Laman

08 Februari 2012

Contekstual Teaching and Learning

Latar Belakang Filosofis  CTL

CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang  mulai digagas oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Aliran filsafat konstruktivisme pengetahuan itu tidak lepas dari orang (subjek) yang tahu. Pengetahuan merupakan struktur konsep dari subyek yang mengamati. Selanjutnya, pandangan filsafat konstruktivisme tentang hakekat pengetahuan mempengaruhi konsep tentang proses belajar, bahwa belajar bukanlah sekedar menghafal akan tetapi proses  mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan  bukanlah  hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu.  Pengetahuan hasil dari pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Bagaimana proses mengkonstruksi pengetahuan yang dilakukan oleh setiap subjek itu? Di bawah ini dijelaskan jalan pikiran Piaget, tokoh yang mengembangkan gagasan konstruktivisme itu  

Piaget berpendapat, bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif  yang kemudian dinamakan skema.  Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang sama-sama berbulu putih.  Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat sedangkan kelinci berkaki dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang binatang berkaki dua dan binatang berkaki empat. Semakin dewasa anak, maka semakin sempurnalah skema yang  dimilikinya. Proses penyempurnaan skema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi.  Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema; dan akomodasi adalah proses merubah skema yang sudah ada hingga terbentuk skama baru. Semua itu (asimilasi dan akomodasi) terbentuk berkat pengalaman siswa. Coba Anda perhatikan uraian berikut ini.
            
Pada suatu hari anak  merasa sakit karena terpercik api, maka berdasarkan pengalamannya terbentuk skema pada struktur kognitif anak  tentang ”api”, bahwa api adalah sesuatu yang membahayakan oleh karena itu harus dihindari. Dengan demikian ketika ia melihat api, secara reflek ia akan menghindar. Semakin anak dewasa, pengalaman anak tentang api bertambah pula. Ketika anak melihat ibunya memasak pakai api; ketika anak melihat Bapaknya merokok menggunakan api, maka skema yang telah terbentuk itu disempurnakan,  bahwa api bukan harus dihindari akan tetapi dapat dimanfaatkan. Proses penyempurnaan skema tentang api yang dilakukan oleh anak itu dinamakan asimilisi. Semakin anak dewasa, pengalaman itu semakin bertambah pula.  Ketika  anak melihat bahwa pabrik-pabrik memerlukan api,  setiap kendaraan memerlukan api,  dan lain sebagainya, maka terbentukah skema baru  tentang api, bahwa api bukan harus dihindari dan juga bukan hanya sekedar dapat dimanfaatkan, akan tetapi api sangat dibuttuhkan untuk kehidupan manusia. Proses penyempurnaan skema itu dinamakan proses akomodasi.

Sebelum ia mampu menyusun skema baru, ia akan dihadapkan pada posisi ketidak seimbangan (disequalibrium),  yang akan menggang-gu psikologis anak. Manakala skema telah disempurnakan atau anak telah berhasil membentuk skema baru, anak akan kembali pada posisi seimbang (equalibrium), untuk kemudian ia akan dihadapkan pada perolehan pengalaman baru.
Coba  simak lagi contoh di bawah ini.

Misalkan,  berkat pengalamannya seorang anak memiliki skema tentang burung merpati sebagai binantang yang bersayap dan bisa terbang,  sehingga ia akan mengatakan setiap binatang yang memiliki sayap adalah burung dan setiap burung pasti dapat terbang. Selanjutnya proses asimilasi terbentuk, ketika ia melihat burung-burung yang lain yang sama-sama bisa terbang misalnya burung yang lebih kecil dari burung merpati yaitu burung pipit dan burung yang lebih besar seperti burung elang. Dengan demikian,  ia akan menyempurnakan skema tentang burung yang telah terbentuknya, bahwa burung itu ada yang besar dan ada yang kecil. Kemudian proses akomdasi akan terbentuk, misalnya ketika anak tersebut  melihat seekor ayam. Anak akan menjadi ragu sehingga ia akan ada  pada posisi ketidak seimbangan. Sebab, walaupun binatang tersebut bersayap, anak akan menolak kalau ayam yang dilihatnya dimasukkan pada skema burung yang telah ada, sebab ayam memiliki karakteristik lain, misalnya badannya lebih besar dan tidak bisa terbang. Melalui pengalamannya itulah anak memaksa untuk membuat skema baru tentang binatang yang bersayap,  yaitu skema tentang ayam. Inilah yang dinamakan proses akomodasi, yakni proses pembentukan skema baru berkat pengalaman. Kemudian pengalaman anakpun bertambah pula. Ia melihat ada itik, ada bebek, ada angsa dan lain sebagainya, semua binatang yang ia lihat itu bersayap, akan tetapi memiliki atribut-atribut yang sangat berbeda dengan ayam, dengan demikian ia akan membetuk konsep baru tentang binatang yang bersayap, yaitu tidak setiap binatang yang bersayap adalah burung dan dapat terbang. Jadi dengan demikian konsep tentang burung dan binantang bersayap itu adalah sebagai hasil proses asimlasi dan akomodasi yang dibentuk dan dikonstruksi oleh anak yang bersangkutan, bukan hasil pemberitahuan orang lain. Demikianlah selama hidupnya anak akan memperbaiki dan menyempurnakan skema-sekema yang telah terben-tuk.

