Laman

15 April 2012

Menyusun Usulan Penelitian Tindakan Kelas


Kerja penelitian dimulai dengan membuat rencana. Rencana penelitian umumnya disebut usulan penelitian. Pada umumnya usulan penelitian terdiri atas:

1.  Judul Penelitian

Judul penelitian dinyatakan dengan kalimat sederhana dan spesifik, namun tampak jelas maksud tindakan yang akan dilakukan dan di mana penelitian dilangsungkan,  jika diperlukan cantumkan penanda waktu caturwulan/semester/tahun ajaran. Atau dengan kata  lain  dalam judul seharusnya ditulis adalah gambaran dari apa yang dipermasalahkan, (misalnya: peningkatan hasil belajar) dan bentuk tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi masalahnya (misalnya penggunaan model pembelajaran kooperatif). Apabila menggunkan sub judul, maka sub judul ditulis untuk menambahkan keterangan lebih rinci tentang populasi, misalnya di mana penelitian dilakukan, kapan, di kelas berapa, dan lain-lain.

Contoh Judul PTK: 
  • Tebak Gambar dengan Mewarnai Daerah Bilangan sebagai Media Alternatif  Pembelajaran pada Pengembangan Daya Pikir Siswa  (Taman Kanak-Kanak)
  • Efektivitas Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa Inggris dengan Permainan Dadu (Sekolah Dasar)
  • Peningkatan Kemampuan Membaca Interpretatif dengan Teknik Jigsaw  (SMP)
  • Strategi Metode  Actual Learning  dalam Pengintegrasian  Life Skill  untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Sosiologi (SMA)

2.  Pendahuluan

Tujuan PTK adalah untuk memecahkan permasalahan pembelajaran. Untuk itu pada bagian pendahuluan ini intinya adalah paparan latar belakang penelitian. Pada bagian ini menguraikan kondisi objektif yang mengharuskan dilaksanakannya PTK. Kondisi ini  merupakan hasil identifikasi guru terhadap masalah proses pembelajaran yang diselenggarakan.  Selain itu masalah tersebut adalah masalah penting dan mendesak
untuk dipecahkan serta dapat dilaksanakan.

3.  Perumusan Masalah dan Pemecahan Masalah

Rumuskan masalah penelitian dalam bentuk suatu rumusan  penelitian tindakan kelas. Rumusan masalah dapat menggunakan kalimat tanya atau dapat pula menggunakan kalimat pernyataan. Untuk pemecahan masalah, maka harus diuraikan alternatif tindakan  yang    akan dilakukan untuk memecahkan masalah. Pendekatan dan konsep yang akan digunakan untuk menjawab masalah hendaknya sesuai dengan kaidah PTK. 

4.  Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan proses yang akan dilakukan atau kondisi yang diinginkan setelah dilaksanakannya PTK. Karena itu tujuan penelitian hendaknya didasarkan pada permasalahan yang dikemukakan.

5.  Kontribusi Hasil Penelitian

Pada bagian ini dikemukakan kontribusi hasil penelitian terhadap kualitas pendidikan atau pembelajaran yang dilakukan sehingga tampak manfaatnya terhadap siswa, guru, maupun komponen pendidikan di sekolah lainnya. Selain itu juga harus diuraikan inovasi yang dihasilkan dari PTK ini.

6.  Kajian Pustaka (Teori) 

Kajian pustaka berisikan ulasan-ulasan teori dengan konsep pembelajaran dan konteks PTK yang telah lazim digunakan. Kajian teori ini yaitu yang menumbuhkan gagasan dan yang mendasari usulan rancangan penelitian tindakan. Sehubungan dengan itu, maka sebaiknya dikemukakan teori, temuan dan bahan penelitian lain yang mendukung pilihan tindakan untuk mengatasi permasalahan penelitian tersebut. Uraian ini dapat digunakan untuk menyusun kerangka berpikir atau konsep yang akan digunakan dalam penelitian. Di bagian akhir dikemukakan hipotesis tindakan yang menggambarkan indikator keberhasilan tindakan yang diharapkan/diantisipasi.

7.  Rencana dan Prosedur Penelitian

    Pada bagian ini dikemukakan secara jelas:
  • Prosedur penelitian yang akan dilakukan,
  • Objek, waktu dan lamanya tindakan serta lokasi penelitian secara jelas
  • Prosedur hendaknya dirinci dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan evaluasi-refleksi yang bersifat daur ulang.
  • Tunjukkan siklus-siklus kegiatan penelitian dengan menguraikan  indikator keberhasilan yang dicapai dalam setiap siklus sebelum pindah ke siklus berikutnya.
  • Jumlah siklus diusahakan lebih dari satu siklus.
  • Dalam pelaksanaan tindakan hendaknya dijelaskan peranan dan intensitas masing-masing anggota peneliti sehingga tampak dengan jelas tingkat dan kualitas kolaborasi dalam penelitian tersebut.


8.  Rencana Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Jadwal pelaksanaan meliputi  perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan laporan, jadwal ini sebaiknya dibuat dalam bentuk diagram.
 
 
 
 
 
 

Minat dan Kebutuhan Anak Usia Dini


Menganalisis minat Anak

Banyak orang tidak mengerti arti sebenarnya istilah "minat" (interest). Akibatnya, mereka sering mengacaukannya dengan apa yang tepatnya dapat disebut suatu "kesenangan" (whim). Suatu "minat" telah diterangkan sebagai "sesuatu dengan apa anak mengidentifikasikan keberadaan pribadinya". Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih. Bila mereka melihat bahwa sesuatu akan menguntungkan, mereka merasa berminat. Ini kemudian mendatangkan kepuasan. Bila kepuasan berkurang, minat pun berkurang. Sebaliknya, kesenangan merupakan minat yang sementara. la berbeda dari minat bukan dalam kualitas melainkan dalam ketetapan (persistence). Selama kesenangan itu ada, mungkin intensitas dan motivasi yang menyertainya sama tinggi dengan minat. Namun ia segera mulai berkurang karena kegiatan yang ditimbulkannya hanya memberi kepuasan yang sementara. Minat lebih tetap (persistent) karena minat memuaskan kebutuhan yang penting dalam kehidupan seseorang.

Setiap minat memuaskan suatu kebutuhan dalam kehidupan anak, walaupun kebutuhan ini mungkin tidak segera tampak bagi orang dewasa. Semakin kuat kebutuhan ini,semakin kuat dan bertahan pada minat tersebut. Selanjutnya, Semakin sering minat diekspresikan dalam kegiatan, semakin kuatlah ia. Sebaliknya minat akan padam bila tidak disalurkan. Bila misalnya lingkungan ternpat anak hidup membatasi kesempatan  bermain dengan anak lain, minat terhadap teman bermain mulai berkurang dan minat lain akan menggantikannya. Bila anak dapat menemukan pengganti teman bermain yang memuaskan, akan tiba suatu saat mereka merasa kurang berminat terhadap teman bermain. Anak  itu kemudian bahkan menyatakan bahwa teman sebaya "membosankan"-nya.

