jam pertemuan yang dialokasikan).
  2. Kompetensi dasar dan indikator yang akan dilaksanakan.
  3. Materi pokok beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa dalam rangka mencapai kompetensi dasar dan indikator.
  4. Strategi pembelajaran (kegiatan pembelajaran secara konkret yang harus dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan materi pembelajaran dan sumber belajar untuk menguasai kompetensi dasar dan indikator, kegiatan ini tertuang dalam kegiatan pembukaan, inti dan penutup).
  5. Alat dan media yang digunakan untuk memperlancar pencapaian kompetensi dasar, serta sumber bahan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran tematik sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai.
  6. Penilaian dan tindak lanjut (prosedur dan instrumen yang akan digunakan untuk menilai pencapaian belajar peserta didik serta tindak lanjut hasil penilaian).

F. Mengumpulkan Bahan dan Sumber

Pembelajaran tematik berbeda dengan pembelajaran berdasarkan buku paket tidak hanya dalam mendesain, melainkan juga berbagai bahan yang digunakan. Sumber yang digunakan dalam pembelajaran tematik antara lain ; Sumber-sumber yang tercetak, Sumber-sumber visual, Sumber-sumber literatur serta Artifac .

G. Mendesain Kegiatan dan Proyek

Dalam beberapa literatur, desain kegiatan pembelajaran tematik hendaknya memperhatikan aspek berikut ini :

a. Integrasikan bahasa – membaca, menulis, berbicara, dan mendengar.

b. Hendaknya bersifat holistik.

c. Tekankan pada pada pendekatan “hands-on, minds-on”.

d. Sifatnya lintas kurikulum.

H. Mengimplementasikan Pembelajaran Tematik

Beberapa kemungkinan implementasi pembelajaran tematik pada jenjang sekolah dasar:

a. Lakukan pembelajaran tematik sepanjang hari, untuk beberapa hari.

b. Lakukan pembelajaran tematik selama setengah hari untuk beberapa hari.

c. Gunakan pembelajaran tematik untuk satu atau dua mata pelajaran.

d. Gunakan pembelajaran tematik untuk beberapa mata pelajaran.

e. Gunakan pembelajaran tematik untuk kegiatan lanjutan.

KESIMPULAN

Pembelajaran terpadu atau integrated learning merupakan suatu konsep yang dapat dikatakan sebagai pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Pada dasarnya model pembelajaran terpadu merupakan system pembelajaran yang memungkinkan siswa baik individual maupun kelompok aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistic, bermakna dan otentik.

Menurut Fogarty dalam bukunya How to Integrate the Curricula , ada 10 macam model pembelajaran terpadu, seperti : fragmented (penggalan), connected (keterhubungan), nested (sarang), sequenced (pengurutan), shared (irisan), webbed (jarring laba-laba), threaded (bergalur), integrated (terpadu), immersed (terbenam), dan networked (jaringan kerja).

Berdasarkan beberapa model pembelajaran terpadu di atas, dapat digunakan beberapa model pembelajaran yang menggunakan pendekatan tematik pada jenjang sekolah dasar. Model yang biasa digunakan adalah model jaring laba-laba (spider webb) dan model keterpaduan (integrated).

Pembelajaran tematik menyediakan keluasan dan kedalaman implementasi kurikulum, menawarkan kesempatan yang sangat banyak pada siswa untuk memunculkan dinamika dalam pendidikan. Unit yang tematik adalah epitome dari seluruh bahasan pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk secara produktif menjawab pertanyaan yang dimunculkan sendiri dan memuaskan rasa ingin tahu dengan penghayatan secara alamiah tentang dunia di sekitar mereka.

Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik, perlu dilakukan beberapa hal yang meliputi tahap perencanaan yang mencakup kegiatan pemetaan kompetensi dasar, pengembangan jaringan tema, pengembangan silabus dan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran.

Kepiawaian dan kreatifitas guru dalam menentukan tema dan merancang kegiatan pembelajaran adalah sarat mutlak bagi keberhasilan pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar.

Pembelajaran Sains

KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SAINS TINGKAT SEKOLAH DASAR

Oleh :

Sri Hendrawati, S.Pd, M.Pd



PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada hakikatnya IPA dapat dipandang dari segi produk, proses dan dari segi pengembangan sikap. Artinya, belajar IPA memiliki dimensi proses, dimensi hasil (produk) dan dimensi pengembangan sikap ilmiah. Ketiga dimensi tersebut bersifat saling terkait. Hal ini berarti bahwa proses belajar mengajar IPA seharusnya mengandung ketiga dimensi tersebut.

IPA dipandang sebagai salah satu mata pelajaran yang dianggap penting dalam dunia pendidikan, hal ini diibuktikan dengan diberlakukannya IPA sebagai mata pelajaran wajib di sekolah dengan jumlah porsi jam pelajaran yang cukup banyak dibandingkan pelajaran lainnya. Namun, sangat disayangkan bahwa pada kenyataannya kegiatan pembelajaran IPA di persekolahan seringkali tidak sejalan dengan hakikat IPA yang sebenarnya. Pembelajaran IPA di persekolahan menitik beratkan pada penguasaan konsep semata dengan target agar mendapatkan rata-rata nilai UASBN untuk SD atau nilai UAN untuk SMP dan SMU yang baik. Hal ini menyebabkan pembelajaran IPA di sekolah menjadi monoton, pembelajaran IPA berubah menjadi pembelajaran sastra IPA dimana siswa dijejali oleh hapalan konsep-konsep yang miskin pengalaman dan pembentukan sikap ilmiah yang sebenarnya sangat dibutuhkan siswa dalam kehidupannya. Pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru (teacher centered). Guru lebih banyak menempatkan peserta didik sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Pendidikan kita kurang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir holistik (menyeluruh), kreatif, objektif, dan logis, serta kurang memperhatikan ketuntasan belajar secara individual. Hal ini pun diungkapkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Blazelly, dkk (dalam Suderajat, 2004:2) bahwa: Pembelajaran di Indonesia cenderung sangat teoritik dan tidak terkait dengan lingkungan dimana siswa berada. Akibatnya peserta didik tidak mampu menerapkan apa yang dipelajarinya di sekolah, guna memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan telah mencabut peserta didik dari lingkungannya sehingga mereka menjadi asing di dalam masyarakatnya sendiri.

Pendidikan IPA bukan hanya transfer ilmu pengetahuan dari guru kepada siswa sebagai peserta didik. Kalau hanya transfer pengetahuan yang terjadi, pendidikan tidak akan menghasilkan generasi terdidik dan berkualitas. Rohandi (1998: 113) menyatakan bahwa, “Pembelajaran sains tidak lain merupakan proses konstruksi pengetahuan (sains) melalui aktivitas berpikir anak. Dalam keadaan ini, anak diberi kesempatan untuk mengembangkan pengetahuannya secara mandiri melalui proses komunikasi yang menghubungkan pengetahuan awal yang dimiliki dengan pengetahuan yang akan/harus mereka temukan. Dengan demikian, kondisi seperti ini akan mampu menjadikan anak berdaya, yang sangat berperan penting dalam kehidupan mereka sehari-hari.”