Pandangan Piaget tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan itu terbentuk dalam struktur kognitif anak, sangat berpengaruh terhadap beberapa model  pembelajaran diantarnya model  pembelajaran konstektual.  Menurut pembelajaran konstektual, pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemberitahuan orang lain, tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan yang demikian akan mudah dilupakan dan tidak fungsional.

Latar Belakang Psikologis CTL

Sesuai dengan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan terbentuk karena peran aktif subjek, maka dipandang dari sudut psi-kologis, CTL berpijak pada aliran psikologis kognitif. Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan Stimulus dan Respon. Belajar tidak sesederhana itu. Belajar melibatkan proses mental yang tidak nampak seperti emosi, minat, mortivasi dan kemampuan atau pengalaman. Apa yang nampak, pada dasarnya adalah wujud dari adanya dorongan yang berkembang  dalam diri seseorang. Sebagai peristiwa mental perilaku manusia tidak semata-mata merupakan gerakan fisik saja, akan tetapi yang lebih penting adalah adanya faktor pendorong yang ada dibelakang gerakan fisik itu. Mengapa demikian,? Sebab manusia selamanya memiliki kebutuhan yang melekat dalam dirinya. Kebutuhan itulah yang mendorong manusia untuk berperilaku.

Dari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka terdapat beberapa hal yang harus Anda pahami tentang belajar dalam konsteks CTL.
  • Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki. Oleh karena itulah, semakin banyak pengalaman maka akan semakin banyak pula pengetahuan yang mereka peroleh.
  • Belajar bukan sekedar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas. Pengetahuan itu pada dasarnya merupakan organisasi dari semua yang dialami, sehingga dengan pengetahuan yang dimiliki akan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku manusia, seperti pola berfikir, pola bertindak, kemampuan memecahkan persoalan termasuk penampilan atau performance seseorang. Semakin  penge-tahuan seseorang luas dan mendalam, maka akan semakin efektif dalam berfikir.
  • Belajar adalah proses  pemecahan   masalah, sebab dengan memecahkan masalah anak akan berkembang secara utuh yang bukan hanya perkembangan intelektual akan tetapi juga mental dan emosi. Belajar secara konstektual adalah belajar bagaimana anak meng-hadapi setiap persoalan.
  • Belajar   adalah   proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari yang sederhana menuju yang komplek. Oleh karena itu  belajar tidak dapat sekaligus, akan tetapi sesuai dengan irama kemampuan siswa.
  • Belajar pada hakekatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan. Oleh karena itu  pengetahuan yang diperoleh  adalah pengetahuan yang memiliki makna untuk kehidupan anak (Real World Learning).
Azas-azas CTL

CTL sebagai suatu strategi pembelajaran memiliki 7 azas. Azas-azas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Seringkala azas ini disebut juga komponen-komponen CTL. Selanjutnya ketujuh azas ini dijelaskan di bawah ini.

1. Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur  kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Di muka telah dibahas bahwa filsafat konstruktivisme yang  mulai digagas oleh Mark Baldawin dan dikembangkan dan diperdalam oleh Jean Piaget menganggap bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek  semata, akan tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar akan tetapi di-konstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk mengin-terpretasi objek tersebut. Kedua faktor itu sama pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu tidak ber-sifat statis akan tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengkonstruksinya. Lebih jauh Piaget menyatakan hakekat pengetahuan sebagai berikut:
  • Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi sealalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
  • Subjek  membentuk    skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.
  • Pengetahuan dibentuk   dalam    struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan  bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.
 Asumsi itu yang kemudian melandasi CTL. Pembelajaran melalui CTL pada dasaranya  mendorong agar siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman. Mengapa demikian? Sebab pengetahuan hanya akan fungsional manakala dibangun oleh individu. Pengetahuan yang hanya diberikan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Atas dasar asumsi yang men-dasarinya itulah, maka penerapan azas konstruktivisme  dalam pem-belajaran melalui CTL, siswa didorong untuk mampu mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui pengalaman nyata.