Suatu kegiatan yang tidak memuaskan, merangsang atau menantang individu disebut "membosankan": individu tidak mampu melihat bagaimana kegiatan itu dapat memberikan keuntungan pribadi  atau kepuasan. Jadi  kebosanan,  yang terdiri atas perasaan jemu dan ketidakpuasan, merupakan lawan dari minat.

Pentingnya Minat

Mereka dewasa. Semakin yakin mereka mengenai pekerjaan yang diidamkan, semakin besar minat mereka terhadap kegiatan, di kelas atau di luar kelas, yang mendukung tercapainya aspirasi itu. Minat menambah  kegembiraan  pada setiap kegiatan yang ditekuni seseorang. Bila anak-anak berminat pada suatu kegiatan, pengalaman mereka akan jauh lebih menyenangkan daripada bila mereka merasa bosan. Lagi pula, jika anak-anak tidak memperoleh kegembiraan suatu kegiatan, mereka hanya akan berusaha seperlunya saja. Akibatnya, prestasi mereka jauh lebih rendah dari kemampuan mereka. Ini menjadikan mereka merasa bersalah dan malu, sikap ini lebih mengurangi kesenangan mereka pada kegiatan tersebut.

Aspek-aspek Minat

Semua minat mempunyai dua aspek yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif didasarkan atas konsep yang dikembangkan anak mengenai bidang yang berkaitan dengan minat. Misalnya, aspek kognitif dari minat anak terhadap sekolah. Bila mereka menganggap sekolah sebagai tempat mereka dapat belajar tentang hal-hal yang telah menimbulkan rasa ingin tahu mereka dan tempat mereka akan mendapat kesempatan untuk bergaul dengan teman sebaya tidak dapat pada masa pra sekolah. Minat mereka terhadap sekolah akan sangat berbeda dibandingkan bila minat itu didasarkan atas konsep sekolah yang menekankan frustrasi dan pengekangan oleh peraturan sekolah dan kerja keras untuk mengahafal pelajaran.

Karena minat masa kanak-kanak cenderung egosentris, aspek kognitif minat ini berkisar sekitar pertanyaan apa saja keuntungan dan kepuasan pribadi yang dapat diperoleh dari minat itu. Sebagai contoh, anak ingin merasa yakin bahwa waktu dan usaha  yang dihabiskannya dengan kegiatan yang berkaitan dengan minatnya akan memberinya kepuasan dan keuntungan pribadi. Bila terbukti bahwa ada keuntungan dan kepuasan, minat mereka tidak saja menetap melainkan juga menjadi lebih kuat tatkala keuntungan dan kepuasan menjadi nyata. Hal sebaliknya akan terjadi bila tidak terdapat atau hanya terdapat sedikit keuntungan atau kepuasan pribadi. 

Konsep yang membangun aspek kognitif minat didasarkan atas pengalaman pribadi dan apa yang dipelajari di rumah, di sekolah, dan di masyarakat, serta dari berbagai jenis media massa. Dari sumber tersebut anak belajar apa saja yang akan memuaskan kebutuhan mereka dan yang tidak.

Aspek afektif atau bobot emosional konsep yang membangun aspek kognitif minat dinyatakan dalam sikap terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat. Seperti halnya aspek kognitif, aspek afektif berkembang dari pengalaman pribadi, dari sikap orang yang penting, yaitu orangtua, guru dan teman sebaya, terhadap kegiatan yang berkaitan dengan minat tersebut, dan dari sikap yang dinyatakan atau tersirat dalam berbagai bentuk media massa terhadap kegiatan itu.


Bagaimana Minat Dipelajari

Umumnya, minat bertumbuh dari tiap jenis pengalaman belajar.  Pertama,  dalam belajar coba-ralat, anak-anak menernukan bahwa sesuatu menarik perhatian mereka. Minat yang diperoleh dengan cara ini mungkin berlangsung lama atau mungkin ternyata merupakan kesenangan, yang Bila dikombinasi dengan bimbingan coba-ralat merupakan cara yang berharga untuk mengembangkan minat baru karena anak mempunyai kesempatan mencoba apa yang menarik bagi mereka melihat apakah hal itu benar-benar memenuhi kebutuhan tertentu dalam kehidupan mereka atau tidak. 

Kedua, dalam belajar melalui identifikasi dengan orang yang dicintai atau dikagumi, anak-anak mengambil. minat orang lain itu dan juga pola perilaku mereka, sebagai contoh,bila ayah dan seorang anak laki-laki berminat mengutak atik motor sebagai suatu hobi, maka anak itu akan mengembangkan minat yang serupa sehingga ia dapat  ikut serta dalam kegiatan bersama ayahnya. Pokok penting mengenai metode belajar minat ini harus dicatat. Pertama-tama, jika anak tidak mempunyai keterampilan atau kemampuan untuk mempertahankan minat ini, minat tersebut akan memberinya sedikit kepuasan dan akan segera mnghilang. Hal kedua yang sama pentingnya, sumber entifikasi bergeser dengan bertambah nya usia anak. Bila hal ini terjadi, anak kemudian mencoba untuk mencontoh orang lain dengan siapa ia mengidentifikasi dirinya. Ini berarti suatu pergeseran minat yang mungkin menyebabkan konflik antara minat baru yang sedang dikembangkan dengan minat lama.
 
Ketiga, minat mungkin berkembang melalui bimbingan dan pengarahan seseorang yang mahir menilai kemampuan anak. Karena metode belajar ini memperhitungkan kemampuan anak, lebih besar kemungkinannya ia membuahkan perkembangan minat yang akan memuaskan kebutuhan anak dari pada cara belajar coba-ralat atau identifikasi. Karena perbedaan dalam kemampuan dan pengalaman belajar, minat anak bervariasi, terutama  minat anak yang bervariasi. 


Kebutuhan Anak Usia Dini
 
Sejak anak lahir, secara instink ia membutuhkan air susu ibu untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Air susu ibu mengandung unsur-unsur kimia yang dibutuhkan oleh tubuh baik dalam pertumbuhannya dari hari ke hari. Kalau kebutuhan ini tak terpenuhi, maka bayi akan secara spontan menangis sebagai reaksi atas rasa haus dan lapar yang belum terpenuhi. Bayi akan menunjukkan kegembiraan, misalnya dengan senyum apabila kebutuhannya telah terpenuhi. Dengan demikian dalam kehidupan awal seorang anak, ada tiga kebutuhan pokok yang memerlukan perhatian, yaitu kebutuhan jasmaniah, sosial, dan psikologis. Ketiga kebutuhan itu sangat berperan dalam menciptakan kondisi kebahagiaan pada masa awal kanak-kanak.