Dalam pembelajaran IPA, proses memerankan peranan yang sangat penting dalam pemerolehan IPA sebagai produk dan pemupukan sikap. Yang dimaksud proses dalam hal ini adalah proses mendapatkan IPA. Sebagaimana kita ketahui bahwa IPA sebagai ilmu diperoleh melalui metode ilmiah. Dengan demikian pembelajaran IPA sebaiknya menerapkan metode ilmiah ini. Untuk jenjang SD, metode ilmiah dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan sampai pada tahap siswa dapat melakukan penelitian secara sederhana. Disamping itu, pentahapan pengembangannya disesuaikan dengan tahapan dari suatu proses penelitian atau eksperimen yang terdapat dalam urutan metode ilmiah secara sederhana yang disesuaikan dengan tahapan peserta didik secara psikologis agar pembelajaran lebih bermakna bagi siswa.

Untuk memahami suatu konsep, siswa hendaknya diberi peluang untuk memperoleh dan menemukan konsep melalui serangkaian kegiatan pembelajaran yang menunjang untuk tercapainya hal tersebut. Mengapa penemuan ini begitu penting ? Menurut J.Bruner (1961) terdapat empat alas an yang mendasarinya, yaitu : (1) dapat mengembangkan kemampuan intelektual siswa, (2) menambah motivasi intrinsic, (3) menghayati bagaimana ilmu itu diperoleh, dan (4) memperoleh daya ingat yang lebih lama retensinya.

Pada hakikatnya, dalam proses mendapatkan IPA diperlukan beberapa keterampilan yang disebut keterampilan proses. Sumantri (2001;95) mengungkapkan bahwa suatu pengajaran yang menggunakan pendekatan keterampilan proses berarti pengajaran itu berusaha menempatkan siswa dalam posisi yang amat penting. Siswa dipandang sebagai seorang ilmuwan yang harus menyadari dirinya bagaimana mereka belajar (to learn how to learn). Dengan kata lain pembelajaran yang menggunakan pendekatan keterampilan proses merupakan wahana pengembangan keterampilan intelektual, social, emosional, dan fisik peserta didik yang pada prinsipnya keterampilan-keterampilan tersebut telah ada pada diri mereka sendiri.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dikembangkan beberapa pertanyaan mengenai pendekatan keterampilan proses dan penerapannya dalam pembelajaran pada jenjang SD yang merupakan topik yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai berikut :

1. Apakah yang dimaksud dengan Keterampilan Proses Sains?

2. Apakah jenis-jenis Keterampilan Proses Sains ?

3. Bagaimana penerapan pendekatan Keterampilan Proses Sains dalam pembelajaran di SD ?

KETERAMPILAN PROSES SAINSDALAM PEMBELAJARAN SAINS TINGKAT SEKOLAH DASAR

A. PENGERTIAN DAN HAKEKAT SAINS

Istilah IPA sebagai sebagai nama suatu mata pelajaran digunakan pada kurikulum sebelum KBK, hingga masa diberlakukaannya KBK, mata pelajaran IPA diubah menjadi mata pelajaran Sains. NAmun hal ini tidak berlangsung lama, dalam kurikulum selanjutnya yaitu KTSP, mata pelajaran Sains diubah kembali menjadi IPA. Dalam makalah ini istilah Sains dan IPA dianggap sama.

Sains merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Pendidikan sains di SD bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar.

Pendidikan sains menekankan pada pemberian secara langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Secara implisit pembelajaran sains pada kurikulum 1994 mulai disampaikan pada siswa kelas tiga sekolah dasar, tetapi pada kurikulum 2004 (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pembelajaran sains di berikan kepada siswa SD sejak kelas satu, namun bahan kajian sains untuk kelas satu,dua dan tiga, tidak diajarkan secara terpisah melainkan diberikan dengan cara tematis. Kegiatan pembelajaran sains lebih diarahkan pada pengalaman belajar langsung daripada pengajaran (mengajar). Guru berperan sebagai fasilitator sehingga siswa lebih aktif berperan dalam proses belajar. Guru membiasakan memberi peluang seluas-luasnya agar siswa dapat belajar lebih bermakna dengan memberi respon yang mengaktifkan semua siswa secara positif dan edukatif. Penilaian tentang kemajuan belajar sains dilakukan selama proses pembelajaran, penilaian tidak hanya dilakukan pada akhir periode tetapi dilakukan secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran dalam arti kemajuan belajar dinilai dari proses bukan hanya hasil.

Sains dan pembelajaran sains tidak hanya sekedar pengetahuan yang bersifat ilmiah saja, melainkan terdapat dimensi-dimensi ilmiah penting yang menjadi bagian sains. Pertama, adalah muatan sains (content of science) yang berisi berbagai fakta, konsep, hukum, dan teori-teori. Dimensi inilah yang menjadi obyek kajian ilmiah manusia.

Dimensi kedua sains adalah proses dalam melakukan aktivitas ilmiah dan sikap ilmiah dari aktivis sains. Proses dalam melakukan aktivitas-aktivitas yang terkait dengan sains biasa disebut dengan keterampilan proses sains (science proccess skills). Keterampilan proses inilah yang digunakan setiap ilmuwan ketika mengerjakan aktivitas-aktivitas sains. Karena sains adalah tentang mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, maka keterampilan ini dapat juga diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari ketika kita menemukan persoalan-persoalan keseharian dan kita harus mencari jawabannya. Jadi, mengajarkan keterampilan proses sains pada siswa sama artinya dengan mengajarkan keterampilan yang nantinya akan mereka gunakan dalam kehidupan keseharian mereka.

Dimensi ketiga dari sains merupakan dimensi yang terfokus pada karakteristik sikap dan watak ilmiah. Dimensi ini meliputi keingintahuan seseorang dan besarnya daya imajinasi seseorang, juga antusiasme yang tinggi untuk mengajukan pertanyaan dan memecahkan permasalahan. Sikap lain yang juga harus dimiliki seorang ilmuwan adalah sikap menghargai terhadap metode-metode dan nilai-nilai di dalam sains. Metode-metode sains yang dimaksud di sini meliputi usaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan menggunakan bukti-bukti, kemauan untuk mengakui pentingnya mengecek ulang data yang diperoleh, dan memahami bahwa pengetahuan ilmiah dan teori-teori berubah sepanjang waktu selama informasi-informasi yang lebih banyak dan lebih baik diperoleh.

Sains merupakan sekelompok pengetahuan tentang objek dan fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penelitian para ilmuan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah, Poedjiati (Oktian, 2005:27). Berkenaan dengan cara kerja untuk menghasilkan produk IPA, Ticker (Oktian, 2005:28) mengemukakan Science is interconnected series of concepts and conceptual schemes that have developed as a result of experimentation and observation and are fruitful of further experimentations and observations’.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sains menghendaki adanya eksperimen dan observasi untuk menguji teori atau hukum yang telah ada. Jika eksperimen yang dilakukan tidak sesuai dengan teori maka teori tersebut tidak berlaku lagi sehingga dari sinilah timbul teori atau hukum baru. Selanjutnya Suriaty (Solihat, 2006:13-14) mengemukakan bahwa untuk memahami hakekat IPA haruslah dilandasi dengan pengertian tentang IPA yang dikemukakan oleh para ahli:

1. Kemeny menyatakan bahwa ”IPA merupakan aktifitas dalam menemukan hukum-hukum alam dalam bentuk teori-teori berdasarkan fakta-fakta”. Keadaan ini menyebabkan hubungan timbal balik antara teori dan fakta. Fakta-fakta dapat menimbulkan teori baru atau membatalkan teori lama. Teori juga dapat mendorong ilmuwan untuk mencari fakta baru.