2.  Inkuiri

Azas kedua dalam pembelajaran CTL adalah inkuiri. Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses  berfikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan  sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mem-persiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri  materi yang harus dipahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah, diharapkan siswa berkembang secara utuh baik intelektual, mental emosional maupun pribadinya. Apakah inkuiri hanya bisa dilakukan untuk mata pelajaran tertentu saja? Tentu tidak. Berbagai topik dalam setiap mata pelajaran dapat dilakukan melalui proses inkuiri. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah,  yaitu:
  • Merumuskan masalah
  • Mengajukan hipotesis
  • Mengumpulkan data
  • Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan
  • Membuat kesimpulan
Penerapan azas ini dalam proses pembelajaran CTL, dimulai dari adanya kesadaran siswa akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian siswa harus didorong untuk menemukan masalah. Apabila masalah telah dipahami dengan batasan-batasan yang jelas, selanjutnya siswa dapat mengajukan  hipotesis atau jawaban sementara sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan. Hipotesisi itulah yang akan menuntun siswa untuk melakukan observasi  dalam rangka mengumpulkan data. Manakala data telah terkumpul selanjutnya siswa dituntun untuk menguji hipotesis sebagai dasar dalam merumuskan kesimpulan. Azas menemukan seperti yang digambarkan di atas, merupakan azas yang penting dalam pembelajaran CTL.  Melalui proses berfikir yang sistematis  seperti dia atas, diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah, rasional dan logis, yang kesemuanya itu diperlukan sebagai dasar pembentukan kreatifitas.

3.  Bertanya (Questioning)

Belajar pada hakekatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu; sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam brfikir. Dalam proses pembeajaran melalui CTL, guru tidak mennyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Oleh sebab itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi  yang di-pelajarinya.  Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk:
  • Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan   materi pelajaran
  • Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar
  • Merangsang keingin tahuan siswa terhadap sesuatu
  • Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan
  • Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu
            Dalam setiap tahapan dan proses pembelajaran kegiatan bertanya hampir selalu digunakan. Oleh karena itu kemampuan guru untuk mengembangkan teknik-teknik bertanya sangat diperlukan.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Leo Semenovich  Vygotsky, seorang psikolog Rusia menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman anak ditopang banyak oleh  komunkasi dengan orang lain. Suatu permasalahan tidak mungkin dapat dipecahkan sendirian, akan tetapi membutuhkan bantuan orang lain. Kerjasama saling memberi dan menerima sangat dibutuhkan untuk memecahkan suatu persoalan.  Konsep masyarakat belajar (learning community) dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Kerjasama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain, antar teman, antar kelompok,; yang sudah tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pernah memiliki pengalaman  membagi pengalamannya pada orang lain. Iniliah hakekat dari masyarakat belajar, mayarakat yang saling membagi.

Dalam kelas CTL, penerapan azas  masyarakat belajar dapat dilakukan dengan  menerapkan  pembelajaran melalui  kelompok belajar. Siswa dibagi dalam  kelompok kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya.  Biarkan dalam ke-lompoknya mereka saling membelajarkan; yang cepat belajar didorong untuk membatu yang lambat belajar, yang memiliki kemampuan ter-tentu didorong untuk menularkannya pada yang lain.

Dalam hal tertentu, guru dapat mengundang orang-orang yang dianggap memiliki keahlian khusus untuk membelajarkan siswa. Misalnya,  dokter untuk memberikan atau membahas masalah kesehatan, para petani,  tukang reparasi radio dan lain sebagainya. Demikianlah masyarakat belajar. Setiap orang bisa saling terlibat; bisa saling membelajarkan, bertukar informasi dan bertukar pengalaman.

5. Pemodelan (Modeling)

Yang dimaksud dengan azas modeling adalah, proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya  guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olah raga memberikan contoh bagaimana cara melempar bola, guru kesenian memberi contoh bagaimana cara memainkan alat musik, guru biologi memberikan contoh baaimana cara menggunakan termometer dan lain sebagainya. 

Proses modeling, tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Misalkan siswa yang pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya di depan teman-temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai  model. Modeling meru-pakan azas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoritis-abstrak yang dapat memungkinakan terjadinya verbalisme.

 6. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian  atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Bisa terjadi melalui proses reflksi siswa akan memperbaharui pengetahuan yang telah dibentuknya, atau menambah khasanah pengetahuannya. Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk ”merenung” atau mengingat kembali apa yang telah di-pelajarinya. Biarkan secara bebas siswa menafsirkan pengelamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.

7. Penilaian nyata (Authentic Assessment)

Proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan guru pada saat ini, biasanya ditekankan kepada perkembangan aspek intelektual, sehingga alat evaluasi yang digunakan terbatas pada penggunaan tes. Dengan tes dapat diketahuai seberapa jauh siswa telah menguasai materi pelajaran. Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hanya di-tentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi  perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab itu penilaian keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti hasil tes akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian nyata. Penlaian nyata (Authentic Assessment), adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan nformasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.  Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman  belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa. Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan  proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara  terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.

Strategi Pembelajaran

Strategi Pembelajaran Ekspositori (SPE)
 Disarikan oleh: Sri Hendrawati

Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Roy Killen (1998) menamakan strategi ekspositori ini dengan istilah strategi pembelajaran langsung (direct insruction). Mengapa demikian? Oleh karena dalam strategi ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu. Meteri pelajaran seakan-akan sudah jadi. Oleh karena strategi ekspotiori lebih menekankan kepada proses bertutur maka sering juga dinamakan istilah strategi “chalk and talk

 Terdapat beberapa karakteristik strategi ekspositori. Pertama,  strategi ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini, oleh karena itu, sering orang mengidentikannya  dengan ceramah. Kedua, biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihapal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang. Ketiga,  tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memamahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali  materi yang telah diuraikan.  