1) Kebutuhan Jasmani

Kebutuhan jasmani atau sering disebut juga kebutuhan biologis meliputi kebutuhan untuk makan, minum, dan pakaian. Pemenuhan atas kebutuhan ini merupakan tugas dan tanggung jawab orangtua dan pengasuh. orangtua adalah pengasuh utama dan pengasuh hanya membantu orangtua. Keduanya harus senada dalam memperhatikan kebutuhan makanan, minuman, dan pakaian yang cocok untuk anak yang sesuai dengan situasi dan kondisi. Selanjutnya orangtua dan pengasuh harus memperhatikan makanan dan minuman tertentu yang menjadi kesukaan anak, dengan memperhatikan faktor gizi  dan kebersihan. Begitu juga makanan tertentu yang dapat mengganggu kesehatan anak harus dihindari. Makanan yang bergizi dengan tingkat kebersihan yang terjamin akan mendukung anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan tahap-tahap perkembangan tertentu. Selain itu, untuk memelihara kesehatan anak, orangtua harus mengetahui jenis-jenis makanan yang mengandung gizi yang sesuai dengan tingkat kebutuhan anak. Sebaliknya orangtua dan pengasuh yang tidak atau kurang memperhatikan kebutuhan gizi anak dapat menyebabkan anak akan mengalami gangguan dalam perkembangan fisik karena sering sakit-sakitan dan tidak dapat melakukan aktivitas seperti anak yang sehat pada umumnya. Dalam upaya memelihara kesehatan anak yang optimal, juga sangat dibutuhkan lingkungan tempat tinggal dengan air dan sanitasi memadai serta udara yang segar untuk dihirupnya setiap hari. Selain itu, anak juga memerlukan tempat dan kesempatan untuk bermain dan beristirahat. Antara bermain dan beristirahat harus ada keseimbangan sehingga melalui bermain anak dapat bergerak. Di samping kegiatan bermain, anak juga memerlukan kegiatan istirahat. Yang dimaksud dengan beristirahat adalah anak berhenti dari segala aktivitasnya seperti tidur. Dengan istirahat anak dapat memulihkan tenaga yang terpakai pada waktu bermain.  

2) Kebutuhan Sosial

Setiap orang mempunyai kebutuhan mendapatkan penghargaan dari orang lain seperti pengakuan terhadap sesuatu yang telah dilakukannya. Dengan penghargaan seperti  ini ia akan merasa berguna karena mampu memberikan sesuatu atau dapat berperan untuk membantu orang lain. Begitu pula dengan anak-anak, mereka merasa senang apabila melakukan sesuatu dan mendapat penghargaan dari guru, orangtua, dan atau dari orang dewasa yang lain. Dengan demikian, anak yang melakukan sesuatu yang baik patut mendapatkan penghargaan. Penghargaan yang berulang-ulang akan menumbuhkan kepercayaan pada diri anak. Selain itu, anak juga membutuhkan kasih sayang dari orangtua dan orang dewasa yang lain. Dengan diberikannya kasih sayang yang tulus, anak akan, merasa bahagia dan gembira sehingga anak bebas dari ketegangan-ketegangan.  Kasih sayang yang diberikan orangtua atau orang dewasa yang lain dapat berbentuk kata-kata, sikap dan perbuatan seperti memberi senyum atau membelai.  Selanjutnya antara penghargaan, kasih sayang dan persahabatan merupakan hal yang saling berhubungan satu dengan lain. Anak-anak membutuhkan suatu persahabatan yaitu yang antara anak dengan orangtua atau orang dewasa yang lain atau dengan remaja atau dengan  teman sebaya. Namun yang paling menonjol  di sini adalah hubungan antara teman sebaya karena mereka bisa saling berkomunikasi tentang kebutuhan dan keinginan mereka. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tugas  orang dewasa adalah membantu anak agar dapat bergaul dengan teman sebayanya.

3) Kebutuhan Psikologis

Anak akan merasa aman apabila merasa bahwa orang dewasa telah menerimanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Sebaliknya, anak akan merasa terganggu apabila mendapat perlakuan yang kurang tepat dari orang tua seperti kurang peduli, kurang memberi perhatian yang wajar, acuh tak acuh, membiarkan anak atau terlalu memanjakan anak. Kondisi dan pola pengasuhan seperti ini akan menimbulkan efek perkembangan psikologis yang merugikan anak, seperti timbul perasaan cemas, malu, tidak percaya diri, menjauhkan diri dari teman-teman atau sebaliknya anak akan bersifat agresif. Selain itu, masa kanak-kanak merupakan masa munculnya rasa ingin tahu (sense of curiosity) yang tinggi, terutama pada usia 3 - 4 tahun. Keadaan ini disebut Montessori (1983) sebagai masa peka. Anak akan bertanya tentang apa saja yang ada di lingkungannya, apalagi kalau obyek itu masih baru dan belum diketahui sebelumnya. Para ahli psikologi anak berpendapat bahwa pada usia ini anak menganggap dirinya sebagai pusat segala-galanya.
Karenanya masa ini juga sering disebut sebagai mas egosentrisme. Meski demikian, otoritas anak pada masa ini sangat penting bagi proses perkembangan intelektual. Anak merasa tidak mendapatkan kepuasan apabila orang tua dan lingkungannya tidak bisa memenuhi kebutuhan rasa ingin tahunya.  Untuk itu orangtua atau orang dewasa yang lain hendaknya dengan senang hati dan tidak bosan dapat menjawab dan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anak.





Tugas Perkembangan Anak-anak

Tugas  perkembangan merupakan suatu tugas yang muncul dalam suatu periode tertentu dalam kehidupan individu. Tugas tersebut harus dikuasai dan diselesaikan oleh individu, sebab tugas perkembangan ini akan sangat mempengaruhi pencapaian perkembangan pada masa perkembangan berikutnya. Menurut Havighurst, jika seorang individu gagal menyelesaikan tugas perkembangan pada satu fase tertentu, maka ia akan mengalami kegagalan dalam pencapaian tugas perkembangan pada masa berikutnya. 