2. Fishei menyatakan bahwa IPA sebagaibody of knowledge obtained by method based upon observation”, yaitu IPA merupakan suatu batang tubuh pengetahuan yang diperoleh melalui metode yang berdasarkan observasi.

3. Chalmers menyatakan hahwa “IPA didasari oleh hal-hal yang kita lihat, dengar, raba, dan lain-lain”. Dapat dikatakan batasan ini lebih menekankan kepada cara memperoleh IPA, yaitu melalui observasi. IPA sebagai kumpulan konsep atau prinsip tidak secara jelas dikemukakan.

4. Sund menyatakan bahwa ”Science is both a body of knowledge and process” dilihat dari kalimat ini maka jelaslah bahwa yang dimaksud dengan sains (IPA) adalah kumpulan dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip. dan lain-lain), dan bagaimana proses untuk mendapatkan pengetahuan itu. Sund mengemukakan batasan IPA yang lebih lengkap. Sund menyatakan ”IPA sebagai bidang pengetahuan (body of knowledge) yang dibentuk melalui proses inkuiri yang terus menerus, yang diarahkan oleh masyarakat yang bergerak dalam bidang IPA”. IPA lebih dari sekedar ilmu pengetahuan. IPA merupakan suatu upaya manusia yang meliputi operasi mental, keterampilan dan strategi, memanipulasi, menghitung, keingintahuan, ketekunan yang dilakukan oleh individu untuk menyingkap rahasia alam semesta. IPA juga dapat dikatakan sebagai hal-hal yang dilakukan ahli IPA ketika melakukan kegiatan penyelidikan ilmiah.

Dari pendapat beberapa ahli di atas maka jelaslah pada hakekatnya IPA adalah ilmu pengetahuan tentang fenomena alam berupa kumpulan fakta, konsep. prinsip, hukum, dan teori, kemudian dapat diuji kebenarannya. Pembelajaran IPA pada hakekatnya adalah membelajarkan siswa untuk memahami hakekat IPA (proses dan produk) dan sadar akan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat serta terjadi pengembangan ke arah sikap positif. Pemberian pengalaman secara langsung sangat ditekankan melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses serta sikap ilmiah dengan tujuan memahami konsep-konsep dan mampu memecahkan masalah.

B. PENGERTIAN KETERAMPILAN PROSES SAINS

Pendekatan keterampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan–keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang prinsipnya telah ada dalam diri siswa. Pendekatan keterampilan proses pada pembelajaran sains lebih menekankan pembentukan keterampilan untuk memperoleh pengetahuan dan mengkomunikaskan hasilnya.

Pendekatan keterampilan proses dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh individu siswa. Dimyati dan Mudjiono (2002:138) memuat ulasan pendekatan keterampilan proses yang diambil dari pendapat Funk (1985) sebagai berikut:

(1) Pendekatan keterampilan proses dapat mengembangkan hakikat ilmu pengetahuan siswa. Siswa terdorong untuk memperoleh ilmu pengetahuan dengan baik karena lebih memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan;

(2) Pembelajaran melalui keterampilan proses akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak hanya menceritakan, dan atau mendengarkan sejarah ilmu pengetahuan;

(3) Keterampilan proses dapat digunakan oleh siswa untuk belajar proses dan sekaligus produk ilmu pengetahuan.

(4) Pendekatan Keterampilan Proses sains memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara nyata bertindak sebagai seorang ilmuwan (Dimyati dan Mudjino, 2002:139).

Semiawan, (1992:16-33) mengatakan bahwa keterampilan proses adalah keterampilan siswa untuk mengelola hasil yang didapat dalam kegiatan belajar mengajar yang memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mengamati, menggolongkan, menafsirkan, meramalkan, menerapkan, merencanakan penelitian dan mengkomunikasikan hasil perolehannya tersebut.

Di dukung lagi oleh Haryani, (2006:13), bahwa:

Pendekatan Keterampilan proses sains adalah proses yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep dan teori-teori dengan keterampilan proses dan sikap ilmiah siswa sendiri.

Sementara itu menurut Padila (Rosadi, 2006:25)

Keterampilan proses sains adalah seluruh keterampilan ilmiah yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori untuk mengembangkan konsep yang telah ada ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan.

Indrawati (2000:3) menyatakan bahwa:

Keterampilan proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi).

Sejalan dengan itu, Rustaman N.Y & Rustaman A (1997:29) mengemukakan bahwa:

Keterampilan proses IPA adalah semua keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori-teori IPA, baik berupa keterampilan mental, keterampilan fisik (manual) maupun keterampilan sosial.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses sains itu adalah keterampilan intelektual yang khas yang digunakan oleh semua ilmuwan serta dapat digunakan untuk memahami fenomena apa saja, dimana keterampilan ini diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep, prinsip hukum dan teori-teori sains. Melalui keterampilan proses sains ini siswa diharapkan dapat mengalami proses sebagaimana yang dialami para ilmuan dalam memecahkan misteri-misteri alam dan akan menjadi roda penggerak penemuan, pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan dan pengembangan sikap, wawasan dan nilai.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa pendekatan keterampilan proses menekankan usaha-usaha membelajarkan peserta didik bagaimana belajar (to learn how to learn). Usaha ini jelas menuntut keterlibatan peserta didik dalam kadar keterlibatan belajar yang kuat, tinggi, dan maksimal.

Prosedur yang dilakukan para ilmuan untuk melakukan penyelidikan dalam usaha mendapatkan pengetahuan tentang alam biasa dikenal dengan istilah metode ilmiah. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para ilmuan untuk mendapatkan atau menemukan suatu ilmu pengetahuan membutuhkan kecakapan dan keterampilan dasar untuk melakukan kegiatan ilmiah tersebut. Kemampuan dasar tersebut dikenal dengan istilah keterampilan proses IPA. Untuk mengenalkan alam pada siswa, perlu diajarkan bagaimana pengetahuan alam tersebut didapat dengan melatihkan keterampilan proses IPA pada siswa. Keterampilan proses dapat berkembang pada diri siswa bila diberi kesempatan untuk berlatih menggunakan keterampilan berpikirnya. Dengan keterampilan proses siswa dapat rnempelajari IPA sesuai dengan keinginannva. Keterampilan proses sains mempunyai cakupan yang sangat luas sehingga aspek-aspek keterampilan proses sains sering digunakan dalam beberapa pendekatan dan metode.

C. PEMBELAJARAN BERBASIS KETERAMPILAN PROSES SAINS

Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dua konsep tersebut akan menjadi bermakna apabila ada interaksi antara guru – siswa, atau siswa – siswa, pada saat pelajaran itu berlangsung. Interaksi guru – siswa merupakan bagian utama dalam proses pengajaran yang memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pengajaran yang efektif.

Banyak pandangan tentang mengajar yang membawa implikasi terhadap pelaksanaan pengajaran. Sanjaya, (2006: 94) mengungkapkan mengajar adalah suatu proses mengatur, menstransfer, mengorganisasi yang ada di sekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar. Rumusan di atas menekankan peranan siswa dalam proses belajar mengajar dengan memandang hakekat belajar mengajar sebagai suatu proses untuk menumbuhkan motivasi siswa untuk belajar.

Mengajar suatu proses yang kompleks tidak hanya menyampaikan imformasi dari guru kepada siswa, tetapi banyak kegiatan maupun tindakan yang harus dilakukan, terutama bila diinginkan hasil belajar yang lebih baik pada seluruh siswa.