Strategi pembelajaran ekspositori, merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama strategi ini adalah kemampuan akademik (academic achievement) siswa. Metode pembelajaran dengan kuliah, merupakan bentuk strategi ekspositori. Strategi pembelajaran ekspositori  akan efektif manakala:
  • Guru akan menyampaikan bahan-bahan baru serta kaitannya dengan  yang akan dan harus dipelajari  siswa (overview). Biasanya bahan atau materi baru itu diperlukan untuk kegiatan-kegiatan khusus seperti kegiatan pemecahan masalah atau untuk melakukan proses tertentu. Oleh sebab itu, materi yang disampaikan adalah materi-materi dasar seperti misalnya konsep-konsep tertentu, prosedur atau rangkaian aktivitas dan lain sebagainya.
  • Jika guru menginginkan agar siswa memiliki gaya model intelektual tertentu, misalnya agar siswa dapat mengingat bahan pelajaran sehingga ia akan dapat mengungkapkannya kembali manakala diperlukan.
  • Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan  cocok untuk dipresentasikan, artinya dipandang dari sifat dan jenis materi pelajaran memang materi pelajaran itu hanya mungkin dapat dipahami oleh siswa manakala disampaikan oleh guru, misalnya materi pelajaran hasil  penelitian berupa data-data khusus.
  •  Jika ingin membangkitkan keingintahuan siswa tentang topik tertentu. Misalnya, materi pelajaran yang bersifat pancingan  untuk meningkatkan morivasi belajar siswa.
  • Guru menginginkan untuk mendemonstrasikan  suatu teknik atau prosedur tertentu untuk kegiatan praktek. Prosedur tersebut biasanya merupakan langkah baku atau langkah standar yang harus ditaati dalam melakukan suatu proses tertentu. Manakala langkah itu tidak ditaati maka dapat menimbulkan pengaruh atau resiko tertentu.
  • Apabila seluruh siswa memiliki tingkat kesulitan yang sama sehingga guru perlu menjelaskan untuk seluruh siswa.
  • Jika guru akan mengajar pada sekolompok siswa yang rata-rata memiliki kemampuan rendah. Berdasarkan hasil penelitian  (Ross & Kyle, 1987) strategi ini sangat efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan untuk anak-anak yang memiliki kemampuan kurang (low achieving students).
  • Jika lingkungan tidak mendukung untuk menggunakan strategi yang berpusat pada siswa, misalnya tidak adanya sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
  •  Jika guru tidak memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa.

Prinsip-prinsip Penggunaan SPE

Tidak ada satu strategi pembelajaran yang dianggap lebih baik dibandingkan dengan strategi pembelajaran yang lain. Baik tidaknya suatu strategi pembelajaran dapat dilihat dari efektif tidaknya strategi tersebut dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Dengan demikian pertimbangan pertama penggunaan strategi pembelajaran adalah tujuan apa yang harus dicapai. Dalam penggunaan strategi pembelajaran ekspositori terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap guru. Setiap prinsip tersebut dijelaskan di bawah ini.
 
1.   Berorientasi pada tujuan

Walaupun penyampaian materi pelajaran merupakan ciri utama dalam strategi pembelajaran ekspositori melalui metode ceramah, namun tidak berarti  proses penyampaian materi tanpa tujuan pembelajaran.; justru tujuan itulah yang harus menjadi pertimbangan utama dalam penggunaan strategi ini. Oleh karena itu sebelum strategi ini diterapkan terlebih dahulu guru harus merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan terukur. Seperti kriteria pada umumnya,  tujuan pembelajaran harus dirumuskan dalam bentuk tingkah laku yang dapat diukur atau  berorientasi pada kompetensi yang harus dicapai oleh siswa. Hal ini sangat penting untuk dipahami, oleh karena tujuan yang spesifik memungkinkan kita dapat mengontrol efektifitas penggunaan strategi pembelajaran. Memang benar, strategi pembelajaran ekspositori tidak mungkin dapat mengejar tujuan kemampuan berpikir tingkat tinggi, misalnya kemampuan untuk menganalisis, mensintesis sesuatu, atau mungkin mengevaluasi sesuatu, namun tidak berarti tujuan kemampuan berpikir tarap rendah tidak perlu dirumuskan; justru tujuan itulah yang harus dijadikan ukuran dalam menggunakan strategi ekspositori.