Pada setiap masa perkembangan individu, ada berbagai tugas perkembangan yang harus dikuasai, adapun tugas perkembangan masa kanak-kanak menurut Carolyn Triyon dan J. W. Lilientha (Hildebrand, 1986:45) adalah sebagai berikut :
  1. Berkembang menjadi pribadi yang mandiri.  Anak belajar untuk berkembang menjadi  pribadi yang  bertanggung jawat dan dapat memenuhi segala kebutuhannya sendiri sesuai dengan tingkat perkembangannya di usia Taman Kanak-kanak. 
  2. Belajar memberi, berbagi dan memperoleh kasih sayang.  Pada masa Taman Kanak-kanak ini anak belajar untuk dapat hidup dalam lingkungan yang lebih luas yang tidak hanya terbatas pada lingkungan keluarga saja, dalam masa ini anak belajar untuk dapat saling memberi dan berbagi dan belajar memperoleh kasih sayang dari sesama dalam lingkungannya.
  3. Belajar bergaul dengan anak lain. Anak belajar mengembangkan kemampuannya untuk dapat bergaul dan berinteraksi dengan anak lain dalam lingkungan di luar lingkungan keluarga.
  4. Mengembangkan pengendalian diri.  Pada masa ini anak belajar untuk bertingkah laku sesuai dengan  tuntutan lingkungannya. Anak belajar untuk mampu mengendalikan dirinya dalam berhubungan dengan orang lain. Pada masa ini anak juga perlu menyadari bahwa apa yang dilakukannya akan menimbulkan konsekuensi yang harus dihadapinya.
  5. Belajar bermacam-macam  peran  orang  dalam masyarakat.  Anak belajar bahwa dalam kehidupan bermasyarakat ada berbagai jenis pekerjaan yang dapat dilakukan yang dapat menghasilkan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhannya dan dapat menghasilkan jasa bagi orang lain. Contoh, seorang dokter mengobati orang sakit, guru mengajar anak-anak di kelas, pak polisi mengatur lalu lintas, dan lain sebagainya. 
  6. Belajar untuk mengenal tubuh masing-masing.  Pada masa  ini anak perlu mengetahui berbagai anggota tubuhnya, apa fungsinya dan bagaimana  penggunaannya. Contoh, mulut untuk makan dan berbicara, telinga untuk mendengar, mata untuk melihat dan sebagainya.
  7. Belajar menguasai ketrampilan motorik halus dan kasar.  Anak belajar mengkoordinasikan otot-otot yang ada pada tubuhnya, baik otot kasar maupun otot halus. Kegiatan yang memerlukan koordinasi otot kasar diantaranya berlari, melompat, menendang, menangkap bola dan sebagainya. Sedangkan kegiatan yang memerlukan koordinasi otot halus adalah pekerjaan melipat, menggambar, meronce dan sebagainya.
  8. Belajar mengenal  lingkungan  fisik dan mengendalikan. Pada masa ini diharapkan anak mampu mengenal benda-benda yang ada di lingkungan, dan dapat menggunakannya secara tepat. Contoh, anak belajar mengenal ciri-ciri benda berdasarkan ukuran, bentuk, dan warnanya. Selain dari itu, anak dapat membandingkan satu benda dengan benda lain berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki benda tersebut.
  9. Belajar menguasai kata-kata baru untuk memahami anak/orang lain.  Anak belajar menguasai berbagai kata-kata baru baik yang berkaitan dengan benda-benda yang ada di sekitarnya, maupun berinteraksi dengan lingkungannya. Contoh, anak dapat menyebutkan nama suatu benda, atau mengajak anak lain untuk bermain, dan sebagainya.
  10. Mengembangkan perasaan positif dalam berhubungan dengan lingkungan.  Pada masa ini anak belajar mengembangkan perasaan kasih sayang terhadap apa-apa yang ada dalam lingkungan, seperti pada teman sebaya, saudara, binatang kesayangan atau pada benda-benda dimilikinya.   
 