Menurut William H. Barton (Sagala, 2006) mengajar merupakan upaya dalam memberi motivasi, bimbingan, pengarahan dan dorongan kepada seluruh siswa agar terjadi proses belajar. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat dipahamai bahwa aktivitas yang menonjol dalam pembelajaran ada pada diri siswa dibawah bimbingan dan arahan dari guru, dimana guru hanya bertindak sebagai fasilitator dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian mengajar merupakan upaya dalam memberi kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar mengajar siswa secara optimal.

Teori konstruktivisme dianggap sebagai pandangan baru dalam pendidikan meskipun sebenarnya kosntruktivisme merupakan pandangan dalam filsafat. Pandangan ini dikemukakan oleh Giambattista Vico pada tahun 1710 (dalam Poedjiadi, 2001), yang intinya bahwa pengetahuan seorang itu merupakan hasil konstruksi individu melalui interaksinya dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pandangan ini memberikan pengertian pada pendidik dalam mengajarkan ilmu pengetahuan yang perlu dikaitkan dengan pengetahuan sebelumnya dan kejadian lain yang telah diketahuinya sehingga setiap individu dapat membangun pengetahuannya dengan lebih bermakna. Sesuai dengan pendapat Ausubel (dalam Dahar, 1989) proses yang mengkaitkan informasi baru dalam membangun pengetahuannya pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif siswa.

Sebagai sebuah teori tentang bagaimana pengetahuan terbentuk, kontruktivisme mempunyai pandangan tertentu tentang pengetahuan. Secara garis besar ada tiga prinsip dasar yang menyatakan inti pandangan kontruktivisme tentang pengetahuan (Widodo, 2007: 97)

1. Pengetahuan merupakan hasil kontruksi manusia dan bukan sepenuhnya representasi suatu fenomena atau benda.

Fenomena atau obyek memang bersifat obyektif, namun observasi dan interpretasi terhadap suatu fenomena atau obyek berpengaruh oleh subyektivitas pengamat.

2. Pengetahuan merupakan hasil konstruksi sosial

Pengetahuan terbentuk dalam suatu bentuk konteks sosial tertentu. Oleh karena itu pengetahuan terpengaruh kekuatan sosial dimana pengetahuan itu terbentuk.

3. Pengetahuan bersifat tentatif

Sebagai konstruksi manusia, kebenaran pengetahuan tidaklah mutlak tetapi bersifat tentatif dan senantiasa berubah. Sejarah telah membuktikan bahwa sesuatu yang diyakinai ”benar” pada suatu masa ternyata ”salah” di masa selanjutnya

Pengembangan pendekatan keterampilan proses merupakan salah satu upaya yang penting untuk memperoleh keberhasilan belajar yang optimal. Materi pelajaran akan lebih mudah dikuasai dan dihayati oleh siswa bila siswa sendiri mengalami peristiwa belajar tersebut. Selain itu, tujuan pendekatan proses ini adalah :

a) Memberikan motivasi belajar kepada siswa karena dalam keterampilan proses ini siswa dipacu untuk senantiasa berpartisipasi secara aktif dalam belajar.

b) Untuk lebih memperdalam konsep, pengertian, dan fakta yang dipelajari siswa karena hakikatnya siswa sendirilah yang mencari fakta dan menemukan konsep tersebut

c) Untuk mengembangkan pengetahuan teori dengan kenyataan hidup dimasyarakat sehingga antara teori dengan kenyataan hidup akan serasi.

d) Sebagai persiapan dan latihan dalam menghadapi kenyataan hidup di dalam masyarakat sebab siswa telah dilatih untuk berpikir logis dalam memecahkan masalah

e) Mengembangkan sikap percaya diri, bertanggung jawab dan rasa kesetiakawanan sosial dalam menghadapi berbagai problem kehidupan. (Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati, 2000 : 78).

Dengan demikian, Pembelajaran berbasis ketrampilan proses sains dapat didefinisikan sebagai penerjemahan ketrampilan proses sains (Science process skill) yaitu perangkat kemampuan kompleks yang biasa digunakan oleh para ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah kedalam rangkaian proses pembelajaran. Pembelajaran dirancang untuk lebih memberikan kesempatan kepada siswa dalam penemuan fakta, membangun konsep dan nilai-nilai baru melalui proses peniruan terhadap apa yang biasa dilakukan oleh para ilmuwan (Haryono; 2005).

Pendekatan keterampilan proses adalah pembelajaran yang dianjurkan didalam mengajar IPA, selain menggunakan pendekatan konsep, guru diminta untuk menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan-keterampilan proses IPA dikembangkan bersama-sama dengan fakta-fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip IPA. Inti pengembangan pendekatan keterampilan proses adalah aspek pengetahuan (kognitif), sikap (affektif), dan keterampilan (psikomotor), selain itu pengembangan keterampilan proses dituntut pengembangan kreatifitas siswa.

Kelebihan dari pendekatan keterampilan proses adalah anak akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Keterampilan proses IPA yang dikembangkan pada siswa setingkat SD khususnya kelas rendah merupakan modifikasi dari keterampilan proses IPA yang dimiliki para ilmuwan yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak dan materi yang diajarkan. Perlunya pengembangan pendekatan belajar mengajar keterampilan proses dalam pengajaran IPA ini diarahkan pada pertumbuhan dan pengembangan sejumlah keterampilan tertentu pada diri peserta didik atau siswa agar mereka mampu memproses informasi sehingga ditemukan hal-hal yang baru yang bermanfaat baik berupa fakta, konsep maupun pengembangan sikap dan nilai. Sebagai konsekuensi dari pendekatan keterampilan proses ini, maka siswa berperan selaku subyek dalam belajar. Ia bukan hanya menerima informasi, tetapii sebaliknya pencari informasi. Maka dari itu siswa harus aktif , terampil dan mampu mengelola perolehannya serta hasil belajar dan pengalamannya.

Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-kemampuan mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama-kelamaan akan menjadi suatu keterampilan, sedangkan pendekatan keterampilan proses adalah cara memandang anak didik sebagai manusia seutuhnya. Cara memandang ini dijabarkan dalam kegiatan belajar mengajar memperhatikan pengembangan pengetahuan, sikap, nilai serta keterampilan. Ketiga unsur itu menyatu dalam satu individu dan terampil dalam bentuk kreativitas. Tujuan pengajaran sains sebagai proses adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa, sehingga siswa bukan hanya mampu dan terampil dalam bidang psikomotorik, melainkan juga bukan sekedar ahli menghafal. Berdasarkan penjelasan di atas pada keterampilan proses, guru tidak mengharapkan setiap siswa akan menjadi ilmuan, melainkan dapat mengemukakan ide bahwa memahami sains sebagian bergantung pada kemampuan memandang dan bergaul dengan alam menurut cara-cara seperti yang diperbuatoleh ilmuan.

Selain itu melalui proses belajar mengajar dengan pendekatan keterampilan proses dilakukan dengan keyakinan bahwa sains adalah alat yang potensial untuk membantu mengembangkan kepribadian siswa, dimana kepribadian siswa yang berkembang ini merupakan prasyarat untuk melanjutkan kejalur profesi apapun yang diminatinya. Untuk itu siswa perlu dibekali dengan keterampilan untuk mencari dan mengolah informasi dari berbagai sumber, dan tidak semata-mata dari guru.