2.  Prinsip komunikasi

Proses pembelajaran dapat dikatakan sebagai proses komunikasi, yang menunjuk pada proses penyampaian pesan dari seseoramg (sumber pesan) kepada seseorang atau sekelompok orang (penerima pesan). Pesan yang ingin disampaikan dalam  hal ini adalah materi pelajaran yang diorganisir dan disusun sesuai dengan tujuan tertentu yaang ingin dicapai. Dalam proses komunikasi guru berfungsi sebagai sumber pesan dan siswa berfungsi sebagai penerima pesan. Dalam proses komunikasi yang bagaimanapun sederhananya selalu terjadi urutan pemindahan pesan (informasi) dari sumber pesan ke penerima pesan.  Sistem komunikasi dikatakan efektif manakala  pesan itu dapat mudah ditangkap oleh penerima pesan secara utuh; dan sebaliknya, sistem konukasi dikatakan tidak efektif, manakala penerima pesan tidak dapat menangkapn setiap pesan yang disampaikan.  Kesulitan menangkap pesan itu bisa terjadi oleh berbagai gangguan (noise) yang dapat menghambat kelancaran proses komunikasi. Akibat gangguan (noise) tersebut memungkinkan penerima pesan (siswa) tidak memahami atau tidak dapat menerima sama sekali pesan yang ingin disampaikan. Sebagai suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses  penyampaian, maka prinsip kumunikasi merupakan prinsip yang sangat penting untuk diperhatikan. Artinya bagaiana upaya yang dapat dilakukan agar setiap guru dapat menghilangkan setiap gangguan (noise) yang dapat mengganggu proses komunikasi.

3.  Prinsip Kesiapan

Dalam teori belajar koneksionisme, ”kesiapan” merupakan salah satu hukum belajar. Inti dari hukum belajar ini adalah bahwa setiap individu akan merespon dengan cepat dari setiap stimulus manakala dalam dirinya sudah memiliki kesiapan; sebaliknya, tidak mungkin setiap individu akan merespon setiap stimulus yang muncul manakala dalam dirinya belum memiliki kesiapan. Yang dapat kita tarik dari hukum belajar ini adalah, agar siswa dapat menerima informasi sebagai stimulus yang kita berikan, terlebih dahulu kita harus memposisikan mereka dalam keadaan siap baik secara fisik maupun psikhis untuk menerima pelajaran. Jangan mulai kita sajikan materi  pelajaran, manakala siswa belum siap untuk menerimanya. Seperti halnya kerja sebuah komputer, setiap data yang dimasukkan akan dapat disimpan dalam memori manakala sudah tersedia file untuk menyimpan data. Setiap data tidak mungkin dapat disimpan manakala belum tersedia filenya. Oleh karena itu sebelum kita menyampaikan informasi terlebih dahulu kita yakinkan apakah dalam otak anak sudah tersedia file yang sesuai dengan jenis informasi yang akan disampaikan atau belum, kalau seandainya belum maka terlebih dahulu harus kita sediakan dahulu file yang akan menampung setiap informasi yang akan kita sampaikan.

d.  Prinsip Berkelanjutan

Proses pembelajaran ekspositori harus dapat medorong siswa untuk mau mempelajari materi pelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan hanya berlangsung pada saat itu, akan tetapi juga untuk waktu selanjutnya. Ekspositori yang berhasil adalah manakala melalui proses penyampaian dapat membawa siswa pada situasi ketidak seimbangan (disequalibrium),  sehingga mendorong mereka untuk mencari dan menemukan atau menambah wawasan melalui proses belajar mandiri.

Prosedur Penggunaan SPE

Sebelum diuraikan tahapan penggunaan strategi ekspositori terlebih dahulu diuraikan beberapa hal yang harus dipahami oleh setiap guru yang akan menggunakan strategi ini.

1. Rumuskan tujuan yang ingin dicapai

Merumuskan tujuan merupakan langkah pertama yang harus dipersiapkan guru. Tujuan yang ingin dicapai sebaiknya dirumuskan dalam bentuk perubahan tingkah laku yang spesifik yang berorientasi kepada hasil belajar. Tujuan yang spesifik, seperti yang telah dijelaskan di atas dapat memperjelas kepada arah yang ingin dicapai. Dengan demikian, melalui tujuan yang jelas selain dapat membimbing siswa dalam menyimak materi pelajaran juga akan diketahui efektifitas dan efesiensi penggunaan strategi ini. Sering terjadi, proses pembelajaran dengan cara bertutur, guru terlena dengan pembahasan yang dilakukannya, sehingga materi pelajaran menjadi melebar,  tidak fokus pada permasalahan yang sedang dibahas. Dengan rumusan tujuan yang jelas, hal ini tidak akan terjadi. Sebab, tujuan yang harus dicapai akan menjadi faktor pengingat bagi guru dalam menyampaikan materi pelajaran.