Mendongkrak Mutu Pendidikan Melalui Ujian Nasional


Ujian Nasional (UN) yang diselenggarakan secara nasional untuk mengukur pencapaian hasil belajar siswa SMP dan SMA nampaknya masih saja menjadi momok yang sangat menakutkan. Hal ini bisa dirasakan oleh siswa, orangtua, guru dan pihak sekolah yang terlibat langsung dalam pelaksanaannya. Kekhawatiran berlebihan yang dirasakan karena takut gagal ujian nampaknya benar-benar menjadi sebuah hal yang menegangkan, terutama saat pengumuman hasil ujian nasional dibuka. Bagi siswa yang lulus ujian, tentu lulus ujian adalah sesuatu yang membahagiakan, buah dari perjuangan selama tiga tahun menempuh jenjang pendidikan di SMP dan SMA. Sebaliknya, menangis histeris, berteriak, dan bahkan sampai ada yang jatuh pingsan adalah sebagian dari reaksi siswa-siswi SMP dan SMA yang tidak lulus ujian. Pro dan kontra seputar pelaksanaan ujian nasionalpun nampaknya kerap kali terjadi, namun tetap saja ujian nasional berjalan bak sebuah dilemma yang tak berkesudahan.
Ujian nasional pada dasarnya bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Anggapan UN dijadikan satu-satunya untuk menentukan kelulusan adalah keliru. Hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan, seleksi masuk pada jenjang pendidikan berikutnya, penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/ atau satuan pendidikan, serta pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Ujian nasional nampaknya masih menjadi salah satu strategi pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan. Meskipun langkah ini sempat mendapat sorotan tajam bahkan melibatkan Mahkamah Agung mengenai pelanggaran HAM yang terjadi selama pelaksanaan UN, namun UN tetap dilaksanakan dan dapat terselenggara dengan tertib, aman, dan lancar.  Pada 14 September 2009, MA menolak kasasi pemerintah tentang penyelenggaraan UN. UN dinilai cacat hukum sehingga pemerintah dilarang menyelenggarakan UN. Perkara gugatan warga negara (citizen lawsuit) ini diajukan oleh Kristiono dkk. Kristiono adalah orang tua, dari Indah yang tak lulus karena nilai UN-nya tidak sesuai standar pemerintah. Putusan MA menguatkan Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 377/PDT/2007/PT.DKI, yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri  Nomor 228/Pdt.G/2006/PN.JKT.PST. Diantara isi putusan tersebut pemerintah diminta untuk meningkatkan kualitas guru, sarana dan prasarana pendidikan, serta memberikan akses pendidikan kepada masyarakat.  Putusan MA itu tidak secara eksplisit menyatakan melarang penyelenggaraan UN. Artinya, tidak ada putusan yang menyatakan UN dihapuskan. Jadi UN tahun pelajaran 2009/2010 tetap dilaksanakan.
Kritik masyarakat mengenai pelaksanaan UN antara lain berkenaan dengan prasarana dan sarana pendidikan di Indonesia  yang masih pincang (tidak merata) sehingga standar pendidikan tidak merata terlebih dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mengedepankan otonomi sekolah dan daerah. Kurangnya fasilitas: buku-buku, perpustakaan, komputer, laboratorium, kurangnya SDM guru serta pembiayaan pendidikan yang masih cukup besar sehingga memerlukan subsidi dari siswa adalah sebagian dari permasalahan pendidikan yang terjadi dewasa ini. Pelaksanaan UN dianggap sebagaian masyarakat bahwa pemerintah telah melupakan proses pendidikan, tiga mata pelajaran yang diujikan tidak representatif sehingga seolah mengesampingkan mata pelajaran lainnya. Permasalahan lain yang muncul adalah berkaitan dengan pelaksanaan UN yang ditengarai banyak terjadi kecurangan dan manipulasi. Hal ini mungkin disebabkan oleh sebagian masyarakat yang menilai bahwa UN terasa berat, ketimpangan kualitas, tidak ada ujian ulangan (sebelum 2009/2010), serta tekanan  yang mungkin saja muncul dari orang tua siswa, kepala sekolah, bahkan pejabat pendidikan.
Berbagai kritik masyarakat yang menggema di seluruh penjuru tanah air, menyebabkan terjadinya perbaikan-perbaikan dalam penyelenggaraan UN. Pada pelaksanaan  UN tahun pelajaran 2009/2010 dilaksanakan dua kali yaitu UN Utama dan UN Ulangan. Selain itu bagi peserta didik yang karena alasan tertentu dan disertai bukti yang sah tidak dapat mengikuti UN Utama, maka dapat mengikuti UN Susulan yang dilaksanakan seminggu setelah UN Utama. Peserta UN dinyatakan lulus jika memenuhi standar kelulusan UN yaitu memiliki nilai rata-rata minimal 5,50 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan, dengan nilai minimal 4,00 untuk paling banyak dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya, dan khusus untuk SMK nilai ujian praktik kejuruan  minimal 7,00 dan digunakan untuk menghitung nilai rata-rata UN. Dibukanya kesempatan untuk melakukan UN Ulangan berkait dengan upaya untuk memberi kesempatan kepada siswa yang telah mengikuti pendidikan formal untuk tetap memperoleh tanda kelulusan di jalur formal (bukan penyetaraan), untuk membantu menghindari terjadinya tekanan psikologis terhadap siswa akibat gagal dalam pelaksanaan UN Utama. Dengan tetap memberi kesempatan untuk mendaftar di perguruan tinggi negeri. UN Ulangan diikuti oleh siswa yang dinyatakan tidak lulus UN.  Peserta didik yang akan mengikuti UN ulangan adalah yang memiliki nilai mata pelajaran kurang dari 5,5 pada semua atau sebagian mata pelajaran. Nilai yang dipakai adalah yang tertinggi.
Pro dan kontra seputar pelaksanaan UN sebaiknya disikapi secara arif dan bijaksana. Hasil penelitian dan seminar menunjukkan bahwa dengan adanya UN maka siswa terdorong belajar lebih giat, guru-guru terdorong mengajar lebih baik, kepala sekolah terdorong memperbaiki mutu sekolah, dan orang tua siswa terdorong untuk lebih memperhatikan anak belajar. Mari kita perhatikan sejarah pelaksanaan penilaian pada sistem pendidikan di Indonesia, pada penyelenggaraan ujian negara (1945-1971) dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah baik penyiapan bahan, pelaksanaan, maupun penetapan kelulusan. Hal ini berdampak pada mutu lulusan yang tinggi namun tingkat kelulusan rendah sehingga banyak kritik masyarakat. Penyelenggaraan ujian sekolah (1971-1983) dilakukan sepenuhnya oleh sekolah dan berdampak pada tingkat kelulusan hampir mencapai 100% namun mutu lulusan rendah sehingga diperlukan seleksi untuk masuk ke jenjang berikutnya. Meskipun ada pembenahan penyelenggaraan ujian melalui EBTANAS (1983-2002) namun dampak negatifnya masih dapat dirasakan karena domain yang diukur hanyalah aspek kognitif saja sehingga mutu lulusan rendah meskipun tingkat kelululusan mencapai hamper 100%. Penyelenggaraan system penilaian di Indonesia ini tentunya menuai kritik masyarakat sehingga beranggapan bahwa siswa yang rajin atau malas atau siswa yang pintar atau bodoh mempunyai civil effect yang sama, tidak ada standard. Artinya semua siswa lulus, hal ini tentu berdampak pada citra pendidikan di Indonesia yang tidak berkualitas dan tidak memiliki Quality Control atau Quality Assurance. Hal ini  tentu saja  tidak mendorong siswa untuk belajar, tidak mendorong guru untuk mendidik dan mengajar dengan sungguh-sungguh, tidak mendorong budaya bersaing, dan yang paling mendasar adalah seolah memberikan pendidikan yang semu.
Berdasarkan hal tersebut, nampak bahwa UN yang berkualitas, transparan dan akuntabel diperlukan oleh negeri ini untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Perlu disadari pula bahwa ujian nasional bukan satu-satunya alat yang menentukan kelulusan siswa dari satuan pendidikan. Menurut Pasal 72 PP No. 19/2005, syarat lulus dari satuan pendidikan adalah telah menyelesaikan seluruh program pembelajaran, memiliki nilai baik kelompok mata pelajaran agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, lulus Ujian Sekolah; dan lulus Ujian Nasional. Dengan demikian Ujian nasional tidak merampas hak guru dalam memberikan penilaian kepada siswa karena guru memiliki kewenangan untuk menilai seluruh mata pelajaran lain (US) yang tidak diujikan dalam UN, menilai kompetensi mata pelajaran UN yang tidak diujikan dalam Ujian Nasional. Perimbangan penilaian US dan UN memberikan gambaran bahwa seyogianya guru mempersiapkan dan melaksanakan ujian secara baik dan professional dan  melakukan penskoran secara objektif. Jika hal ini dilakukan, niscaya tidak terjadi kesenjangan antara US dan UN.
Dampak positif lain yang dapat dirasakan dengan pelaksanaan UN adalah hasil UN dijadikan sebagai dasar pemetaan dan pemberian bantuan (Pasal 68 PP No.19 Tahun 2005); dimana sekolah yang sudah baik dibimbing untuk terus berkembang secara lebih mandiri dan sekolah yang belum baik akan dibantu lebih banyak dalam rangka peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan di seluruh tanah air. Upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas mutu pendidikan melalui UN adalah meningkatkan efektivitas pembelajaran, memanfaatkan Standar Kompetensi Lulusan, memanfaatkan Kisi-kisi semaksimal mungkin, memanfaatkan Panduan Materi Ujian dan memanfatkan hasil analisis daya serap.