D. JENIS-JENIS KETERAMPILAN PROSES SAINS

Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati mengemukakan kemampuan yang dikembangkan dalam keterampilan proses yang antara lain :

a) Pengamatan, yaitu keterampilan mengumpulkan data atau informasi melalui penerapan indera

b) Menggolongkan (mengklasifikasikan), yaitu keterampilan menggolongkan benda, kenyataan, konsep, nilai atau kepentingan tertentu. Untuk membuat penggolongan perlu ditinjau persamaan dan perbedaan antara benda, kenyataan, konsep sebagai dasar penggolongan

c) Menafsirkan (menginterpretasikan), yaitu keterampilan menafsirkan sesuatu berupa benda, kenyataan, peristiwa, konsep dan informasi yang telah dikumpulkan melalui pengamatan, penghitungan, penelitian atau eksperimen.

d) Meramalkan, yaitu mengantisipasi atau menyimpulkan suatu hal yang akan terjadi pada waktu yang akan datang berdasarkan perkiraan atas kecenderungan, pola tertentu, hubungan antar data, atau informasi. Misalnya, berdasarkan pengalaman tentang keadaan cuaca sebelumnya, siswa dapat meramalkan keadaan cuaca yang akan terjadi.

e) Menerapkan (aplikasi) yaitu menggunakan hasil belajar berupa informasi, kesimpulan, konsep, hukum, teori dan keterampilan. Melalui penerapan hasil belajar dapat dimanfaatkan, diperkuat, dikembangkan atau dihayati.

f) Merencanakan penelitian, yaitu keterampilan yang amat penting karena menentukan berhasil tidaknya melakukan penelitian. Keterampilan ini perlu dilatih karena selama ini pada umumnya kurang diperhatikan dan kurang terbina.

g) Mengkomunikasikan, yaitu keterampilan menyampaikan perolehan atau hasil belajar kepada orang lain dalam bentuk tulisan, gambar, gerak, tindakan, atau penampilan. (Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati, 2000 : 79).

Sementara itu Hendro Darmodjo dan Jenny RE. Kaligis merinci keterampilan-keterampilan proses dalam pendidikan IPA itu meliputi :

1) Keterampilan mengobservasi, yang meliputi kemampuan untuk dapat “membedakan”, “menghitung” dan “mengukur” termasuk mengukur suhu, panjang, luas, berat dan waktu.

2) Keterampilan mengklasifikasi, yang meliputi menggolong-golongkan atas dasar aspek-aspek tertentu, serta kombinasi antara menggolongkan dengan mengurutkan.

3) Keterampilan menginterpretasi, termasuk menginterpretasi data, grafik, maupun mencari pola hubungan yang terdapat dalam pengolahan data.

4) Keterampilan memprediksi, termasuk membuat ramalan atas kecenderungan yang terdapat dalam pengolahan data

5) Keterampilan membuat hipotesis, meliputi kemampuan berpikir deduktif dengan menggunakan konsep-konsep, teori-teori maupun hukum-hukum IPA yang telah dikenal.

6) Keterampilan mengendalikan variabel, yaitu upaya mengisolasi variabel yang tidak diteliti sehingga adanya perbedaan pada hasil eksperimen adalah dari variabel yang diteliti.

7) Keterampilan merencanakan dan melakukan penelitian, eksperimen yang meliputi penetapan masalah, membuat hipotesis, menguji hipotesis

8) Keterampilan menyimpulkan atau inferensi, yaitu kemampuan menarik kesimpulan dari pengolahan data

9) Keterampilan menerapkan atau aplikasi, atau menggunakan konsep atau hasil penelitian ke dalam perikehidupan dalam masyarakat

10) Keterampilan mengkomunikasikan, yaitu kemampuan siswa untuk dapat mengkomunikasikan pengetahuannya, hasil pengamatan, maupun penelitiannya kepada orang lain baik secara lisan maupun secara tertulis. (Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis, 1992:52).

Cain dan Evan (1990) mengemukakan bahwa agar sukses dalam pembelajaran sains maka proses sains yang harus dikembangkan adalah : mengobservasi, mengklasifikasi,mengukur, menggunakan hubungan defenisi operasional, memformulasi hipotesis, menginterpertasi data, mengontrol variable, melakukan eksperimen.

Secara terperinci, Hadiat; 1988:30 (Patta Bundu;31) mengemukakan sejumlah ketrampilan proses dengan ciri-cirinya yang perlu dilatihkan pada siswa disekolah. Ketrampilan proses tersebut seperti pada table dibawah ini:

Ketrampilan Proses dan ciri-cirinya

Ketrampilan Proses

Ciri Aktivitas

Observasi (mengamati)

Menggunakan alat indra sebanyak mungkin, menumpulkan fakta yang relevan dan memadai

Klasifikasi (menggolongkan)

Mencari perbedaan, mengontraskan, mencari kesamaan, membandingkan, mencari dasar penggolongan

Aplikasi konsep (menerapkan konsep)

Menghitung, menjelaskan peristiwa, menerapkan konsep yang dipelajari pada situasi baru

Interpretasi (menafsirkan)

Mencatat hasil pengamatan, menghubungkan hasil pengamatan, dan membuat kesimpulan

Menggunakan alat

Berlatih menggunakan alat/bahan, menjelaskan, mengapa dan bagaimana alat digunakan

Eksperimen (merencanakan dan melakukan percobbaan)

Menetukan alat dan bahan yang digunakan, menentukan variable, menentukan apa yang diamati, diukur, menentukan langkah kegiatan, menetukan bagaimana data diolah, dan disimpulkan

Mengkomunikasikan

Membaca grafik, table atau diagram, menjelaskan hasil percobaan, mendiskusikan hasil percobaandan menyampaikan laporan secara sistematis

Mengajukan pertanyaan

Bertanya, meminta penjelasan, bertanya tentang latar belakang hipótesis

Sumber: Modifikasi dari Hadiat,” Ketrampilan proses SAINS”, Beberapa topik Penataran Guru Sains (Jakarta: P4TK Depdikbud. 1988). H. 29-30

Sementara itu, Abruscato (1992:7) membuat penggolongan ketrampilan proses sains yaitu:

PENGELOMPOKAN KETRAMPILAN PROSES SAINS

Basic Skills (Ketrampilan Dasar)

Integrated Skills (Ketrampilan Terintegrasi)

- Mengamati (Observing)

- Menggunakan hubungan ruang (Using space relationship)

- Menggunakan angka (Using number)

- Mengelompokan (Classifying)

- Mengukur (measuring)

- Mengkomunikasikan (Communicating)

- Meramalkan (predicting)

- Menyimpulkan (Inferring)

- Mengontrol variable (controlling variable)

- Menafsirkan data (Interpreting data)

- Menyususn hipotesis (formulating hypothesis)

- Menyusun defenisi operasional (defining operationally)

- Melakukan percobaan (Experimenting)

Brotherton dan Preece (1995;6) mengelompokkan keterampilan proses sains kedalam dua kelompok yaitu keterampilan dasar dan keterampilan terintegrasi. Keterampilan dasar terdiri atas : observation, classification, inferring, communication, recording, using numbers, predicting,using space/time relation, controlling variabel, collecting data, measuring, dan scientific thinking. Sedangkan keterampilan terintegrasinya meliputi : graphing, hypothezing, interpreting data, formulating models, experimenting dan defining operationally.