2. Kuasai materi pelajaran dengan baik

Pernahkah Anda mengalami dalam suatu proses pembelajaran Anda merasakan adanya  perilaku guru yang tidak wajar? Misalkan guru menyuruh Anda untuk menulis materi pelajaran dalam buku catatan dengan cara mendikte; ketika menjelaskan materi pelajaran suara guru tidak jelas; guru tidak pernah memandang Anda; atau selama pembelajaran berlangsung, guru tidak pernah bangkit dari tempat duduknya dan lain sebagainya? Apa yang Anda rasadakan ? Anda kurang bergairah dalam belajar, bukan? Anda malas Anda ngantuk dan lain sebagainya. Nah perilaku guru yang demikian bisa disebabkan oleh kurangnya guru menguasai matarei pelajaran.  Penguasaan materi pelajaran dengan baik merupakan syarat mutlak penggunaan strategi ekspositori.  Penguasaan materi yang sempurna, akan membuat kepercayaan diri guru meningkat, sehingga guru akan mudah mengelola kelas; ia akan bebas bergerak; berani menatap siswa; tidak takut dengan perilaku-perilaku siswa yang dapat mengganggu jalannya proses pembelajaran dan lain sebagainya. Sebaliknya, manakala guru kurang menguasai materi pelajaran yang akan disampaikan, ia akan kurang percaya diri sehingga ia akan sulit bergerak; takut melakukan kontak mata dengan siswa; menjelaskan materi pelajaran serba tanggung dengan suara yang pelan dan miskin ilustrasi dan lain sebagainya. Akibatnya? Ia akan sulit mengatur irama dan iklim pembelajaran. Guru akan sulit mengontrol dan mengendalikan perilaku–perilaku siswa yang dapat mengganggu jalannya proses pembelajaran.
            Agar guru dapat menguasai materi pelajaran ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Pertama, pelajari sumber-sumber belajar yang mutakhir. Kedua,  persiapkan masalah-masalah yang mungkin muncul dengan cara menganalisis materi pelajaran sampai detailnya. Ketiga,  buatlah garis besar materi pelajaran yang akan disampaikan untuk memandu dalam penyajian agar tidak melebar.

3. Kenali medan dan berbagai hal yang dapat mempengaruhi proses  penyampaian

Mengenali lapangan atau medan merupakan hal penting dalam langkah persiapan. Pengenalan medan yang baik memungkinkan guru dapat mengantisipasi berbagai kemungkinan yang dapat mengganggu proses penyajian materi pelajaran. Beberapa hal yang berhubungan dengan medan yang harus dikenali diantaranya, pertama, latar belakang audience atau siswa yang akan menerima materi, misalnya kemampuan dasar atau pengalaman belajar siswa sesuai dengan materi yang akan disampaikan, minat dan gaya belajar siswa, dn lain sebagainya. Kedua,  kondisi ruangan, baik menyangkut luas dan besarnya ruangan, pencahayaan, posisi tempat duduk maupun kelengkapan  ruangan itu sendiri. Pemahaman akan kondisi ruangan itu diperlukan untuk mengatur tempat duduk dan atau untuk menempatkan media yang digunakan, misalnya dimana sebaiknya layar OHP atau LCD disimpan, dimana sebaiknya gambar di pasang dan lain sebagainya.
Keberhasilan penggunaan strategi ekspositori sangat tergantung pada kemampuan guru untuk bertutur atau menyampaikan materi pelajaran.
Ada beberapa langkah dalam penerapan strategi ekspositori,  yaitu:
  1. Persiapan (preparation)
  2. Presentation (penyajian)
  3. Menghubunngkan (correlation)
  4. Menyimpulkan (Generalization)
  5. Penerapan (aplication)
Setiap langkah itu diuraikan di bahwah ini.

1. Persiapan (preparation)

Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran. Dalam strategi ekspositori  langkah persiapan merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan strategi ekspositori sangat tergantung pada langkah persiapan. Tujuan yang ingin dicapai  dalam   melakukan persiapan adalah: 
  • Mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang pasif.
  • Membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar.
  • Merangsang dan menggugah rasa ingin tahu siswa.
  • Menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka.
Beberapa hal yang harus dilakukan dalam langkah persiapan diantaranya adalah:

a.  Berikan sugesti yang positif dan hindari sugesti yang negatif

Memberikan sugesti yang positif akan dapat membangkitkan kekuatan pada siswa untuk menembus rintangan dalam belajar. Sebaliknya sugesti yang negatif dapat mematikan semanagat belajar. Perhatikan contoh sugesti  yang negatif yang diberikan oleh guru sebelum ia menyajikan materi pelajaran.


Anak-anak hari ini kita akan mempelajari materi pelajaran tersulit yang pernah kalian pelajari. Banyak, bahkan hampir semua kakak-kakak kelas kalian yang gagal menguasai materi ini. Oleh sebab itu kalian harus bersungguh-sungguh untuk belajar agar tidak mendapatkan nasib seperti yang dialami oleh kakak-kakak kelas kalian.

Apa yang Anda rasakan seadainya guru  Anda berkata  demikian sebelum ia memulai pelajaran? Ya, pasti dalam bayangan Anda, Anda akan merasa berat untuk mempelajari materi pelajaran yang akan disampaikan,. Seakan-akan Anda akan menghdapi pekerjaan yang sangat ”wahhh..” Sehingga sebelum belajar dimulai energi Anda sudah terkuras habis, selanjutnya Anda pun tidak akan bergairah untuk belajar. Manakala perasaan itu muncul, jangan harapkan proses pembelajaran akan menghasilkan sesuatu yang kita haraapkan. Coba Anda bandingkan dengan pernyataan guru di bawah ini.