Teknologi Pembelajaran


Teknologi Pembelajaran tumbuh dari praktek pendidikan dan gerakan komunikasi audio visual. Teknologi Pembelajaran semula dilihat sebagai teknologi peralatan, yang berkaitan dengan penggunaan peralatan, media dan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan atau dengan kata lain mengajar dengan alat bantu audio-visual. Teknologi Pembelajaran merupakan gabungan dari tiga aliran yang saling berkepentingan, yaitu media dalam pendidikan, psikologi pembelajaran dan pendekatan sistem dalam pendidikan.
Adalah Edgar Dale dan James Finn merupakan dua tokoh yang berjasa dalam pengembangan Teknologi Pembelajaran modern. Edgar Dale mengemukakan tentang Kerucut Pengalaman (Cone of Experience). yang merupakan rentangan tingkat pengalaman  dari yang bersifat langsung hingga ke pengalaman melalui simbol-simbol komunikasi, yang merentang dari yang bersifat kongkrit ke abstrak, dan tentunya memberikan implikasi tertentu terhadap pemilihan metode dan bahan pembelajaran, khususnya dalam pengembangan Teknologi Pembelajaran. Pemikiran Edgar Dale tentang Kerucut Pengalaman (Cone of Experience) ini merupakan upaya awal untuk memberikan alasan atau dasar tentang keterkaitan antara teori belajar dengan komunikasi audiovisual. Kerucut Pengalaman Dale telah menyatukan teori pendidikan John Dewey (salah satu tokoh aliran progresivisme)  dengan gagasan – gagasan dalam bidang psikologi yang tengah populer pada masa itu. Sedangkan, James Finn  seorang mahasiswa tingkat doktoral dari Edgar Dale berjasa dalam mengusulkan bidang komunikasi audio-visual menjadi Teknologi Pembelajaran yang kemudian berkembang hingga saat ini menjadi suatu profesi tersendiri, dengan didukung oleh penelitian, teori dan teknik tersendiri. Gagasan Finn mengenai terintegrasinya sistem dan proses mampu mencakup dan memperluas gagasan Edgar Dale tentang keterkaitan antara bahan dengan proses pembelajaran..  

Rumusan tentang pengertian Teknologi Pembelajaran telah mengalami  beberapa perubahan, sejalan dengan sejarah dan perkembangan dari teknologi pembelajaran itu sendiri sejak tahun 1963 hingga tahun 1994 Adapun definisi AECT  1994 adalah sebagi berikut :

“ Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi  tentang proses dan sumber untuk belajar.”

Meski dirumuskan dalam kalimat yang lebih sederhana, definisi ini sesungguhnya mengandung makna yang dalam. Definisi ini berupaya semakin memperkokoh teknologi pembelajaran sebagai suatu bidang dan profesi,  yang tentunya perlu didukung oleh landasan teori dan praktek yang kokoh.  Definisi ini juga  berusaha menyempurnakan wilayah atau kawasan bidang kegiatan dari teknologi pembelajaran. Di samping itu, definisi ini berusaha menekankan pentingnya proses dan produk. 

Definisi 1994, dirumuskan berlandaskan lima bidang garapan dari Teknologi Pembelajaran, yaitu : Desain, Pengembangan, Pemanfaatan, Pengelolaan dan Penilaian. Kelima hal ini merupakan kawasan (domain) dari bidang Teknologi Pembelajaran. Di bawah ini akan diuraikan kelima kawasan tersebut, dengan sub kategori dan konsep yang terkait :

a.        Kawasan Desain
Yang dimaksud dengan desain disini adalah proses untuk menentukan kondisi belajar dengan tujuan untuk menciptakan strategi dan produk.
Kawasan Desain paling tidak meliputi empat cakupan utama dari teori dan praktek, yaitu : (1) Desain Sistem Pembelajaran; (2) Desain Pesan; (3) Strategi Pembelajaran; (4) Karakteristik Pembelajar.

1.        Desain Sistem Pembelajaran; yaitu prosedur yang terorganisasi, meliputi : langkah-langkah : (a) penganalisaan (proses perumusan apa yang akan dipelajari); (b) perancangan (proses penjabaran bagaimana cara  mempelajarinya); (c) pengembangan (proses penulisan dan pembuatan atau produksi bahan-bahan pelajaran); (d) pelaksanaan/aplikasi (pemanfaatan bahan dan strategi) dan (e) penilaian (proses penentuan  ketepatan pembelajaran). 
2.        Desain Pesan; yaitu  perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan agar terjadi komunikasi antara pengirim dan penerima, dengan memperhatikan prinsip-prinsip perhatian, persepsi,dan daya tangkap.
3.        Strategi Pembelajaran; yaitu spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan belajar dalam suatu pelajaran. Teori tentang strategi pembelajaran meliputi situasi belajar dan komponen belajar/mengajar.
4.        Karakteristik Pembelajar, yaitu segi-segi latar belakang pengalaman pembelajar yang mempengaruhi terhadap efektivitas proses belajarnya.

b.        Kawasan Pengembangan

Pengembangan adalah proses penterjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik, di dalamnya meliputi : (1) teknologi cetak; (2) teknologi audio-visual; (3) teknologi berbasis komputer; dan (4) teknologi terpadu. Di dalam kawasan pengembangan terdapat keterkaitan yang kompleks antara teknologi dan teori yang mendorong terhadap desain pesan maupun strategi pembelajarannya . Pada dasarnya kawasan pengembangan terjadi karena : Pesan yang didorong oleh isi, Strategi pembelajaran yang didorong oleh teori, serta  Manifestasi fisik dari teknologi – perangkat keras, perangkat lunak, dan bahan pembelajaran.
1.      Teknologi Cetak; adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan bahan, seperti : buku-buku, bahan-bahan visual yang statis, terutama melalui pencetakan mekanis atau photografis.
2.      Teknologi Audio-Visual; merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual.
3.       Teknologi Berbasis Komputer; merupakan cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan  perangkat yang bersumber pada mikroprosesor. Pada dasarnya, teknologi berbasis komputer menampilkan informasi kepada pembelajar melalui tayangan di layar monitor. Berbagai aplikasi komputer biasanya disebut “computer-based intruction (CBI)”, “computer assisted instruction (CAI”), atau “computer-managed instruction (CMI)”.
4.      Teknologi Terpadu; merupakan cara untuk memproduksi dan menyampaikan bahan dengan memadukan  beberapa jenis media yang dikendalikan komputer.