Berikut ini adalah keterampilan proses dasar dan keterampilan terintegrasi yang diungkapkan oleh Funk ;

KETERAMPILAN PROSES DASAR

Keterampilan-keterampilan proses adalah bagian-bagian yang membentuk landasan metode-metode ilmiah. Keenam keterampilan tersebut adalah,

1. Pengamatan (observation)

Kemampuan mengamati merupakan keterampilan paling dasar dalam proses dan memperoleh ilmu serta hal terpenting untuk mengembangkan keterampilan proses yang lain. Mengamati merupakan tanggapan terhadap berbagai objek dan peristiwa alam dengan pancaindra. Dengan obsevasi, siswa mengumpulkan data tentang tanggapan-tanggapan terhadap objek yang diamati. Kegiatan mengamati terdiri dari dua jenis yaitu secara kualitatif menggunakan panca indera dan pengamatan secara kuantitatif yaitu dengan menggunakan alat bantu yang sudah dibakukan seperti thermometer untuk mengetahui suhu, penggaris untuk mengetahui panjang suatu objek, dan lain-lain.

2. Pengomunikasian (communication)

Sejumlah besar objek, peristiwa, dan segala yang ada dalam kehidupan di sekitar, lebih mudah dipelajari apabila dilakukan dengan cara menentukan berbagai jenis golongan. Menggolongkan dan mengamati persamaan, perbedaan dan hubungan serta pengelompokan objek berdasarkan kesesuaian dengan berbagai tujuan. Keterampilan mengidentifikasi persamaan dan perbedaan berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya sehingga didapatkan golongan atau kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud.

3. Pengklasifikasian(classification)

Manusia mulai belajar pada awal-awal kehidupan bahwa komunikasi merupakan dasar untuk memecahkan masalah. Keterampilan menyapaikan sesuatu secara lisan maupun tulisan termasuk komunikasi. Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai penyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara dan visual (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 143). Contoh membaca peta, tabel, garfik, bagan, lambang-lambang, diagaram, demontrasi visual.

4. Pengukuran (measurement)

Mengukur dapat diartikan sebagai membandingkan yang diukur dengan satuan ukuran tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Keterampilan dalam menggunakan alat dalam memperoleh data dapat disebut pengukuran.

5. Penyimpulan (inference)

Melakukan inferensi adalah menyimpulkan. Ini dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep dan prinsip yang diketahui.

6. Peramalan (prediction)

Prediksi merupakan keterampilan meramal yang akan terjadi, berdasarkan gejala yang ada. Keteraturan dalam lingkungan kita mengizinkan kita untuk mengenal pola dan untuk memprediksi terhadap pola-pola apa yang mungkin dapat diamati. Dimyati dan Mudjiono (2002: 144) menyatakan bahwa memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam pengetahuan.

Keenam keterampilan di atas terintegrasi ketika seorang ilmuwan merancang dan mengadakan sebuah eksperimen. Enam keterampilan dasar di atas sangat penting dalam kedudukannya sebagai keterampilan mandiri sebagaimana pentingnya ketika berkedudukan sebagai keterampilan terintegrasi.

Pada tingkat atau kelas (grades) yang paling awal, siswa akan menghabiskan banyak waktunya untuk menggunakan keterampilan pengamatan dan pengomunikasian. Pada tingkat di atasnya, siswa akan mulai menggunakan keterampilan untuk menarik simpulan dan peramalan. Pengklasifikasian dan pengukuran cenderung digunakan oleh siswa pada berbagai tingkatan. Hal ini dikarenakan terdapatnya berbagai cara untuk mengklasifikasi dan karena metode-metode dan sistem pengukuran harus juga dikenalkan pada anak secara gradual (berangsur-angsur) sepanjang waktu siswa berinteraksi dengan sains.

KETERAMPILAN TERINTEGRASI

Keterampilan terintegrasi merupakan perpaduan dua kemampuan keterampilan proses dasar atau lebih. Keterampilan terintegrasi terdiri atas: mengidentifikasi variabel, tabulasi, grafik, diskripsi hubungan variabel, perolehan dan proses data, analisis penyelidikan, hipotesis ekperimen.

1. Identifikasi variable

Keterampilan mengenal ciri khas dari faktor yang ikut menentukan perubahan

2. Tabulasi

Keterampilan penyajian data dalam bentuk tabel, untuk mempermudah pembacaan hubungan antarkomponen (penyusunan data menurut lajur-lajur yang tersedia)

3. Grafik

Keterampilan penyajian dengan garis tentang turun naiknya sesuatu keadaan.

4. Diskripsi hubungan variable

Keterampilan membuat sinopsis/pernyataan hubungan faktor-faktor yang menentukan perubahan.

5. Perolehan dan proses data

Keterampilan melakukan langkah secara urut untuk meperoleh data.

6. Analisis penyelidikan

Keterampilan menguraikan pokok persoalan atas bagian-bagian dan terpecahkannya permasalahan berdasarkan metode yang konsisten untuk mencapai pengertian tentang prinsip -prinsip dasar.

7. Hipotesis

Keterampilan merumuskan dugaan sementara.

8. Ekperimen

Keterampilan melakukan percobaan untuk membuktikan suatu teori/penjelasan berdasarkan pengamatan dan penalaran.

Keterampian proses seperti yang diutarakan oleh Funk merupakan keterampilan proses yang harus diaplikasikan pada pendidikan di sekolah oleh guru. Pembelajaran sains menekankan pada pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengembangkan sikap ilmiah. Hal ini bisa tercapai apabila dalam pembelajaran menggunakan pendekatan keterampilan proses baik keterampilan proses dasar maupun keterampilan proses terintegrasi (terpadu) seperti terungkap di atas.

Keterampilan memperoleh pengetahuan yang ingin dibentuk adalah daya pikir dan kreasi. Daya pikir dan daya kreasi merupakan indikator perkembangan kognitif. Para ahli psikologi pendidikan menemukan bahwa pekembangan kognitif bukan merupakan akumulasi kepingan informasi atau kepingan perubahan informasi yang terpisah, tetapi merupakan pembentukan oleh anak suatu kerangka atau jaringan mental untuk memahami lingkungan.

E. KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN INKUIRI

Pendekatan keterampilan proses merupakan pendekatan belajar mengajar yang mengarah kepada pengembangan kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu siswa. Pendekatan keterampilan proses sebagai pendekatan yang menekankan pada pertumbuhan dan pengembangan sejumlah keterampilan tertentu pada diri peserta didik agar mereka mampu memproses informasi sehingga ditemukan hal-hal yang baru yang bermanfaat baik berupa fakta, konsep, maupun pengembangan sikap dan nilai. (Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati, 2000 : 77-78).