 

Anak-anak hari ini kita akan mempelajari materi pelajaran yang penuh dengan tantangan dan sangat mengasyikan. Memang dulu, ada kakak kelas kalian yang kurang menguasai materi ini. Saya kira, hal ini disebabkan karena mereka kurang bersungguh-sungguh dalam mempelajarinya. Oleh sebab itu saya harapkan Kalian untuk meningkatkan sedikit motivasi untuk belajar, agar materi pelajaran yang sangat penting ini dapat Kalian  kuasai dengan optimal.


Pernyataan di atas berbeda dengan pernyataan sebelumnya, bukan? Ya, pernyataan di atas merupakan pernyataan yang dapat mendorong siswa kita untuk belajar lebih giat. Inilah yang dimaksud dengan memberikan sugesti yang positif.  Siswa tidak akan merasa dibebani, justru mereka akan merasa tertantang untuk mempelajari materi pelajaran yang akan disampaikan itu.

b. Mulailah dengan mengemukakan tujuan yang harus dicapai

Mengemukakan tujuan sangat penting artinya dalam setiap proses pembelajaran. Dengan mengemukakan tujuan siswa akan paham apa yang harus mereka kuasai serta  mau dibawa kemana mereka. Dengan demikian tujuan merupakan ”pengikat” baik bagi guru maupun bagi sisiwa. Langkah penting ini sering terlupakan oleh guru. Dalam pembelajaran guru langsung menjelaskan materi pelajaran. Dengan demikian bagi siswa akan mengalami kesulitan, sebab mereka memerlukan waktu untuk beradaptasi terhadap materi pelajaran yang dibahas. Bahkan, sering terjadi untuk sisiwa tertentu  proses adaptasi memerlukan waktu yang cukup lama. Artinya walalun sudah lama guru bicara akan tetapi mereka belum mengerti apa yang hendak dicapai oleh pembicaraan guru.

c. Bukalah file dalam otak siswa

Coba Anda bayangkan, seandainya seorang guru  menyampaikan materi pelajaran yang sama sekali asing bagi Anda, artinya materi itu sama sekali materi yang belum Anda kenal. Anda akan sulit menangkap materi yang disampaikan itu, bukan? Apalagi apabila dalam menyampaikan materi itu guru menggunakan istilah-istilah yang sama sekali asing ditelinga kita. 
Bagaikan kerja sebuah komputer, data akan dapat disimpan manakala sudah tersedia filenya. Demikian juga otak sisiwa, materi pelajaran akan dapat ditangkap dan disimpan dalam memori manakala sudah tersedia file atau kapling yang sesuai. Artinya sebelum kita menyampaikan  materi pelajaran maka terlebih dahulu kita harus membuka file dalam otak siswa, biar materi itu dapat cepat ditangkap.

2. Penyajian (presentation)

Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan  yang telah dilakukan. Yang harus dipikirkan oleh setiap guru dalam penyajian ini adalah bagaimana agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. Oleh sebab itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan langkah ini.

a. Penggunaan bahasa

Penggunaan bahasa merupakan aspek yang sangat berpengaruh untuk keberhasilan presentasi. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan bahasa. Pertama, bahasa yang digunakan sebaiknya bahasa yang bersifat komunikatif dan mudah dipahami. Bahasa yang komunikatif  hanya mungkin muncul mahakala guru memiliki kemampuan bertutur yang baik. Oleh karenanya, guru dituntut untuk tidak menyajikan materi pelajaran dengan cara membaca buku atau teks  tertulis akan tetapi sebaiknya guru menyajikan materi pelajaran secara langsung dengan bahasanya sendiri. Kedua, dalam penggunaan bahasa guru harus memperhatikan tingkat perkembangan audance atau siswa. Misalnya, penggunaan bahasa untuk anak-anak SD berbeda dengan bahasa untuk tingkat mahasiswa.

b. Intonasi suara

Intonasi suara adalah pengaturan suara sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan. Guru yang baik akan memahami  kapan ia harus meninggikan nada suaranya, dan kapan ia harus melemahkan suaranya. Pangaturan nada suara akan membuat perhatian siswa tetap terkontrol, sehingga tidak akan mudah bosan.

c. Menjaga kontak mata dengan siswa

Dalam proses penyajian materi pelajaran, kontak mata (eye contact) merupakan  hal yang sangat penting untuk membuat siswa tetap memperhatikan pelajaran.  Melalui kontak mata yang selamanya terjaga siswa bukan hanya akan merasa dihargai oleh guru, akan tetapi juga mereka seakan-akan diajak terlibat dalam proses penyajian. Oleh sebab itu, guru sebaiknya secara terus menerus menjaga dan memeliharanya. Pandanglah siswa secara bergiliran, jangan biarkan pandangan mereka tertuju pada hal-hal diluar materi pelajaran.

d. Menggunakan joke-joke yang menyegarkan

Menggunakan joke adalah kemampuan guru untuk menjaga agar kelas tetap hidup dan segar melalui penggunaan kalimat atau bahasa yang lucu. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan joke diantaranya. Pertama, joke  yang digunakan harus relevan dengan isi materi yang sedang dibahas. Kedua, sebaiknya joke muncul tidak terlalu sering. Guru yang terlalu sering memunculkan joke hanya akan membuat kelas seperti dalam suasana pertunjukan. Oleh sebab itu guru mesti paham kapan sebaiknya ia memunculkan joke-joke tertentu. Guru dapat memunculkan joke apabila dirasakan siswa sudah kehilangan konsentrasinya yang dapat dilihat dari cara mereka duduk yang tidak tenang, cara mereka memandang atau dengan gejala-gejala perilaku tertentu, misalnya dengan memain-mainkan alat tulis, mengetuk-ngetuk meja dan lain sebagainya.