c.         Kawasan Pemanfaatan

Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Fungsi pemanfaatan sangat  penting karena membicarakan kaitan antara pembelajar dengan bahan atau sistem pembelajaran. Kawasan pemanfaatan mungkin merupakan kawasan Teknologi Pembelajaran, mendahului kawasan desain dan produksi media pembelajaran yang sistematis.
1.        Pemanfaatan Media; yaitu penggunaan yang sistematis dari sumber belajar.
2.        Difusi Inovasi adalah proses berkomunikasi malalui strategi yang terrencana dengan tujuan untuk diadopsi.
3.        Implementasi dan Institusionalisasi; yaitu penggunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya (bukan tersimulasikan). Sedangkan institusionalisasi penggunaan yang rutin dan pelestarian dari inovasi pembelajaran dalam suatu struktur atau budaya organisasi.
4.        Kebijakan dan Regulasi;  adalah aturan dan tindakan yang mempengaruhi difusi dan pemanfaatan teknologi pembelajaran

d.       Kawasan Pengelolaan

Pengelolaan meliputi pengendalian Teknologi Pembelajaran melalui : perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan supervisi. Kawasan pengelolaan bermula dari administrasi pusat media, program media dan pelayanan media. Pembauran perpustakaan dengan program media  membuahkan pusat dan ahli media sekolah. Program-program media sekolah ini menggabungkan bahan cetak dan non cetak sehingga timbul peningkatan penggunaan sumber-sumber teknologikal dalam kurikulum.
  1. Pengelolaan Proyek; meliputi : perencanaan, monitoring, dan pengendalian proyek desain dan pengembangan.
  2. Pengelolaan Sumber; mencakup perencanaan, pemantauan dan pengendalian sistem pendukung dan pelayanan sumber.
  3. Pengelolaan sistem penyampaian; meliputi perencanaan, pemantauan pengendalian “cara bagaimana distribusi bahan pembelajaran diorganisasikan”
5.    Pengelolaan informasi; meliputi perencanaan, pemantauan, dan pengendalian cara penyimpanan, pengiriman/pemindahan atau pemrosesan informasi dalam rangka tersedianya sumber untuk kegiatan belajar.

e.         Kawasan Penilaian

Penilaian merupakan proses penentuan memadai tidaknya pembelajaran dan belajar, mencakup : (1) analisis masalah; (2) pengukuran acuan patokan; (3) penilaian formatif; dan (4) penilaian sumatif .
Dalam kawasan penilaian dibedakan pengertian antara penilaian program, proyek , produk. Penilaian program – evaluasi yang menaksir kegiatan pendidikan yang memberikan pelayanan secara berkesinambungan dan sering terlibat dalam penyusunan kurikulum. Dengan adanya kawasan sersebut, teknologi pembelajaran sampai dengan masa definisi 1994 telah memiliki kepastian tentang ruang lingkup wilayah garapannya.  Meski ke depannya jumlah kawasan beserta kategorinya akan semakin berkembang, sejalan dengan perkembangan dalam bidang teknologi dan pendidikan, serta disiplin ilmu lainnya yang relevan, sebagai penopangnya.Setiap kawasan tidak berjalan sendiri-sendiri, tetapi memiliki hubungan yang sinergis.

 








TEORI MEDAN ALA KURT LEWIN

Teori medan muncul sebagai teori dalam psikologi sosial karena dipengaruhi oleh perkembangan ilmu alam dan ilmu kimia. Psikologi itu sendiri hadir untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan karena psikologi merupakan sebuah paradigma baru dalam ilmu pengetahuan yang  memberikan cara pandang serta upaya dalam memahami gejala-gejala ilmiah. (Calvin& Gardner,1993:275)

Pengaruh teori medan dari ilmu alam dimanifestasikan dalam psikologi sejalan dengan pengaruh yang diberikan oleh gerakan Gestalt yang dipelopori oleh psikolog Jerman. Pokok fikiran psikologi Gestalt sendiri berasumsi bahwa tingkah laku ditentukan oleh medan psikofisis yang terdiri dari suatu system tekanan-tekanan atau kekuatan-kekuatan yang terorganisir 

Selanjutnya Lewin menggambarkan manusia sebagai pribadi berada dalam lingkungan psikolgis dengan pola hubungan dasar tertentu. Pendekatan matematis yang dipakai Lewin untuk menggambarkan ruang hidup disebut topologi. Fokusnya adalah saling hubungan antara segala sesuatu didalam jiwa manusia, hubungan antara bagian dengan bagian dan antara bagian dengan kesluruhan, lebih dari sekedar ukuran dan bentuk. Jadi dalam mempelajari diagram-diagram Lewin harus diperhatikan saling hubungan dean komuniukasi antara daerah alih-laih bentuk dan ukuran yang dipakai untuk menggambarkan daerah-daerah itu.

Lewin biasanya menggambarkan daerah pribadi dengan lingkaran tertutup, menunjukan bahwa pribadi adalah kesatuan yang terpisah dari hal lain di dunia, tetapi tetap menjadi bagian dari dunia. Lingkaran itu berada di dalam elips yang menggambarkan bahwa pribadi adalah bagian terpisah tetapi berada dalam ruang hidup, menjadi bagian dari semua yang ada di dalam ruang hidup.Teori inilah yang banyak dikenal dengan “teori medan” nya Lewin.

Bagi Lewin, teori medan bukan suatu sistem psikologi baru yang terbatas pada suatu isi yang khas; teori medan merupakan sekumpulan konsep dengan dimana seseorang dapat menggambarkan kenyataan psikologisnya. Konsep-konsep ini cukup luas untuk dapat diterapkan dalam semua bentuk tingkah laku dan juga cukup spesifik untuk menggambarkan orang tertentu dalam suatu situasi konkrit. Lewin juga menggolongkan teori medan sebagai “suatu metode untuk menganalisis hubungan-hubungan kausal dan untuk membangun konstruk-konstruk ilmiah”.( http://cacariosan.multiply.com/journal/item/4,)

Dalam sumber yang sama (http://cacariosan.multiply.com/journal/item/4), diidentifikasi Ciri-ciri dari teori Lewin, adalah sebagai berikut :

1.      Tingkah Laku adalah suatu fungsi dari medan yang ada pada waktu tingkah laku itu terjadi,
2.      Analisis mulai dengan situasi sebagai keseluruhan dari mana bagian-bagian komponennya dipisahkan,
3.      Orang yang kongkrit dalam situasi yang kongkrit dapat digambarkan secara matematis.