Sejalan dengan asumsi di atas, maka belajar-mengajar dipandang sebagai suatu proses yang harus dialami oleh setiap peserta didik atau siswa. Belajar mengajar tidak hanya menekankan kepada apa yang dipelajari, tetapi juga menekankan bagaimana ia harus belajar. Para guru dapat menumbuhkan dan mengembangkan potensi, kemampuan dan keterampilan-keterampilan peserta didik sesuai dengan taraf perkembangan pemikirannya. Pendekatan Proses (pendekatan keterampilan proses) ini senada dengan pendekatan inkuiri, karena memiliki ciri-ciri yang sama, yaitu :

1) Mendambakan aktivitas siswa untuk memperoleh informasi dari berbagai sumber (misalnya dari observasi, eksperimen dan sebagainya);

2) Guru tidak dominan melainkan selaku organisator dan fasilitator. Pendekatan ini disebut pendekatan proses karena memiliki ciri-ciri khusus yang berkenaan dengan proses pengolahan informasi yaitu:

a) Ilmu pengetahuan tidak dipandang sebagai produk semata, tetapi dan terutama seagai proses;

b) Anak didik dilatih untuk terampil dalam memperoleh dan memproses informasi dalam pikirannya sesuai dengan langkah-langkah metode ilmiah. Misalnya terampil dalam observasi termasuk pengukuran (panjang, lebar, waktu, ruang, berat) keterampilan mengklasifikasi termasuk membedakannya berdasarkan berbagai aspek (bentuk, warna, berat dan sebagainya). Siswa juga dilatih untuk membuat hipotesis dan mengujinya melalui eksperimen. (Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis, 1992:38). Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan memproseskan perolehan, anak akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Dengan demikian, keterampilan-keterampilan itu menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan sikap dan nilai. Seluruh irama gerak atau tindakan dalam proses belajar mengajar seperti ini akan menciptakan kondisi cara belajar siswa aktif. Inilah sebenarnya yang dimaksud dengan pendekatan proses. (Conny Semiawan dkk, 1985 :18). Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan pendekatan keterampilan proses adalah kegiatan belajar mengajar dengan penekanan pengembangan keterampilan peserta didik dalam memproses informasi sehingga ditemukan hal-hal yang baru dan bermanfaat baik berupa fakta, konsep, sikap dan nilai. Sehubungan dengan kerangka berpikir dalam pendekatan keterampilan proses bahwa pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran IPA adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran IPA (Fisika, biologi) itu terbentuk dan berkembang melalui suatu proses ilmiah yang juga harus dikembangkan oleh peserta didik sebagai pengalaman yang bermakna yang menjadi bekal perkembangan diri selanjutnya. Tujuan belajar dari pendekatan keterampilan proses adalah memperoleh pengetahuan suatu cara untuk melatih kemampuan-kemampuan intelektualnya dan merangsanag keingintahuan serta dapat memotivasi kemampuan untuk meningkatkan pengetahuan yang baru diperolehnya. (Lambang Subagiyo, 2002:1). Conny Semiawan dkk, merinci alasan yang melandasi perlunya diterapkan pendekatan keterampilan proses dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari:

3) Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga tak mungkin lagi para guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa. Untuk mengatasi hal tersebut, siswa diberi bekal keterampilan proses yang dapat mereka gunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan tanpa tergantung dari guru.

4) Para ahli psikologi umumnya sependapat bahwa anak-anak mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh konkrit, contoh-contoh yang wajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, dengan mempraktekkan sendiri upaya penemuan konsep melalui perlakuan terhadap kenyataan fisik, melalui penanganan benda-benda yang benar-benar nyata. Tugas guru bukanlah memberikan pengetahuan, melainkan menyiapkan situasi menggiring anak untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen, serta menemukan fakta dan konsep sendiri.

5) Penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak benar seratus persen, penemuannya bersifat relatif. Suatu teori mungkin terbantah dan ditolak setelah orang mendapatkan data baru yang mampu membuktikan kekeliruan teori yang dianut. Muncul lagi, teori baru yang prinsipnya mengandung kebenaran yang relatif. Jika kita hendak menanamkan sikap ilmiah pada diri anak, maka anak perlu dilatih untuk selalu bertanya, berpikir kritis, dan mengusahakan kemungkinan-kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah. Dengan perkataan lain anak perlu dibina berpikir dan bertindak kreatif.

6) Dalam proses belajar mengajar seyogyanya pengembangan konsep tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak anak didik. Konsep disatu pihak serta sikap dan nilai di lain pihak harus disatu kaitkan. (Conny Semiawan dkk, 1985 : 15-16)

F. KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN DAP

DAP (Developmentally Appropiate Practice) adalah suatu kerangka acuan, suatu filosofis atau pendekatan bagaimana berinteraksi dan bekerja sama dengan anak (peserta didik). Menurut pendekatan ini, pengejawantahan pengetahuan tentang perkembangan peserta didik atau hal-hal yang berkenaan bagi anak sekolah dasra ke dalam setiap implikasi praktis pengembangan pengajaran, tidaklah bisa diabaikan. Bredekamp dalam Sumantri (2001) mengemukakan bahwa konsep DAP menunjukkan bahwa pendekatan pengajaran yang berorientasi pada perkembangan anak itu mempunyai dua pemahaman. Pertama dimensi umur (age appropriate) dan yang kedua adalah dimensi individual (individual approppriate). Pemahaman atas perkembangan peserta didik sekaligus keunikannya, akan sangat dibutuhkan oleh guru dalam mengidentifikasikan rentang perilaku yang cocok (perilaku pada diri anak) sebagai tujuan yang dapat dicapai dalam pengajaran, kegiatan dan pengalaman belajar yang tepat diciptakan, dan bahan pengajaran yang sepadan bagi kelompok usia tertentu serta sistem evaluasi yang hendak digunakan. Untuk memahami keterampilan proses yang mana yang cocok untuk dikembangkan bagi siswa disesuaikan dengan karakteristiknya terutama usianya, maka berikut ini disajikan tabel mengenai hubungan DAP dan Keterampilan Proses Sains seperti yang diungkapkan oleh J. Longfield, Jan. 2002 from Charlesworth & Lind. (1999).

DAP and Science Process Skills

Skill

Explanation

Connected Ideas

Basicdevelopmentally appropriate for age 5 and above

Observing

Using the senses (sight, smell, sound, touch, and taste) to gather information about the world around us.

- most fundamental scientific process

- first step in gathering information to solve a problem

- reinforce skill by requiring carefully observation, noting specific phenomena that can be overlooked

Comparing & Contrasting

Looking at similarities and differences in real objects.

- as children develop observation skills, they naturally begin to compare and contrast, and to identify similarities and differences

- sharpens observation skills & is first step towards classifying

- primary children begin to compare & contrast objects, ideas, concepts

Classifying

Grouping & sorting according to properties like size, shape, color, use, etc.

- begins when children group & sort real objects

- to group, children need to compare objects & develop subsets—a group that shares a common characteristic unique to that group

- children initially group by one property

- as children advance, objects or ideas are put together using two or more characteristics

Measuring

Quantitative description made through direct observation or indirectly with unit of measure.

- can involve numbers, distances, time, volumes, temperature, etc.

- placing objects in order by sequence (seriation), length, shade, etc.

Communicating

Communicating ideas, directions, & descriptions orally or in written form so others can understand what you mean.

- refers to skill of describing a phenomenon

- can be oral or written, also pictures, dioramas, maps, graphs, journals, reports

- information must be collected, arranged, & presented in a way that helps others understand

- encouraged when teachers ask children to keep logs, draw diagrams, graphs, or otherwise record an experiment they have conducted & observed

Intermediatedevelopmentally appropriate for ages 9-11 and above

Predicting

Making reasonable guesses or estimations based on observations and prior knowledge or experiences.

- a statement about what you expect to happen

- children need prior knowledge to make a reasonable prediction

- prediction is important in developing understanding of cause & effect—appropriately introduced in primary grades as a “best guess”

Inferring

Based on observation but suggests more meaning about a situation than can be directly observed.

- when children infer, they make observations, categorize them, try to give them meaning

- unlike an observation, an inference is indirect

- requires a reasonable assumption of prior knowledge

- requires children to infer something unseen—–has not happened or cannot be observed—most appropriate for middle‑level grades

Advanceddevelopmentally appropriate for age 12 and above

Hypothesizing

Devising a statement, based on observations, to be tested by experiment.