3. Korelasi (Correlation)

Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran  dengan  pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan  siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya. Langkah korelasi dilakukan tiada lain untuk memberikan makna terhadap materi pelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur pengetahuan yang telah dimilikinya, maupun makna untuk meningkatkan kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik siswa. Sering terjadi, dalam suatu pembelajaran setelah siswa menerima materi pelajaran dari guru, ia tidak dapat menangkap makna untuk apa materi pelajaran itu dikuasai dan dipahami; apa manfaat materi  pelajaran yang telah disampaikan; bagaimana kaitan materi yang baru disampaikan dengan pengetahuan yang telah sejak lama  dimilikinya, dan lain sebagainya. Melalui langkah korelasi, semua pertanyaan tersebut tidak perlu ada, sebab dengan mengaitkan (mengkorelasikan) materi pelajaran dengan berbagai hal, siswa akan langsung memahaminya.

4. Menyimpulkan (Generalization)

Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti (core) dari materi pelajaran yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan langkah yang sangat penting dalam strategi ekspositori, sebab melalui langkah menyimpulkan siswa akan dapat mengambil intisari dari proses penyajian. Menyimpulkan berarti pula memberikan keyakinan kepada siswa tentang kebenaran suatu paparan. Dengan demikian siswa tidak merasa ragu lagi akan penjelasan  guru. Kalau diibaratkan dengan memasukkan data pada suatu proses penggunaan komputer, menyimpulkan adalah proses men-save data tersebut, sehingga data yang baru saja dimasukkannya  akan tersimpan dimemori, dan akan muncul kembali manakala dipanggil untuk digunakan. Menyimpulkan bisa dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya pertama, dengan cara mengulang kembali inti-inti materi yang menjadi pokok persoalan. Dengan cara demikian diharapkan sisiwa dapat menangkap inti materi yang telah disajikan. Kedua, dengan cara memberikan beberapa pertanyaan  yang relevan dengan materi yang telah disajikan. Dengan cara demikian diharapkan siswa dapat mengingat kembali keseluruhan materi pelajaran yang telah dibahas. Ketiga¸ dengan carat maping melalui pemetaan keterkaitan antar materi pokok-pokok materi.

5. Mengaplikasikan (Aplication)

Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting dalam proses pembelajarn ekspositori, sebab melalui langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman materi pelajaran oleh siswa. Teknik yang biasa dilakukan pada langkah ini diantaranya pertama dengan membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan. Kedua, dengan memberikan tes yang seuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan.

Keunggulan dan Kelemahan SPE


1. Keunggulan
Strategi pembelajaran ekspositori  merupakan strategi     pembelajaran yang banyak dan sering digunakan. Hal ini disebabkan strategi ini memiliki beberapa keunggulan, diantaranya: 
a.               Dengan stratagi pembelajaran ekspositori guru dapat mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, dengan demikian ia dapat mengetahui sampai sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan.
b.              Strategi  pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas.
c.               Melalui strategi pembelajaran ekspositori  selain siswa dapat mendengar melalui penuturan (kuliah) tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus siswa dapat melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi).
d.              Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat digunakan untuk  jumlah siswa dan ukuran kelas  yang besar.

2. Kelemahan

Di samping memiliki keunggulan, strtategi ekspositori juga memiliki kelemahan diantaranya
a.          Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik. Untuk siswa yang tidak memiliki kemampuan seperti itu perlu digunakan strategi yang lain.
b.         Strategi ini tidak mungkin dapat melayani  perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat dan bakat serta perbedaan gaya belajar.
c.          Karena strategi lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi,  hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis.
d.         Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada apa yang dimiliki guru seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, antusiasme, motivasi dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur (berkomukasi), dan kemampuan mengelola kelas. Tanpa itu sudah dapat dipastikan proses pembelajaran tidak mungkin berhasil.
e.          Oleh karena gaya komunikasi strategi pembelajaran  lebih banyak terjadi satu arah (one-way communication), maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan materi pembelajaran akan sangat terbatas pula. Disamping itu, komunikasi satu arah, dapat mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki siswa akan terbatas, pada apa yang diberikan guru.
           
            Memperhatikan beberapa kelemahan di atas, maka sebaiknya dalam melaksanakan stgrategi ini, guru perlu persiapan yang matang  baik mengenai materi pelajaran yang akan disampaikan maupun mengenai hal-hal lain yang dapat mempengaruhi kelancaran proses presentasi.