Rumus : LP = RH (Lingkungan Psikologis = Ruang Hidup/Medan)

Konsep teori medan telah diterapkan Lewin dalam berbagai gejala psikologis dan sosiologis, termasuk tingkah laku bayi dan anak-anak, masa adolesen, keterbelakangan mental, masalah-masalah kelompok minoritas, perbedaan-perbedaan karakter nasional dan dinamika kelompok.

a.   Struktur Kepribadian

            Menurut Lewin sebaiknya menggambarkan kepribadian itu dengan menggunakan        definisi konsep-konsep struktur secara spasial. Dengan cara ini, Lewin berusaha mematematisasikan konsepnya sejak dari permulaan. Matematika Lewin bersifat non-motris dan menggambarkan hubungan-hubungan spasial dengan istilah-istilah yang berbeda. Pada dasarnya matematika Lewin merupakan jenis matematika untuk menggambarkan inte4rkoneksi dan interkomunikasi antara bidang-bidang spasial dengan tidak memperhatikan ukuran dan bentuknya.
Pemisahan pribadi dari yang lain-lainnya di dunia dilakukan dengan menggambarkan usatu figur yang tertutup. Batas dari figur menggambarkan batas-batas dari entitas yang dikenal sebagai pribadi. Segala sesuatu yang terdapat dalam batas itu adalah P (Pribadi), sedangkan segala sesuatu yang terdapat di luar batas itu adalan non-P.
            Selanjutnya untuk melukiskan kenyataan psikologis ialah menggambar suatu figur tertutup lain yang lebih besar dari pribadi yang melingkupinya. Bentuk dan ukuran figur yang melingkupi ini tidak penting asalkan ia memenuhi dua syarat yakni lebih besar dari pribadi dan melingkupinya. Figur yang baru ini tidak boleh memotong bagian dari batas lingkaran yang menggambarkan pribadi.
            Lingkaran dalam elips ini bukan sekedar ilustrasi atau alat peraga, melainkan sungguh-sungguh merupakan suatu penggambaran yang tepat tentang konsep-konsep struktural yang paling umum dalam teori Lewin, yakni ruang hidup/medan, lingkungan psikologis dan pribadi.
  
1. Ruang Hidup/Medan

Ruang hidup (medan) mengandung semua kemungkinan fakta yang dapat menentukan tingkah laku individu. Ruang hidup meliputi segala sesuatu yang harus diketahui untuk memahami tingkah laku kongkrit manusia individual dalam suatu lingkungan psikologis tertentu pada saat tertentu. Tingkah laku adalah fungsi dan ruang hidup.

Secara matematis : TL = f (RH)

Fakta-fakta non-psikologis dapat dan sungguh-sungguh mengubah fakta-fakta psikologis. Fakta-fakta dalam lingkungan psikologis dapat juga menghasilkan perubahan-perubahan dalam  dunia fisik. Ada komunikasi dua arah antara ruang hidup dan dunia luar bersifat dapat ditembus (permeability), tetapi dunia fisik (luar) tidak dapat berhubungan langsung  dengan pribadi karena suatu fakta harus ada dalam lingkungan psikologis sebelum mempengaruhi/dipengaruhi oleh pribadi.

2. Lingkungan Psikologis

Meskipun pribadi dikelilingi oleh lingkungan psikologisnya, namun ia bukanlah bagian atau termasuk dalam lingkungan tersebut. Lingkungan psikologis berhenti pada batas pinggir elips, tetapi batas antarea pribadi dan lingkungan juga bersifat dapat ditembus. Hal ini berarti fakta-fakta ligngkungan dapat mempengaruhi pribadi. Secara matematis : P = f (LP). Dan fakta-fakta pribadi dapat mempengaruni lingkungan. Secara matematis : LP = f (LP).

3. Pribadi

Menurut Lewin, pribadi adalah heterogen, terbagi menjadi bagian-bagian yang terpisah meskipun saling berhubungan dan saling bergantung. Daerah dalam personal dibagi menjadi sel-sel. Sel-sel yang berdekatan dengan daerah konseptual motor disebut sel-sel periferal; p, sel-sel dalam pusat lingkaran disebut sel-sel sentral; s. Sistem motor bertindak sebagai suatu kesatuan karena biasanya lahannya dapat nelakukan sesuatu tindakan pada suatu saat. Begitu pula dengan sistem perseptual artinya orang hanya dapat memperhatikan dan mempersepsikan satu hal pada suatu saat. Bagian-bagian tersebut mengadakan komunikasi dan interdependen, tidak bisa berdiri sendiri.

  1. Dinamika Kepribadian
            Konsep-konsep dinamika dari Lewin, yakni kebutuhan energi psikis, tegangan, kekuatan atau vektor dan valensi. . Konstruk-konstruk dinamika ini menentukan lokomosi khusus dari individu dan cara ini mengatur struktur lingkungannya, Lokomosi dan perubahan-perubahan dan struktur berfungsi mereduksi tegangan dengan cara memuaskan kebutuhan.

            Suatu tegangan dapat direduksikan dan keseimbangan dipulihkan oleh suatu lokomosi substitusi. Proses ini menuntut bahwa dua kebutuhan erat saling ketergantungan satu sama lain sehingga pemisahan salah satu  kebutuhan adalah melepaskan tegangan dari sitem kebutuhan lainnya. Akhirnya tegangan dapat direduksikan dengan lokomosi-lokomosi murni khayalan. Seseorang yang berkhayal bahwa ia telah melakukan perbuatan yang sulit atau menempati suatu jabatan yang tinggi mendapat semacam kepuasan semi dari sekedar berkhayal tentang keberhasilan.

  1. Perkembangan Kepribadian
            Menurut Lewin hakekat Perkembangan Kepribadian itu terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut :
1. Diferensiasi. Yaitu semakin bertambah usia, maka region-region dalam pribadi seseorang dalam Lingkungan  Psikologis-nya akan semakin bertambah. Begitu pula dengan kecakapan-kecakapan atau keterampilan-keterampilannya. Contohnya : orang dewasa lebih pandai menyembunyikan isi hatinya dari –pada anak-anak (region anak lebih mudah ditembus).
  1. Perubahan dalam variasi tingkah lakunya.
  2. Perubahan dalam organisasi dan struktur tingkah lakunya lebih kompleks.
  3. Bertambah luasnya arena aktivitas. Contohnya : Anak kecil terikat oleh masa kini, sedangkan orang dewasa terikat oleh masa kini, masa lampau dam masa depan.
  4. Perubahan dalam realitas. Dapat membedakan mana yang khayalan dan yang nyata, pola berfikir meningkat. Contohnya : Dari pola berfikir assosiasi menjadi pola berfikir abstrak.
 .