- statement of relationship that might exist between two variables—— If . . . then

- more formal application than investigative questions children explore in pre-K-3

- formal scientific experiments contain a hypothesis & control variable(s)

Defining & Controlling Variables

Deciding which variables to study or control to conduct a controlled experiment.

- in a formal experiment, variables are defined & controlled

- Example: when investigating plant growth in the dark, must also grow a plant in the light





G. PENERAPAN KPS DALAM SILABUS DAN RPP SAINS SD

Berikut ini disajikan contoh penerapan pendekatan Keterampilan Proses dan pembelajaran Sain di Sekolah Dasar dilengkapi Silabus, RPP dan soal evaluasi.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Mata Pelajaran : IPA

Satuan Pendidikan : SD

Kelas/Semester : IV/ II

Alokasi Waktu : 3 X Pertemuan

Standar Kompetensi :

10. Memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan.

Kompetensi Dasar :

10.1 Mendeskripsikan berbagai penyebab perubahan lingkungan fisik (angin, hujan, cahaya, waktu dan gelombang air laut).

Indikator :

10.1.1. Menjelaskan perubahan lingkungan yang ditimbulkan oleh angin dan matahari terhadap daratan dan lautan

10.1.2. Menjelaskan perubahan lingkungan fisik yang ditimbulkan oleh erosi tanah dan penanggulangannya

10.1.3. Menjelaskan perubahan lingkungan fisik yang ditimbulkan oleh erosi angin

10.1.4. Menjelaskan perubahan fisik yang ditimbulkan oleh abrasi dan penggulangnnya

A. Tujuan Pembelajaran

- Menyebutkan dan menjelaskan perubahan lingkungan

- Menyebutkan dan menjelaskan perubahan lingkungan yang ditimbulkan oleh gempa bumi dan gunung meletus

- Menyebutkan dan menjelaskan perubahan lingkungan yang ditimbulkan oleh sinar matahari dan hujan

- Menyebutkan dan menjelaskan perubahan lingkungan yang ditimbulkan oleh angin dan gelombang laut

- Menyebutkan dan menjelaskan perubahan lingkungan yang ditimbulkan oleh longsor tanah dan aktifitas manusia

- Menjelaskan dan menunjukkan terjadinya abrasi dan cara pencegahannya

- Menjelaskan dan menunjukkan peristiwa erosi dan cara pencegahannya

B. Materi Pokok/Materi pembelajaran

Perubahan Penampakan Bumi

a. Perubahan lingkungan :

- Daratan

- Lautan

b. Penyebab perubahan lingkungan :

- Gempa bumi

- Gunung meletus

- Sinar matahari

- Hujan

- Angin dan gelombang laut

- Longsor tanah dan aktifitas manusia

- Erosi

- Abrasi

C. Metode Pembelajaran

- Pendekatan : Keterampilan Proses Sains

D. Langkah-langkah kegiatan

1. Kegiatan Awal

- Siswa dikondisikan ke dalam situasi belajar yang kondusif.

- Sebagai apersepsi, guru meminta siswa mengamati dan membandingkan beberapa gambar kenampakan alam yang terdapat di papan tulis. (basic skills : pengamatan dan pengelompokkan).

- Guru memberikan kesempatan kepada dua atau tiga orang siswa untuk mengemukakan pendapatnya mengenai hasil pengamatannya. (basic skills : communication)

- Guru menghubungkan hasil pengamatan siswa dengan materi kenampakan alam yang pernah diperolehnya di kelas 3 yang lalu.

2. Kegiatan Inti

Pertemuan pertama

( KPS yang dikembangkan adalah basic skills ; observation, classification , communication, prediction dan inferring )

- Guru mendemonstrasikan kegiatan yang menunjukkan proses terjadinya angin darat atau angin laut.

- Siswa menyimak dan membuat catatan penting tentang kegiatan.

- Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan dan berdiskusi secara klasikal di bawah bimbingannya.

- Siswa menyimak penjelasan guru tentang materi tersebut kemudian menyimpulkan hasil kegiatan dengan bantuan guru.

Pertemuan kedua

(Keterampilan proses yang dikembangkan adalah keterampilan proses terintegrasi yaitu eksperimen mulai dari tahap persiapan alat, pelaksanaan, pembuatan kesimpulan serta kemampuan menulis laporan dan mengkomunikasikannya)

- Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok yang terdiri dari 4-6 orang

- Siswa melakukan kegiatan eksperimen tentang proses terjadinya erosi.

- Siswa membuat laporan dari hasil kegiatan tersebut dan melaporkannya di depan kelas secara bergantian.

- Siswa mendiskusikan hasil kegiatan dengan bantuan/bimbingan guru.

- Siswa menyimak penjelasan guru untuk memperdalam materi yang didiskusikan tersebut.

Pertemuan ketiga

(Keterampilan proses yang dikembangkan adalah kemampuan siswa dalam mengolah data, membuat tabel/bagan , membuat kliping dan mengkomunikasikan hasilnya)

- Siswa sebelumnya ditugaskan untuk mengumpulkan informasi dari berbagai media mengenai perubahan lingkungan baik yang disebabkan oleh alam maupun oleh manusia.

- Siswa mengelompokkan perubahan lingkungan tersebut dengan membuat bagan atau tabel.

- Siswa membuat kliping dari berbagai informasi yang diperolehnya secara berkelompok.

- Siswa mengkomunikasikan hasil kegiatan secara bergantian di depan kelas dengan bantuan guru.

3. Kegiatan Akhir

- Siswa membuat catatan/resume untuk setiap pertemuan

- Guru mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan dari setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan di kelas.

- Guru memberikan tugas untuk dikerjakan oleh siswa di rumah, seperti : mengumpulkan informasi dari berbagai media mengenai perubahan alam, serta latihan soal untuk meningkatkan penguasaan konsep sains.

E. Sumber Belajar

- KTSP

- Buku-buku pelajaran IPA SD yang relevan

- Berbagai media seperti koran, internet, dsb.

F.Penilaian Hasil Belajar

1. Teknik Penilaian

a.Tes lisan

b.Tes tulisan

c. Tes unjuk kerja

2. Format penilaian

Format 1

Penilaian untuk Proses : Penanaman Konsep

No

Nama Siswa

Pengetahuan

Keterampilan

Sikap

Ketepatan jawaban dalam tanya jawab

Mengajukan jawaban, pertanyaan dan pendapat

Kelancaran membaca

Jumlah skor

Rata-rata

Keberanian

Keaktifan

Menghargai orang lain

Jumlah skor

Rata-rata

Format 2

Penilaian untuk Proses : Kegiatan

No

Nama Siswa

Keterampilan

Sikap

Menyiapkan alat dan bahan

Melakukan kegiatan

Laporan hasil kegiatan

Kemampuan berdiskusi

Jumlah skor

Rata-rata

Kerjasama

Keaktifan

Menghargai orang lain

Memecahkan masalah

Keberanian berpresentasi

Jumlah skor

Rata-rata

Format 3

Penilaian untuk Proses : Proyek

No

Nama Siswa

Keterampilan

Sikap

Ketepatan

Keterampilan menggali informasi

Menyususn Laporan

Produk hasil proyek

Keterampilan berpresentasi

Jumlah skor

Rata-rata

Kerjasama

Keaktifan

Menghargai orang lain

Memecahkan masalah

Keberanian berpresentasi

Jumlah skor

Rata-rata

Mengetahui, Bandung, ......

Kepala Sekolah Guru Kelas

(..........................) (.......................)